Sukses

Multi Tafsir Surat Edaran Perayaan Natal dan Tahun Baru Pemkot Malang

Surat edaran Wali Kota Malang soal imbauan perayaan Natal dan Tahun Baru 2019 mendapat beragam respons di media sosial.

Liputan6.com, Malang - Surat edaran Wali Kota Malang soal imbauan perayaan Natal dan Tahun Baru 2019 mengundang polemik. Surat yang ditujukan kepada camat, lurah, pengusaha ritel, minimarket, tokoh agama, dan tokoh masyarakat di Kota Malang tersebut berisi 4 poin. 

Imbauan yang mengundang polemik dianggap ada pada poin dua, yang berbunyi: Bagi warga yang mengadakan pesta perayaan natal dan tahun baru tidak dilakukan secara demonstratif yang mengganggu perasaan umat lain dan mengganggu ketertiban umum serta menyampaikan pemberitahuan kepada pihak terkait sesuai ketentuan yang berlaku.

Salinan surat ini kemudian langsung mendapat beragam respons di media sosial. Ada pula yang berkirim surat keberatan langsung ke Pemkot Malang.

Wali Kota Malang, Sutiaji, saat dikonfirmasi Liputan6.com membantah ada perlakuan diskriminatif dalam surat imbauan itu. Ia meminta seluruh masyarakat memahami dengan utuh seluruh poin surat tersebut.

"Mestinya yang tersinggung itu juga umat Islam karena saya imbau untuk menghormati (agama) yang lain. Ini perkara yang tak perlu dibesar-besarkan,” urai Sutiaji.

Menurut dia, soal kata demonstratif pada poin kedua itu lebih pada makna agar tak memaksakan. Misalnya, tak ada paksaan oleh pengusaha pada karyawan untuk menggunakan atribut Natal.

"Yang saya maksud demonstratif itu perayaan Natal dan Tahun Baru itu satu irisan yang sama. Saya minta jangan hura-hura, maksudnya ke sana. Tolong semua dipahami," ujar Sutiaji.

 

2 dari 2 halaman

Dialog Lintas Iman

Ketua Majelis Jemaat GPIB Malang, Pendeta Richard Agung Sutjahjono mengaku belum menerima surat edaran Wali Kota Malang itu. Tapi diduga imbauan itu adalah hasil pertemuan antara Forum Kerukunan Umat Beragama yang digelar di Polres Malang Kota.

"Istilah 'demonstratif' itu tak jelas tafsirnya, juga tak dibahas saat rapat di Polres. Yang dibahas saat itu lebih itu preventif agar Natal dan Tahun Baru berjalan kondusif,” ucap Richard.

Ia mencoba memahami dalam sudut pandangnya istilah 'demosntratif' itu sebagai bentuk perayaan Natal dan Tahun Baru yang berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Dalam sejarahnya, GPIB yang berdekatan dengan Masjid Jami’ Malang bisa berdiri berdampingan.

"Toleransi itu sudah ada dan sejarah sejak berdirinya gereja ini dan terus berlangsung sampai hari ini," ujar Richard.

Meski demikian, ia meminta pemerintah kota lebih mengintensifkan lagi pertemuan lintas agama. Mengakomodir seluruh pihak, bukan malah menganalisis soal Natal dan Tahun Baru sebagai deskripsi kritis.

“Dialog lintas iman itu harus lebih didorong, pemerintah jangan hanya soal infrastruktur saja,” tutur Richard menambahkan.

 

Simak juga video pilihan berikut ini: