Sukses

Cara Keren Santri di Cilacap Manfaatkan Maggot untuk Pertanian Terpadu

Maggot, larva dari serangga bernama Black Soldier Fly (BSF) ini ternyata biasa dimanfaatkan untuk budidaya pertanian terpadu. Terbukti di Cilacap.

Liputan6.com, Cilacap - Bentuknya mirip semacam belatung. Namanya Maggot. Larva dari serangga bernama Black Soldier Fly (BSF) ini ternyata biasa dimanfaatkan untuk budidaya pertanian terpadu.

Hewan ini merupakan dekomposer atau penghancur bahan organik yang cepat. Dibandingkan dengan pengomposan secara alami, pemanfaan Maggot mempersingkat waktu pengomposan berlipat-lipat.

Tak hanya itu, Maggot juga merupakan sumber protein alternatif bagi peternak atau petambak ikan yang selama ini bergantung pada pakan buatan pabrik. Pemanfaatan Maggot sebagai pakan akan memangkas biaya pakan dalam budidaya ikan yang mencapai kisaran 70 persen dari seluruh biaya pemeliharaan.

"Mau dihitung dari satu sampai 10, nggak ketemu itu kalau pelihara lele dengan pakan buatan pabrik,” ucap Fauzy, praktisi Maggot, dalam sesi diskusi di Ponpes Rubat Mbalong Ell Firdaus, Cilacap, Kamis (20/12/2018).

Hari itu, Fauzy khusus dihadirkan oleh Ponpes Rubat Mbalong bekerjasama dengan Pertamina Refenery Unit (RU) IV Cilacap untuk memberi materi soal budidaya dan pemanfaatan Maggot. Dari Ponpes ini diharapkan lahir para santri enrepreneur, atau kini populer disebut santripreneur.

Sebenarnya, jauh hari sebelum mengenal Maggot dan mulai membudidayakannya, Ponpes Rubat Mbalong pun sudah memanfaatkan hewan penghancur bahan organik cepat lainnya, cacing dalam budidaya pertanian terpadu.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

2 dari 3 halaman

Wirausaha berbasis Pesantren

Sama seperti Maggot, cacing dimanfaatkan sebagai pakan ternak, adapun sisa bahan organik yang dikonsumsi cacing (kascing) dimanfaatkan untuk pertanian organik.

“Cacing ada yang dijual, ada juga yang dimanfaatkan untuk pakan ikan,” kata Samsul Wibowo, Juru Bicara Ponpes Rubat Mbalong, Kamis, 20 Desember 2018.

Ponpes Rumbat Balong sudah dikenal lama sebagai pesantren yang mengembangkan agropreneur, wirausaha berbasis pertanian. Selain mengembangkan pertanian terpadu, di pesantren ini juga lahir industri kreatif, seperti sandal kenthir.

Beragam olahan pangan pun dikembangkan, mulai bahan tepung mocaf, pembuatan keripik jamur hingga keripik bonggol pisang. Muaranya adalah harapan untuk melahirkan santri yang berjiwa wirausaha.

Senin, 17 Desember 2017 lalu misalnya, Ponpes mengundang praktisi wirausaha berbasis pesantren. Pematerinya adalah HM Sholeh Wafie. Dalam acara itu, sebanyak 78 pondok pesantren di Cilacap mengikuti pelatihan kewirausahaan pesantren ini.

Sholeh adalah Direktur I (Keuangan dan SDI) KSPPS BMT UGT Sidogiri yang didirikan oleh beberapa alumni Pesantren Sidogiri, Kraton, Pasuruan, Jawa Timur dan menjabat Ketua IV Penguus Pusat Ikatan Alumni Santri Sidogiri.

Pesantren Sidogiri yang kini memiliki santri aktif sekitar 13 ribu orang ini memiliki berbagai unit usaha sektor riil, sedangkan koperasi keuangan syariah yang didirikan oleh Alumni Pesantren Sidogiri saat ini telah memiliki aset triliunan rupiah

Menurut dia, dengan melihat keberhasilan Pesantren Sidogiri dan para alumninya mengelola usahanya ini diharapkan pesantren-pesantren di Cilacap dengan dukungan para alumni dan wali santri bisa termotivasi untuk mengelola usaha berbasis potensi yang dimilikinya.

 

3 dari 3 halaman

Dorongan Pertamina untuk Lahirnya Santripreneur

Manajer Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina RU IV Cilacap, Laode Syarifuddin Mursali mendorong agar pesantren mebunmbuhkan jiwa kewirausahaan agar institusi pendidikan informal memiliki kemandirian.

Dari unit-unit usaha yang dimiliki, pesantren diharapkan memiliki pemasukan rutin yang mampu meningkatkan kesejahteraan pengajar maupun santrinya.

“Segenap pekerja pertamina sangat peduli, setelah kami memiliki inisiatif seperti ini,” ucap Laode.

Laode mengungkapkan, pemilihan Ponpes Rubat Mbalong sebagai lokasi pelatihan lantaran Pertamina melihat bahwa ponpes ini telah menginisiasi kewirausahaan, mulai dari pertanian terpadu, peternakan, sektor riil melalui koperasi, serta industri kreatif.

Menurut dia, Ponpes Rubat Mbalong adalah salah satu bukti bahwa pesantren bisa berdaya dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada di sekitarnya. Yang dibutuhkan, adalah inisiasi dan inovasi.

“Insya Allah ke depan, kami ingin ada satu pesantren yang menjadi pioner, untuk memotiviasi mendorong pesantren lainnya. Tidak hanya terkait program kemitraan,tetapi program bina lingkungan,” dia menerangkan.

Laode menjelaskan, Pertamina mendorong terobosan-terobosan kewirausahaan dari pesantren yang lain. Ia pun membuka peluang kemitraan antara pesantren dengan Pertamina di sisi pendanaan dan pengetahuan.

Dia pun menilai, jaringan pesantren Cilacap yang mencapai 200-an pesantren adalah potensi yang belum tergarap. Ia pun berharap jaringan ini akan menjadi embrio lahirnya kewirausahaan santri atau yang kini populer disebut sebagai santripreneurships.

“Yang bisa mengangkat kualitas hidup pesantren. Dan saya melihat, di Cilacap pondok pesantren di Cilacap ada sekitar 200. Itu sangat potensial,” ujarnya.