Liputan6.com, Cirebon - Di kalangan perajin batik Cirebon, dua teknik pembuatan, yakni tulis dan cap, masih diakui. Meski prosesnya berbeda, teknik cap dan tulis sering berpadu dalam satu helai kain. Namun, di tengah menggeliatnya batik, ada ancaman kepunahan di dalamnya.
Perajin cap batik asal Desa Kali Tengah, Kabupaten Cirebon, Kholik, mengatakan kondisi cap batik Cirebon dianggap terancam punah. Jumlah perajin cap batik di Cirebon dapat dihitung jari.
Dia mengaku, sudah turun-temurun mewariskan kemampuan membuat cap batik. Bahkan, Kholik mengatakan, besar dari keluarga pembuat cap batik dari Pekalongan.
Advertisement
Baca Juga
"Ayah saya ke Cirebon sejak 1965 dan saya lahir di Cirebon, tapi keluarga di Pekalongan," kata dia, Jumat (18/1/2019).
Kholik yang tengah menggarap pesanan cap batik motif Kuningan mengaku khawatir perajin cap batik di Cirebon punah. ‎
"Saya generasi ketiga meneruskan keterampilan ayah saya. Tentu kami khawatir jika perajin itu punah, kita tidak bisa memaksakan orang untuk jadi perajin. Ini harus ada solusi," kata Kholik.
Dia mengatakan, selain ancaman kepunahan, perajin cap batik juga tak memiliki penghasilan tetap. Satu cap batik yang dikerjakan maksimal 15 hari dijual dengan harga Rp 700 ribu.
Dalam satu bulan, dia mampu mengerjakan hingga empat cap batik dengan tingkat kesulitan yang bervariasi. Kholik mengaku sempat menemui kendala dalam proses pembuatan cap.
"Bahan cap batik semua dikirim dari Pekalongan kita di sini tinggal garap pesanan sesuai desain yang diinginkan pemesan," kata dia.
Kholik menjelaskan dalam pembuatan cap batik, terdiri dari beberapa proses. Diawali dengan pembuatan desain, kemudian dilanjutkan membuat kerangka dan motif yang terbuat dari tembaga.
Setelah pembuatan kerangan dan motif rampung, dilanjutkan proses pembakaran yang memakan waktu 15 menit.
"Proses pembakaran agar merekat antara patrian dengan bidang cat. Kemudian kita sesuaikan bentuknya, dan terakhir proses gondorukem atau meratakan bidang cat. Agar pas digunakan pengecapannya merata," jelas dia.
Gempuran Batik Cina
Perajin cap batik lain asal Desa Trusmi Wetan Kabupaten Cirebon Hadi Priatno mengatakan, batik cap masih diakui kalangan Batik di Cirebon.
"Di kami perajin cap batik sisa empat orang. Dua orang freelance sementara dua lagi dikontrak dengan showroom batik," kata salah seorang perajin cap batik asal Desa Trusmi Wetan, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Hadi Priatno, Jumat (18/1/2019).
Di tengah terbukanya pasar bebas, produk kerajinan batik mendapat ancaman tersendiri. Produk batik printing buatan China seakan menjadi lawan berat usaha berbasis kearifan lokal ini.
Pengusaha konveksi dari China dengan mudah membuat berbagai motif batik tanpa harus melalui proses pembuatan yang rinci.
"Bedanya di harga saja antara batik tulis, cap, dan printing. Kalau printing cenderung lebih murah, bahkan jauh," kata dia.
Hadi mengaku bersama rekan seprofesinya memiliki kegelisahan yang sama terhadap generasi penerus perajin Cap Batik. Mereka mengaku kesulitan mencari generasi penerus perajin cap batik di Cirebon.
Padahal, antusiasme masyarakat luar Cirebon sangat tinggi mengikuti pelatihan kerajinan Cap Batik.
"Pemda Cirebon memang mendukung tapi seperti hanya sebatas seremonial saja menggelar pelatihan setelah itu selesai. Di luar Cirebon saya sering jadi narasumber dan pelatih perajin cap batik," ujar dia.
"Beberapa waktu lalu ada pelatihan kerjasama dengan Pemkab Cirebon. Ya begitu, setelah pelatihan tak ada kelanjutan. Tak ada pembinaan," kata Hadi.
Hadi kerap menjadi narasumber dalam berbagai acara tentang batik di beberapa daerah. Hadi mengaku antusiasme peserta pelatihan di daerah lain lebih tinggi dibandingkan di Cirebon.
"Saya punya binaan di daerah lain, seperti Cianjur. Di sana aktif. Pelatihan hingga proses pembinaannya berjalan," kata Hadi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement