Liputan6.com, Garut Selain kopi Papandayan yang lebih dulu dikenal sebagai kopi unggulan nasional dari Garut, Jawa Barat. Satu lagi kopi dari tanah Pasundan, yang tengah naik daun yakni Yellow Caturra atau kopi kuning biasa masyarakat menyebut.
Selain warnanya yang tidak biasa dari buah kopi umumnya yang berwarna merah pekat, jenis kopi ini memiliki biji yang terbilang kecil, lebih keras, dengan wangi aroma yang lebih pekat, belakangan diketahui harganya pun cukup bagus.
"Rasanya lebih nikmat dari kopi (buah) merah, namun tergantung selera juga," ujar Rifki Pratama, pengelola Perkebunan Kopi Kuning Curug Orok, dalam obrolan hangatnya dengan Liputan6.com, Rabu (23/1/2019).
Advertisement
Menurut Rifki, jalan panjang pengembangan kopi kuning di Garut sudah dimulai satu dekade lalu di area perkebunan Bumi Persada kawasan Curug Orok, Kecamatan Cikajang, Garut. Meskipun area tanam masih terbilang kecil, namun dalam perkembangan selanjutnya, potensi kopi asal Brazil dan Kolombia itu terus menunjukan signifikan.
"Alhamdulilah kami sudah menanam kurang lebih seratus ribu pohon," ujarnya.
Baca Juga
Sejatinya kopi kuning terbagi menjadi dua varientas, yaitu Yellow Bourbound dan Yellow Cattura, sedangkan untuk urusan bibit, keduanya masih mempertahankan biji unggulan kopi dari kedua negara Amerika latin itu.
"Sekarang kami tengah merambah mengembangkan kopi orange (Orange Bourboud)," ujar dia bangga.
Selain memiliki karakter khusus dari segi warga, jenis kopi ini ujar dia, memiliki rasa buah yang cenderung lebih banyak (Fruitnes) dan cafeinya pun lebih rendah, sehingga penderita maag tidak masalah mengkonsumsi kopi kuning.
"Soal harga tentunya lebih unggul dari kopi lainya, bahkan bisa dua kali lipat kopi biasa," kata dia sambil tersenyum, sedikit membocorkan rahasianya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian Garut Beni Yoga Gunasantika mengatakan, sering semakin tingginya permintaan kopi kuning dari Garut, lembaganya tengah berupaya untuk terus menggenjot produksi kopi petani, termasuk menambah area penanaman ladang kopi kuning di Garut.
"Harganya juga sangat bagus," katanya.
Untuk mendukung rencana itu, lembaganya tengah berupaya melakukan sertifikat produk kopi kuning Garut sebagai varietas asli Garut, sehingga memudahkan dalam proses penjualan di pasar domestik hingga internasional.
"Keunggulannya kopi kuning ini lebih dari arabika, lebih tahan penyakit sehingga biaya produksi petani lebih murah, dan rasanya lebih tajam," ujar dia menambahkan.
Mulai Merambah Pasar Global
Seiring bertambahnya populasi kopi yang siap panen, Ia mengaku rata-rata produksi kopi kuning setahun mencapai 40-50 ton per sekali masa panen. Angka itu terbilang kecil dibanding luasnya potensi lahan yang bisa digunakan tanaman kopi di Garut saat ini.
Sebagian besar hasil produksi kopi kuning Curug Orok masih dinikmati warga luar Garut, terutama Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek, sedangkan luar Jawa Barat permintaan terbesar datang dari Sumatera.
"Sebenarnya yang meminta banyak, namun produksi kami belum besar," katanya.
Bahkan sejak awal informasi kopi Kuning Garut menyebar luas, hasil panen biji kopi mampu menembus pasar kpi Korea dan Kolombia yang terkenal sulit masuk, untuk ukuran kopi global kualitas rendah.
"Tahun ini ada juga permintaan dari Jepang, Hongkong dan Singapura," ujar Rifki menambahkan.
Untuk memenuhi pasar domestik, Ia mengaku telah memiliki dua merek kopi kuning yaitu Yellow Cattura dan Red Bourbone, melengkapi dua merk sebelumnya yakni kopi Curug Orok dan The Eleven yang telah beredar di pasaran.
"Kami akan terus berinovasi menghasilkan kopi berkualitas dari Garut," kata dia.
Berdasarkan informasi di pasar kopi lokal Garut, harga kopi kuning dalam bentuk green bean dihargai Rp 95.000 per kilogram, lebih tinggi dibanding kopi arabika merah sekitar Rp 68-70 ribu per kilogram. Sedangkan dalam bentuk rose bean, harga kopi kuning Garut di kisaran Rp 250 ribu hingga Rp 400 ribu per kilo gram.
Meskipun pesanan terus menunjukan peningkatan signifikan, namun masih terbatasnya produksi kopi kuning yang dihasilkan, menyebabkan peluang itu belum tergarap dengan optimal pelaku pasar dalam negeri.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Advertisement