Liputan6.com, Garut - Terhitung sudah hampir sepekan, kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Garut, Jawa Barat, nampak sibuk disambangi terus massa pendemo Koalisi Masyarakat Bersatu (KMB). Mereka mengajukan sejumlah tuntutan kepada wakil rakyat itu.
“Kami tidak akan keluar sebelum bupati mengeluarkan pernyataan surat pemberhentian UU Saepudin, selaku Kepala Dinas PUPR,” ujar Koordinator Aksi KMB, Abu Musa Hanif, saat melakukan audiensi dengan Bupati Garut, di ruang Banggar, DPRD Garut kemarin petang.
Menurut Abu, sebagai pegawai negeri, seharusnya tugas dan fungsi kepala dinas lebih banyak memberikan kemudahan usaha yang dilakukan masyarakat, namun dalam kenyataannya, justru sebaliknya menjadi pelaksana dari proyek pemerintah.
Advertisement
“Kalau Bapak takut sama PP No. 18 tahun 2000 untuk memecat Uu, saya siap jadi garda terdepan melindungi bapak,” ujarnya.
Baca Juga
Tercatat beberapa program pemerintah seperti pembebasan lahan jalan lingkar Kadungora dan Lingkar Leles, dikuasai perusahaan milik bersangkutan. “ Mohon Pak bupati minta berhentikan saudara Uu, kalau tidak kami akan lakukan hal yang sama dengan gedung DPRD (demo) ke kantor bupati,” ancam dia.
Hal yang sama disampaikan Ketua Lembaga Analisa Kebijakan & Informasi Strategis (LAKIS), Galih F Qurbani. Menurutnya, selaku perwakilan rakyat pimpinan DPRD Garut bisa menggunakan hak interpelasi dalam mengajukan pemberhentian Kepala Dinas PUPR ke pihak Bupati.
“Kita lihat sepekan ke depan bagimana hasilnya,” ujar dia.
Dengan keistimewaan itu, pimpinan DPRD bisa mengumpulkan sejumlah bukti yang telah dikantongi para pendemo, terhadap keterkaitan Kepala Dinas PUPR dalam sejumlah pengerjaan proyek di Kabupaten Garut.
“Kalau kami lihat kepala dinas ini multifungsi, satu sisi Kepala Dinas, satu sisi pemborong,” ujarnya.
Ia menilai pihak pemda Garut tidak memiliki kepedulian untuk memperhatikan pengusaha lokal agar lebih berkembang, dalam menggarap program pemerintah. “Berikankan kesempatan kepada mereka, toh itu kan wargaya sendiri,” pinta Galih.
Menunggu Rekomendasi MP3D
Sementara itu, Bupati Garut Rudy Gunawan membantah telah melindungi Kepala Dinas PUPR. Menurutnya, dalam setiap proses pemberhentian seorang pejabat struktur di lingkungan pemerintah, lembaganya berpatokan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 tahun 2000 yang mengatur mekanisme pemberhentian.
“Kalau saya main pecat, ini preseden buruk buat saya, seseorang bisa diberhentikan tanpa MP3D, nanti diikuti bupati lainnya di Indpnesia, karena bupati garut lah,” kata dia.
Rudy menerangkan, dalam mekanisme pemberhentian pejabat, lembaganya menunggu hasil rekomendasi yang dikeluarkan Majelis Pertimbangan Penilaian dan Penerapan Disiplin (MP3D). Mereka sesuai aturan, memiliki hak dalam merekomendasikan pemberhentikan dan mengangkat pejabat. “Kalau saya tidak tunduk pada PP 18 tahun 2000 itu, saya juga bisa dipecat Menteri Dalam Negeri,” ujarnya.
Untuk itu, ia menyerahkan sepenuhnya tuntutan pemberhentian itu melakukan mekanisme hak interpelasi dewan, agar proses pemberhentian yang dilakukan Bupati, tidak melanggar aturan.
“Apapun soal rapot merah, saya siap terima, Namun bupati tidak boleh memecat seseorang tanpa rekomendsi MP3D,” ujarnya.
Kisruh tuntutan para pendemo berawal dari kegagalan, pemda Garut dalam menyerap sejumlah pos anggaran bantuan Provinsi Jawa Barat tahun 2018. Total anggaran hingga Rp 244 miliar yang berasal dari bantuan hibah provinsi Jawa Barat tahun ini sebesar Rp 134 miliar, anggaran murni bantuan APBD Provinsi Jawa Barat sebesar Rp 110 miliar dibiarkan menguap.
Tak terima dengan lambannya kinerja Bupati dan bawahannya, mereka membuat sejumlah baligo besar berisi rapor merah kepemimpinan Rudy Gunawan, selama lima tahun terakhir. Beberapa baligo rapor merah itu ditemukan depan Mapolres Garut, Jalan Sudirman, depan kantor Kejaksaan Negeri Garut, depan kantor Bupati Garut, depan Gedung DPRD Garut, jalan Maktal, pertigaan Rancabango, simpang lima dan depan kantor PUPR Kabupaten Garut.
Advertisement