Sukses

Sim Salabim, Limbah Kepiting Bisa Jadi Pengawet Makanan

Dengan pengawet dari limbah kepiting, makanan lebih aman dan tahan lama.

Liputan6.com, Yogyakarta Jangan menyepelekan limbah kepiting. Jumlahnya yang mencapai dua ton per hari kerap kali diabaikan. Dosen Fakultas Farmasi UGM Ronny Martien pun tidak tinggal diam.

Setelah bergelut dalam penelitian selama tujuh tahun, ia pun melahirkan penemuan berteknologi tinggi dengan pengaplikasian yang sangat sederhana. Limbah cangkang kepiting dan udang yang mengandung senyawa kitin disulap menjadi kitosan dalam ukuran nano partikel berwujud cair.

Pemanfaatan kitosan sebenarnya sudah ada, akan tetapi sulit diaplikasikan karena harus dicampur dengan asam asetat. Selain berbau seperti cuka, kadar Pph nya juga tidak pas jika diterapkan untuk tanaman.

Lewat partikel nano berwujud cair, formula nanokitosan sangat mudah diterapkan sebagai pengawet makanan dan pelindung tanaman dari hama tanpa efek samping.

Sebagai pengawet alami, cairan nanokitosan dari limbah cangkang kepiting cukup dibalurkan atau dicampurkan ke dalam makanan. Cairan ninokitosan akan menjadi biofilm dalam makanan.

Ia mencontohkan, sejumlah produk sudah menggunakan nanokitosan yang diberi nama Dewa Ruci ini. Produk start up sambal kemasan, misalnya, biasanya hanya bertahan dua minggu dengan pengawet buatan. Setelah dicampur dengan ninokitosan bisa bertahan sampai tiga bulan.

"Komposisi campurannya sekitar lima sampai 10 persen dari berat akhir produk jadi," ujar Ronny dalam jumpa pers di UGM, Jumat (11/1/2019).

Demikian pula ikan yang dilapisi cairan nano kitosan dalam suhu empat derajat Celcius bisa bertahan sampai 12 hari.

Menurut Ronny, jika cairan nanokitosan dari cangkang limbah kepiting diterapkan untuk industri makanan atau perikanan bisa menguntungkan karena meminimalkan makanan terbuang.

 

2 dari 2 halaman

Menguntungkan Pertanian

Cairan nankitosan bukan untuk membasmi hama seperti pestisida. Fungsinya, melapisi tanaman sehingga tidak mudah terpapar hama.

Formula nanokitosan untuk tanaman yang dikembangkan mengandung antimikroba sehingga bersifat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Selain itu, juga bersifat non toxic, kecocokan alami, dan tidak mengendap.

"Formula ini aman bagi manusia dan ramah lingkungan serta dapat menyuburkan tanaman karena mempunyai kemampuan mengikat unsur hara sehingga produktivitas tanaman meningkat," tuturnya.

Ia berharap pengembangan nanokitosan bisa mengurangi penggunaan pestisida di sektor pertanian. Jadi, efek berbahaya bagi kesehatan manusia pun bisa ditekan.

Ia telah mengembangkan cairan ini untuk pertanian di Kopeng, Tawangmangu, Kediri, dan Lombok Barat. Testimoni petani di Lombok Barat menyebutkan hasil panen mereka meningkat.

Biasanya, satu hektare lahan menghasilkan tujuh ton. Setelah menggunakan nanokitosan hasil panen mencapai 13 ton.

Cara pakainya dengan komposisi satu liter nanokitosan dicampur satu liter air bisa untuk lahan seluas 1.000 meter persegi.

Nanokitosan untuk pengawet makanan dan pelindung tanaman memiliki formula yang berbeda. Demikian pula dengan harganya.

Satu liter nanokitosan untuk makanan dibanderol Rp 50.000, sedangkan untuk pelindung tanaman seharga Rp 30.000.

"Kalau beli dalam jumlah besar tentu harganya lebih murah, penetapan harga juga sejumlah itu karena masalah kemasan saja," ucap Ronny.