Liputan6.com, Gianyar - Panitia 'Festival Rurung Peliatan' berharap ragam kegiatan masyarakat yang ditampilkan pada 21-23 Desember 2018, dapat mengembalikan keakraban masyarakat di pedesaan.
"Istilah 'rurung' (gang atau jalan kecil-red) sangatlah akrab bagi telinga masyarakat Bali, terlebih bagi masyarakat petani dan pedagang makanan tradisional Bali," kata I Wayan Sudiarsa, Ketua Panitia Festival Rurung Peliatan 2018 di Gianyar, Jumat 21 Desember 2018.
"Masyarakat petani menjadikan rurung sebagai tempat bersua dan bercengkrama mengenai situasi sosial masyarakat Bali dan tentunya seputar pertanian dan lingkungan," tambah I Wayan Sudiarsa.
Advertisement
Baca Juga
Festival Rurung Peliatan yang digelar kedua kalinya ini mengangkat tema "Lelaku Tani", yang penyelenggaraannya dipusatkan di Rurung Banjar Teges Kawan Yangloni, Ubud, Gianyar.
Selama tiga hari penyelenggaraan, Festival Rurung Peliatan memiliki tema yang berbeda-beda dalam setiap harinya. Hari pertama bertema "Malam Tradisi" yang mengandung makna penyelaman masa lampau, hari kedua bertema "Malam Modern" yang berbicara kondisi kekinian, dan yang terakhir bertema "Malam Kontemporer" yang mengusung visi masa depan.
Sudiarsa yang akrab dipanggil Pacet itu mengemukakan, tiga hari pelaksanaan dengan tema yang berbeda, mengacu pada kehidupan atau sudut pandang masyarakat Bali yang selalu beranjak dari masa lampau untuk berbenah pada masa sekarang, yang kemudian dari pemahaman masa lampau, melakukan hal-hal yang visioner untuk masa depan.
"Jadi harapanya, dalam era global ini, masa lalu tetap menjadi peranan yang penting dalam menyongsong masa depan," ujar Pacet didampingi wakil ketua Ketut Peni Sugiarta dilansir Antara.
Festival Rurung Peliatan, ucap dia, sengaja ditujukan untuk menghadirkan kembali nuansa dan suasana "rurung". Selain itu, melalui Festival Rurung Peliatan juga berkeinginan untuk membangkitkan fungsi "rurung" secara umum.
Pihaknya berharap dari festival ini akan lahir gagasan cemerlang dalam balutan ketradisian untuk menjawab tantangan global pada era kekinian. Dengan kata lain, dalam ketradisian, tidak melulu kita berbicara masa lampau, namun lebih kepada menggagas guna melahirkan ide baru tanpa mengesampingkan apalagi memarjinalkan tradisi.
"Banyak hal yang lahir dari obrolan kecil di rurung. Tidak jarang melahirkan gagasan-gagasan cemerlang berkaitan dengan kehidupan sosial dan keakraban masyarakat di pedesaan, begitu strategisnya rurung," ucap Pacet.
Pertunjukan Seni
Terkait tema "Lelaku Tani" bermakna sebagai lelakon dalam kehidupan yang berbicara tentang fungsi diri dalam kelahiran. Lelaku merupakan lakon atau peranan, Tani merupakan bentuk lain dari fungsi diri dalam kehidupan, yang mana usaha dan pembelajaran tiada henti dilakukan demi memelihara kehidupan dan pertumbuhan.
"Tema ini merupakan sebuah doa, yang mana harapannya kita semua tersadarkan akan fungsi diri dan tanggung jawab dalam kehidupan," katanya.
Dalam Festival Rurung Peliatan tahun ini juga ada Penyuluhan Tanaman Obat oleh I Ketut Sandhiyasa (penyuluh tanaman obat) dan Ida Bagus Putra Sutha (dosen Fakultas Ayurweda UNHI Denpasar).
Selain itu ada pemutaran film dokumenter dan diskusi mengenai film dokumenter dengan narasumber Dwitra J. Ariana seorang film maker asal Kabupaten Bangli dengan segudang penghargaan atas film dokumenter.
Pertunjukan seni dan band akustik juga menjadi penyemarak dari Festival Rurung Peliatan tahun ini, yang diisi oleh kawan-kawan seniman tari, karawitan, dan ,usik muda Bali, di antaranya Napak Tuju, Komunitas, Surapradnya, Gamelan Suling Gita Semara, Manubada, Pancer Langiit Bali, Jaya Nyomane, Sanggar Seni dan Budaya Tindak Alit Badung, Dewayu Putri, Semara Jati, Deg Ges, UNB Brocken, Tangsi Putra dan banyak lagi seniman yang ikut memeriahkan acara ini.
Anak-anak PAUD, TK, dan SD seluruh Peliatan juga dilibatkan untuk ikut bermain permainan tradisional Bali. Yang tak kalah menariknya adalah, terdapat kuliner "Authetic Peliatan" yang digelar di area Rurung Pangkung.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement