Liputan6.com, Kupang - Mimpi Angela Tekla Skolastika Mene (8), bocah penderita hidrosefalus untuk memiliki kursi roda akhirnya terwujud. Bocah lugu itu tersenyum saat menerima kado dari Gubernur NTT, Viktor Laiskodat. Sebuah kursi roda yang selama ini diimpikannya.
Bantuan dari Laiskodat itu diterima langsung ibu kandung Angela, Eryana Abuk Bere di kediaman mereka di RT 15 RW 04 Kelurahan Tuak Daun Merah Kecamatab Oebobo Kota Kupang, (Senin, 28/1/2019). Penyerahan kursi roda itu diwakili Kepala Dinas Sosial NTT, Willem Foni.
Advertisement
Baca Juga
“Ini merupakan bantuan kemanusiaan dan kepedulian bapak Gubernur atas penyakit yang diderita oleh Angela," ujar Willem.
Eryana, Ibu kandung Angela mengaku bahagia mendapat bantuan dari gubernur. “Terima kasih bapak gubernur," ujarnya.
Derita Angela
Perempuan cilik usia 8 tahun itu duduk pada sebuah kursi plastik berwarna hijau, bersandar dialasi sebuah bantal di belakangnya. Diapit ibu dan beberapa keluarga lainnya, dia sesekali tertawa dan mengulum jemarinya.
Dialah Angela Tekla Skolastika Mene (8) warga RT 15 RW 04, Kelurahan Tuak Daun Merah (TDM), Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, NTT. Ia menderita Hidrosefalus sejak usia setahun lebih. Berbeda dengan bocah seusianya, Angela hanya bisa mendekam saja dalam rumahnya.
Angela berusaha duduk dengan posisi normal. Namun apa daya, harapan dan usaha itu tak jua berhasil. Derita Hidrosefalus membuat ukuran kepalanya membesar dan susah bergerak, bahkan hanya untuk makan pun dia masih disuapi.
Kini, posisi duduknya seperti setengah berbaring dengan sebuah bantal di belakangnya, sementara tatapannya pun tak bisa tenang, dan terlihat kosong.
Mengenakan baju 'You Can See' berwarna biru pudar dipadu celana pendek berwarna putih yang juga pudar, Angela hanya bisa sesekali tertawa dan menirukan ucapan dari orang-orang sekelilingnya.
Penyakit yang diderita hampir tujuh tahun itu membuatnya tak bisa berjalan, tak sanggup menyuapi dirinya sendiri, dan tak mampu berbicara lancar layaknya anak-anak seusianya.
Kondisi Angela ini tidak bisa dibilang baik-baik saja. Karena penyakit ini, maka niatnya untuk bersembahyang di gereja pun tak bisa terwujudkan.
"Kami berharap Bapak Gubernur bisa bantu Angela. Bisa belikan kursi roda untuknya. Supaya bisa ke gereja," kata ibunya, Eriyana Abuk Bere (31) kepada Liputan6.com, Senin (21/1/2019).
Sebagaimana terlihat, cara duduk Angela yang tidak sempurna itu lantaran kaki dan tangannya yang kurus dan kaku.
Jika anak-anak seusianya dengan luwes menggerakkan tangannya tanpa ada hambatan berarti, maka hal itu tidak berlaku untuk Angela. Tangannya sedikit bengkok, begitupun kakinya, dan dia tidak bisa melipat persendiannya dengan luwes.
Untuk keseluruhan penampilannya, dari kaki, tangan, dada, hingga kepalanya, ada satu ciri yang mencolok yakni kepalanya tumbuh dan berkembang hingga terlihat lebih besar dari kepala anak-anak seusianya.
Dengan tatapan kosong, ibunya, Eriyana, mengisahkan awal mula anaknya terkena penyakit Hidrosefalus. Ia menuturkan pernah terjadi benturan keras pada kepala anaknya itu. Dari caranya berbicara, juga tatapannya, seolah ada kejadian yang membuatnya sedih dan merasa bersalah.
"Awalnya terjadi benturan agak keras di kepalanya. Habis itu dia kejang-kejang. Dan mulai sakit pelan-pelan," ujar Eriyana sambil menangis.
Advertisement
Benturan Keras
Perempuan usia 31 tahun itu mengaku, penyakit anaknya itu tidak dibawa sejak lahir. Angela masih tumbuh normal selama setahun lebih, sampai terjadi musibah yang menyedihkan itu.
"Setelah itu, dia mulai panas tinggi. Dan cairan pada kepalanya mulai banyak," tuturnya.
Mengenai cairan pada kepala Angela, Eriyana mengatakan pada awalnya memang terasa lembek jika disentuh. Cairan itu membuat kepalanya terlihat membesar, menenggelamkan bola mata Angela sehingga terlihat mencekung. Dengan bertambahnya usia, cairan pada kepalanya mulai berkurang, namun kini malah mengeras.
Sambil memijit-mijit kepala anaknya, Eriyana mengatakan kondisi ini membuat mereka bimbang jika harus melakukan operasi. "Kalau dulu, karena cairan masih banyak, agak lembek kalau kita sentuh. Sekarang cairan sudah berkurang. Dan mengeras. Karena itu kami masih bimbang ketika ada orang datang dan tawarkan operasi," ungkapnya.
Sebagai seorang ibu, sebagaimana pula orangtua-orangtua lainnya, Eriyana dan keluarga lainnya tak tinggal diam melihat kondisi Angela.
"Kami kontrol ke rumah sakit. Rawat jalan, kalau rawat inap tidak. Tapi katanya harus rujuk ke rumah sakit di Jakarta," terangnya.
Usulan rujukan ini membuat Eriyana patah semangat. Ditambah lagi informasi simpang-siur yang mereka dapat dari orang-orang sekeliling.
"Kalau dulu sudah mau operasi. Tapi katanya tiap tahun harus ganti selang. Itu yang jadi kendala. Tiap tahun kita ganti selang uang dari mana? Kalau pakai selang, katanya lebih sengsara," kata Eriyana.
Kini mereka pasrah mengharapkan mujizat dari Tuhan. Seiring waktu, simpati dan kunjungan dari pihak-pihak lain pun mulai berdatangan.
"Kami dapat kunjungan dari Dinas Sosial dan suster-suster. Baru-baru ini ada kunjungan juga dari JPKP NTT," katanya.
Kunjungan bakti kasih ini merupakan sebuah aksi sosial yang dilaksanakan oleh jaringan untuk memberi dan membangun empati serta rasa solidaritas dalam mendukung upaya penyembuhan bocah penderita Hidrosefalus ini.
"Mereka datang, tanya mau operasi atau tidak. Tapi masih konsultasi, karena kami harus siapakan Kartu Keluarga dan kartu BPJS. Kalau mau operasi katanya di RS Siloam. Tapi mereka juga masih tanya dokter," ujarnya.
Sampai saat ini, mereka masih mengharapkan dukungan dari orang-orang, supaya Angela bisa terbebas dari penyakit ini.