Liputan6.com, Kebumen - Desa Seboro Kecamatan sadang terletak di sisi utara Kebumen, tepat di jantung Geopark Nasional Karangsambung-Karangbolong, Kebumen, Jawa Tengah. Tak aneh jika legenda dan mitologi nan mistis terus hidup, dituturkan turun-temurun.
Desa Seboro dikelilingi kawasan batu tua, berusia puluhan juta tahun. Bentuknya pun unik. Beberapa indah dipandang, lainnya menggetarkan hati.
Orang jawa bilang, tiap benda membawa prabawa atau wibawanya masing-masing. Batuan-batuan lantai dasar samudera muasal pulau Jawa ini merupakan nuansa berbeda.
Advertisement
Baca Juga
Menjelajah Desa Seboro, orang akan merasa terlempar ke waktu jutaan tahun lampau, ketika cikal bakal Pulau Jawa baru saja menyeruak permukaan samudera.
Ada kisah menggoda soal salah satu situs batu purba berusia 80 tahun. Namanya, Watu Kelir.
Letaknya di Desa Seboro Kecamatan Sadang, atau sekitar delapan kilometer arah utara tempat kami bermalam di Museum Geologi BIKK LIPI, Karangsambong, Kebumen.
Di desa ini, berkembang cerita soal suara gamelan misterius dari Sungai Muncar. Di Sungai ini, ada situs (geosite) batu purba yang dinamai Watu Kelir. Di tempat yang sama, ada pula situs watu kenong nan mistis.
Dinamai Watu Kelir lantaran di tempat itu memang ada batuan tegak mendatar sepanjang puluhan meter. Bentuknya semacam kelir dalam pertunjukan wayang. Uniknya, berimpitan dengan Watu Kelir, ada batu-batu bulat yang mirip kenong atau perangkat gamelan.
Kelir, juga berarti pembatas atau tirai. Dalam cerita orang-orang kuno, Watu Kelir adalah batas duni fana dengan alam gaib.
"Ada Klotekan-klotekan (suara semacam pukulan perkusi), semacam gamelan," ucap Kasnan, seorang warga Seboro, beberapa waktu lalu, menceritakan kisah mistis Watu Kelir.
Penjelasan Ilmiah Situs Watu Kelir Kali Muncar
Menurut Kasnan, orang zaman dulu juga kerap mendengar kentongan dan bahkan, suara tangis manusia dari arah Watu Kelir. Watu Kelir, dari permukiman penduduk masa itu berjarak sekitar 500 meter.
Tetapi, saat ditanya soal ada kisah apa di balik gamelan dan tangisan itu, Kasnan memilih bungkam.
"Yang masih mendengar (tahu) sudah meninggal. Itu Zaman dulu. Kalau sekarang sudah tidak lagi," ucap Kasnan, berkilah.
Bungkamnya Kasnan tak mengherankan. Sehari sebelumnya, kami juga sempat mewawancarai seorang warga yang rumahnya hanya selemparan batu dari situs batuan purba lainnya, Watu Tumpang. Sama dengan Kasnan, warga itu juga diam seribu bahasa.
Kami pun maklum. Barangkali itu lah cara masyarakat lokal menjaga kepercayaan atau adat istiadatnya. Layaknya masyarakat Jawa lainnya, mungkin, di tempat itu, hanya orang-orang tertentu yang berhak menceritakan kisah itu.
Kepala Balai Informasi dan Konservasi Kebumian (BIKK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Karangsambung, Edi Hidayat mengatakan, Situs Watu Kelir terletak di Kali Muncar atau Sungai Muncar. Situs Watu Kelir terdiri dari batu rijang berwarna merah memanjang 100 meter dan lava basal berbentuk bantal di sebelahnya.
Batuan sedimen ini terbentuk di dasar samudra purba 80 juta tahun lampau. Batu ini memberi fakta kuat bahwa dahulu Karangsambung adalah dasar samudra yang terangkat oleh proses geologi.
Batuan sedimen berwarna merah memanjang sekitar 100 meter pada dinding Kali Muncar itu ibarat layar pertunjukan wayang kulit atau kelir dalam bahasa Jawa.
Advertisement
Kearifan Lokal Menjaga Alam
Warga setempat menamai situs ini Watu Kelir. Terlebih, di bagian atasnya terdapat batuan beku yang bentuknya mirip kenong dan gong (alat musik Jawa).
"Lava keluar di dalam air langsung membeku, akhirnya bentuknya pun bulat-bulat begitu," Edi menjelaskan.
Edi menduga, legenda Watu Kelir yang oleh masyarakat setempat diyakini kerap mengalunkan suara gamelan ini tumbuh lantaran bentuk batuan yang unik ini. Jika dilihat dari seberang sungai, Situs Watu Kelir mirip dengan layar berkembang yang sebelahnya ada seperangkat gamelan.
"Bagi kami tidak masalah ada mitos-mitos seperti itu. Mungkin itu kearifan lokal masyarakat zaman dulu agar situs ini tidak dirusak," ucapnya.
Edi menambahkan, di Cagar Alam Geolog Karangsambung seluas 22 ribu hektare itu, berbagai jenis batuan mulai dari yang berumur 60 juta tahun hingga 120 juta tahun bisa ditemui.
Kawasan cagar alam geologi seluas sekitar yang terbentang di Kabupaten Kebumen, Banjarnegara dan Wonsobo layaknya kotak hitam (Black box) bagi segala proses alam semesta.
Karenanya, ia meminta agar seluruh pihak menjaga cagar geologi ini. Sekarang dan masa depan, cagar geologi ini akan menjadi kamus abadi bagi perkembangan ilmu pengetahuan manusia.
Berita baiknya, kini cagar geologi Karangsambung telah naik status menjadi Geopark Nasional. Kenaikan status ini tentu akan membawa dampak positif, salah satunya perlindungan terhadap batuan yang menyimpan rahasia pembentukan bumi ini.
Saksikan video pilihan berikut ini: