Sukses

Misteri Fenomena Awan Aneh yang Pernah Terjadi di Aceh

Gempa yang terjadi di Pidie Jaya pada 2016 lalu, kiranya menjadi alasan kepanikan warga. Kepercayaan bentuk awan tertentu menjadi pesan akan terjadi bencana membuat warga was-was.

Liputan6.com, Aceh Besar - Alam menyimpan rahasianya tersendiri. Banyak fenomena alam yang oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai sinyalemen akan terjadi sebuah musibah besar.

Tak jarang, masyarakat di Indonesia mengaitkan fenomena alam tertentu sebagai pertanda bencana. Contohnya, bentuk awan di langit yang tidak lazim.

 

Pada Juni 2018 lalu, warga di Pidie Jaya, Provinsi Aceh, juga dihebohkan oleh fenomena awan membelah langit. Warga sempat mendokumentasikan fenomena alam tersebut.

Dalam video yang diunggah ke YouTube berjudul 'Langit Terbelah di Pidie Jaya' terlihat sejumlah warga di sebuah kawasan pertokoan berkumpul untuk melihat awan tersebut. Video berdurasi 24 detik itu sempat diunggah beberapa kali oleh YouTuber lain dengan judul yang hampir serupa.

Gempa yang terjadi di Pidie Jaya pada 2016 lalu, kiranya menjadi alasan kepanikan warga. Kepercayaan bentuk awan tertentu menjadi pesan akan terjadi bencana membuat warga was-was.

Pada Januari tahun lalu, Liputan6.com, pernah menerbitkan berita tentang fenomena awan berbentuk topi yang ada di puncak Gunung Sumbing. Fenomena ini sempat viral di media sosial.

 

Fenomena yang sama juga pernah terjadi di Aceh. Fenomena awan bertopi yang melingkari Gunung Seulawah Agam, Saree, Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar itu terjadi pada 2013 lalu.

Berbagai misteri yang ada di balik fenomena alam tersebut melahirkan tanda tanya. Namun, adakah penjelasan ilmiah mengenai hal ini?

 

2 dari 2 halaman

Tidak Ada Hal Mistis?

Kepada Liputan6.com, Kamis, 3 Januari 2018, siang, Kepala Stasiun Klimatologi Aceh Besar, Wahyudin, menjelaskan bahwa fenomena awan berbentuk aneh dapat dijelaskan secara ilmiah. "Insya Allah, tidak ada mistis di balik fenomena tersebut," kata dia.

Awan membelah langit merupakan sinar antikrepuskular. Cahaya ini adalah berkas sinar yang mirip dengan sinar krepuskular, tetapi terlihat berada di tempat yang berlawanan dari matahari.

"Cahaya ini terjadi ketika sinar krepuskular yang muncul dari matahari terbit atau tenggelam terlihat mengalami konvergensi ulang di titik antisolar atau titik langit yang berlawanan dengan arah matahari," jelasnya.

Fenomena ini juga terjadi karena sinar matahari terhalang oleh awan atau objek lainnya seperti sinar krepuskular. "Jadi, horizon tampak terbelah disebabkan cahaya matahari tertutup oleh awan tertentu, bisa cumulonimbus atau gunung, dan biasanya terjadi waktu sore atau pagi hari," imbuh dia.

Sementara itu, fenomena awan bertopi dikenal juga dengan sebutan cap cloud. Awan ini jenis lenticular cloud yakni jenis altocumulus lenticularis atau lenticularis stand altocumulus.

Jenis awan yang unik dan biasa terbentuk di sekitar bukit dan gunung ini, akibat pergerakan udara di kawasan pegunungan. Awan ini disebut lenticularis, berarti lensa juga dikenal dengan nama awan lennis.

Menurut Wahyudin, awan aneh atau lenticular dibedakan menjadi beberapa jenis. Altocumulus standing lenticularis (ACSL) terjadi di dataran rendah, stratocumulus standing lenticularis (SCSL) pada ketinggian tingkat menengah, dan cirrocumulus standing lenticularis (CCSL) pada ketinggian yang lebih tinggi dari atmosfer.

"Hal ini terjadi di atmosfer di sekitar gunung berpotensi membentuk konfigurasi awan berbentuk topi. Situasi itu akibat udara hangat yang lembap dari bawah kemudian naik dan berinteraksi dengan udara dingin di puncak gunung dan awan ini terbentuk akibat adanya pusaran angin di puncak," dia memungkasi.

 

Simak video pilihan berikut ini: