Liputan6.com, Aceh - Kain putih sepanjang 1000 meter itu pernah dibentang mengelilingi Masjid Agung Baitul Makmur Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat. Hari itu, tepat setahun pascagempa dan tsunami di Aceh.
Kini, kain berisi 21.165 nama para korban gempa dan tsunami itu tak terawat. Arsip bersejarah itu ditaruh di salah satu sudut halaman Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Aceh Barat.
Advertisement
Baca Juga
Keempat roda penyangga peti kayu yang menyimpan gulungan kain itu lapuk. Juga terdapat beberapa sobekan di permukaan dan sisi kain.
Orang yang paling kecewa adalah Abdul Jalil. Direktur Grassroots Society Forum (GSF) Aceh Barat ini, sekaligus inisiator pembuatan kain berisi ribuan nama korban gempa dan tsunami yang pernah meluluhlantakkan Serambi Mekkah.
Ihwal yang melatari pembuatan kain yang panjangnya sekilo perjalanan itu tentu saja lantaran ingin mengabadikan sejarah. Selain itu, Jalil ingin menjadikannya sebagai ikhbar, atau media pengabaran.
"Itu bisa menjadi catatan sejarah bagi anak cucu kita kedepan. Sehingga tidak mengatakan cerita kakek nenek mereka itu bohong. Sehingga mereka percaya ada peristiwa sangat dahsyat di tahun 2004," ujar Jalil kepada Liputan6.com, Sabtu 29 Desember 2018, malam.
Nama-nama yang tertera di kain itu ditulis langsung oleh keluarga para korban. Mereka datang jauh-jauh dari seluruh wilayah di Aceh ke Meulaboh khusus untuk menulis nama-nama keluarga mereka di atas kain tersebut.
Harapan mereka tak muluk-muluk. Yang ditinggalkan tak melupakan, atau setidaknya, kain itu menjadi cindur mata yang suatu saat nanti menjadi pengobat rindu.
Penulisan nama para korban dimulai sepekan sebelum peringatan satu tahun pertama gempa dan tsunami Aceh 2005. Selama itu pula, LSM GSF bersama para relawan, ustaz, dan masyarakat menggelar tadarus, zikir, dan yasinan.
Â
Sepekan Sebelum Peringatan Pertama
Selama seminggu, kain putih itu dibentang mengelilingi Masjid Agung Baitul Makmur Meulaboh. Kegiatan menulis nama para korban di atas kain pra peringatan satu tahun bencana itu dibuka untuk umum.
Selanjutnya, kain itu digulung dengan gulungan kayu dan disimpan dalam peti kayu berukuran kira-kira 2 x 3 meter. Untuk melihat nama-nama para korban, tinggal memutar pedal yang telah disambung ke gulungan.
Kain putih itu dibeli dengan bantuan dana dari Badan Rehabilitas dan Rekonstruksi (BRR). Sedangkan papan untuk peti penyimpanan dan gulungan dibeli oleh Catholic Agency For Overseas Development atau Cafod.
Papan peti tersebut dibuat dengan material kayu yang berkualitas. Kayu yang digunakan berjenis Shorea atau Balau, yang di Aceh dikenal dengan sebutan Kayeei Seumantok.
Saat itu, pelaksana kegiatan mencatat 21.165 nama-nama para korban ke dalam sebuah file. Belakangan, LSM GSF juga mencetak buku berisi daftar nama para korban.
Arsip Sejarah yang Dilupakan
Pada peringatan gempa dan tsunami tahun 2006, peti kayu berisi gulungan kain itu diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat. Peti itu diterima Bupati Aceh Barat saat itu, Alamsyah Banta.
Ketika menyerahkan peti tersebut, Jalil berharap Pemerintah Aceh Barat merawat gulungan bersejarah itu. Namun, peti dan gulungan kain itu terduduk dan tidak terawat, Jalil kecewa.
"Arsip tersebut di terlantar di tempat terbuka tanpa perawatan, sehingga setiap hari tersiram hujan dan setiap waktu diterpa panas," pungkas Jalil.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement