Sukses

GKR Hemas Jawab Tudingan Malas Rapat DPD RI

Sebelumnya BK DPD RI memberhentikan GKR Hemas lantaran dianggap malas dan tidak pernah menghadiri rapat.

Liputan6.com, Yogyakarta - Anggota DPD RI sekaligus permaisuri Keraton Yogyakarta GKR Hemas menanggapi keputusan Badan Kehormatan (BK) DPD RI yang memberhentikan dirinya sementara.

Keputusan BK DPD RI itu muncul dengan alasan GKR Hemas dianggap malas, lantaran tidak pernah menghadiri rapat.

Menurut GKR Hemas, ketidakhadirannya di dalam rapat DPD RI belakangan ini bukan tanpa alasan.

"Sejak Oesman Sapta Odang (OSO) dkk mengambil alih kepemimpinan DPD RI secara ilegal saya dan beberapa teman tidak mengakui kepemimpinannya. Maka kalau saya hadir dalam sidang yang dipimpin OSO dan kawan-kawan berarti secara langsung mengakui kepemimpinannya," ujar GKR Hemas dalam jumpa pers di Yogyakarta, Jumat (21/12/2018).

Ia mengatakan, dalam setiap rapat DPD RI selalu datang dan menandatangani daftar hadir, tetapi tidak masuk ke ruang sidang. Keinginan OSO dkk adalah GKR Hemas hadir di dalam sidang.

Ia juga mengungkapkan berdasarkan putusan MA di tingkat kasasi, MA tidak pernah menyatakan benar dan sah pengambilalihan tersebut.

"Dalam hal ini yang saya tolak bukan orangnya, tetapi caranya yang menabrak hukum," tuturnya.

Ia berpendapat hukum harus tegak di negeri ini dan tidak boleh ada warga yang kebal hukum, apalagi berada di atas hukum.

"Kalau saya menutup mata akan hal ini, terus buat apa saya jadi anggota DPD RI," ucap GKR Hemas.

2 dari 2 halaman

Tudingan Diskriminatif

Ia juga menganggap keputusan BK memberhentikan sementara tanpa dasar hukum, bahkan mengesampingkan ketentuan Pasal 313 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 yang berisi, anggota DPD RI diberhentikan sementara karena menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum, yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau menjadi terdakwa dalam tindak pidana khusus.

GKR Hemas menegaskan, sanksi yang dijatuhkan BK juga telah mengesampingkan Tata Tertib DPD RI, yakni anggota diberhentikan sementara kalau yang bersangkutan melanggar pidana dan menjadi terdakwa.

"Logika itu dianut oleh BK yang juga tidak dapat memproses laporan Afnan Hadikusumo Benny Ramdhani karena tengah diproses di kepolisian," ujarnya.

GKR Hemas menilai BK diskriminatif lantaran tidak juga memproses laporan dua mantan anggota DPD RI Muspani dan Bambang Soeroso terhadap Nono Sampono pada Oktober lalu, terkait keputusan sikap politik DPD RI yang ingin meninjau ulang keputusan MK soal pelarangan pengurus parpol maju ke DPD RI.

Surat yang dibuat Nono Sampono dengan kop Surat DPD RI itu diputuskan tidak melalui mekanisme dan prosedur yang diatur dan diputuskan dalam sidang paripurna DPD RI sebagaimana diatur di tata tertib dan laporan keduanya dianggap sepi.

"Semoga semua pihak dapat memahami apa yang saya perjuangkan selama ini, sebab hukum harus ditegakkan di negeri ini," kata GKR Hemas menambahkan. 

Simak juga video pilihan berikut ini: