Liputan6.com, Yogyakarta Banjir bandang masih menjadi momok bagi masyarakat. Ancaman bahayanya pun tidak kalah dari tsunami. Sayangnya, banyak orang yang masih berpikir banjir bandang adalah musibah yang tidak bisa dicegah.
"Ya itu, seharusnya masyarakat diberi pemahaman tentang banjir bandang yang bisa diminimalkan dampak kerugiannya," ujar Agus Maryono, pakar hidrologi UGM, Kamis (24/1/2019).
Ia memaparkan banjir bandang menerjang tiba-tiba, mirip dengan tsunami. Sekalipun bentuknya mirip, banjir bandang dan tsunami memiliki sifat yang berbeda. Banjir bandang memanjang sungai dan biasanya dipicu dari pegunungan, tsunami sifatnya memanjang pantai.
Advertisement
Baca Juga
Banjir bandang menyelinap, tiba-tiba datang, berlangsung cepat sekitar 20 sampai 60 menit, dan menghancurkan infrastruktur serta tak jarang memakan korban jiwa. Banjir ini juga membawa beragam material dari atas (pegunungan), seperti lumpur, pasir, batu, kayu, dan menerjang hilir secara dahsyat.
Meskipun datang tidak disangka, Agus mengatakan kerugian dari banjir bandang sebenarnya bisa diminimalkan. Potensi banjir bandang bisa dibaca lewat sejarah banjir di sebuah daerah.
"Jika sebuah daerah pernah dilanda banjir bandang, tidak menutup kemungkinan banjir bandang bisa kembali suatu waktu," tuturnya.
Ia menyebutkan, di Indonesia hampir semua wilayah rentan banjir bandang, terutama di kawasan pegunungan yang lapuk. Terlebih Indonesia dikelilingi 6.500 sungai besar dan sekitar setengah juta sungai sedang dan kecil.
"Banjir bandang sering terjadi di daerah tekuk lereng," ucap Agus.
Â
6 Penyebab Banjir Bandang
Agus memaparkan penyebab banjir bandang ada enam. Pertama, hujan ekstrem. Namun, tidak semua curah hujan tinggi bisa menyebabkan banjir bandang.
Ia mengkategorikan banjir ke dalam tiga jenis, banjir kecil, menengah, dan besar. Banjir besar tidak selalu bandang karena spesifikasi banjir bandang harus diikuti dengan adanya material yang terbawa.
Agus juga mencontohkan banjir di Sulawesi tidak tergolong banjir bandang, melainkan banjir besar karena cuaca ekstrem.
Kedua, tipologi daerah aliran sungai (DAS) spon. Artinya, daerah dengan hutan lebat dan terjaga belum tentu bebas dari banjir bandang jika memiliki DAS spon. Di daerah ini terlihat airnya terbendung, tapi ternyata mekanismenya terdiri dari sulur-sulur sungai kecil terbendung oleh kayu lapuk.
Pada suatu waktu, pelapukan itu bisa menjebol aliran lainnya, sehingga DAS yang semula membendung justru melepaskan air.
Penyebab banjir bandang lainnya, jebolnya pembendungan akibat sisa vegetasi dan longsor, bertemunya dua puncak banjir, jebolnya bendungan atau tanggul, dan kembalinya alur sungai sodetan ke alur semula.
Â
Advertisement
Cara Cegah Banjir Bandang
Agus berpendapat dampak kerusakan banjir bandang bisa diantisipasi. Misal, ketika terjadi hujan besar, BMKG harus memiliki Early Warning System (EWS) yang kuat. Ketika mengetahui akan ada hujan ekstrim, Waduk Sermo dikurangi debitnya terlebih dahulu.
Bisa pula lewat memanen air hujan. Ia mengampanyekan pembuatan telaga dan embung desa untuk menampung air hujan yang berlebih.
Agus menuturkan masyarakat juga harus tahu tipologi daerah tempat tinggalnya. Apabila mereka menempati kawasan DAS spon, perlu kegiatan susur sungai.
Susur sungai menjadi cara efektif karena masyarakat patroli menyusuri sungai untuk membersihkan kayu-kayu dan sampah di sekitar aliran sungai.
"Setiap kelurahan atau dusun yang pernah terjadi banjir bandang harus waspada, bisa juga dilihat dari tanda-tanda pembendungan kayu lapuk bekas longsor," kata Agus.
Â
Simak juga video pilihan berikut ini: