Sukses

Fakta-Fakta di Sidang Meikarta soal Dugaan Aliran Uang Suap

Dalam sidang, Iwa ditanya jaksa terkait pengakuan saksi yang menyebut memberikan duit padanya. Namun, Iwa dengan tegas tetap membantah menerima.

Liputan6.com, Bandung Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Iwa Karniwa, membantah keterangan yang diberikan empat saksi dalam sidang kasus suap perizinan proyek Meikarta. Meski telah dikonfrontasi terkait keterangan para saksi tersebut, Iwa tetap membantahnya.

Dalam sidang ini, terdapat empat terdakwa, yakni Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, karyawan Lippo Group Henry Jasmen, dan dua konsultan Lippo Group, Fitradjaja Purnama dan Taryudi. Mereka disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (6/2/2019).

Dalam sidang, Iwa ditanya jaksa terkait pengakuan saksi yang menyebut memberikan duit padanya. Namun, Iwa dengan tegas tetap membantah menerima.

Jaksa bertanya, uang diserahkan ke staf Iwa. "Apakah Pak Iwa tidak pernah menerima?" tanya jaksa KPK. Iwa pun membantah.

"Soal banner sesuai keterangan di BAP?" tanya jaksa lagi. "Kami tidak meminta banner, mengasihkan contoh saja tidak. Hanya dapat informasi, tidak tahu dipasang di mana, nilainya berapa. Saya tidak meminta dibuatkan," jawab Iwa.

"Jadi, tidak mengakui semua pemberian?" tanya jaksa. "Tidak," jawab Iwa.

Majelis hakim pun akhirnya turut bicara soal penelusuran uang. Hakim tampak berang dengan Iwa yang membantah, meski keterangan saksi lain menyebut Iwa menerima uang.

"Dicatat ya. Ini sudah diberi sumpah semua. Kalau tidak benar akan dipertimbangkan dalam perkara putusan," ujar hakim.

Hakim lalu bertanya kepada para saksi. Salah satunya bertanya kepada Waras soal uang Rp500 juta yang diserahkan Hendry Lincoln ke anggota DPRD Bekasi Sulaeman, lalu dilanjutkan ke Waras.

"Pak Waras, sudah diserahkan yang Rp500 (juta)," kata hakim. Waras pun menjawab, uang tersebut sudah diberikan stafnya, lalu ke staf Iwa.

Kemudian pertanyaan ditujukan kembali pada Iwa soal pernyataan Waras itu. Namun, Iwa tetap berkukuh membantah menerima uang.

"Bagaimana Pak Iwa, tidak menerima?" kata hakim. "Tidak, Pak," jawab Iwa.

"Kalau banner itu siapa?," kata hakim lagi. "Saya tidak tahu," ujar Iwa.

"Masa banner tidak tahu," kata hakim. "Saya tidak meminta dan tidak memberikan contoh," kata Iwa.

Hakim lalu menanyakan kepada Waras soal banner. Waras menyebut sejak pemberian dari Sulaeman, uang itu untuk banner. Begitupun setelah menghubungi Iwa yang meminta langsung dibuatkan banner.

"Dari awal ngomong untuk banner uang dari Sulaeman," kata Waras.

"Ini bagaimana. Artinya setelah kroscek dikonfrontasi hasilnya seperti ini. Pak Iwa seperti itu Pak Waras seperti itu, yang mana yang benar. Tapi dari semuanya ini bilang untuk Pak Iwa," ujar hakim.

Hakim lalu menanyakan soal pertemuan di KM 72 antara Neneng Rahmi, Hendry Lincoln, Waras, Sulaeman dan Iwa. Pertemuan ini disebut-sebut awal mula terjadinya pemberian.

Dalam persidangan sebelumnya, Iwa menyebut pertemuan itu atas permintaan Waras yang menelepon Iwa. Namun justru sebelum konfrontasi, Waras menyebut pertemuan itu diawali atas ajakan Iwa setelah kembali dari Cirebon.

"Di kilometer 72, itu atas permintaan siapa? Yang telepon siapa?" tanya hakim kepada Waras.

"Pak Iwa kasih tahu saya dia pulang dari Cirebon," kata Waras.

Saat ditanyakan hal tersebut, Iwa menyebut justru dirinyalah yang diminta Waras.

"Saya diminta Pak Waras," ujar Iwa.

"Saya tidak mungkin minta, jabatan saya apa. Mohon maaf nih, masa saya merintahkan Sekda, tidak mungkin-lah," kata Waras menyela.

Hakim kembali lagi menanyakan soal penerimaan dari Neneng dan Hendry kepada Iwa. Namun, Iwa kembali membantah menerima baik uang maupun banner.

"Saya tidak meminta," kata Iwa.

"Terus yang minta siapa?" tanya hakim menegaskan.

"Kapasitas saya hanya menawarkan. Yang minta Pak Iwa," jawab Waras.

"Saya tetap tidak (meminta)," kata Iwa.

"Keterangannya ini berbeda, kalau ngaku ya rutan penuh. Terserah ini sudah seperti ini. Tetap keterangan Sulaeman, Neneng dan Hendry juga seperti itu alirannya kan ke Iwa. Yang penting seperti itu ya," kata Hakim.

Ditemui seusai persidangan, Iwa tak banyak bicara. Saat ditanya wartawan perihal penerimaan uang, Iwa hanya menjawab tidak sambil berjalan cepat. "Tidak," ujar Iwa.

2 dari 2 halaman

Terkait RDTR

Dalam sidang kali ini turut digali keterangan saksi soal pertemuan antara anggota dewan dengan Pemprov Jawa Barat terkait pengurusan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Dalam keterangannya, anggota DPRD Bekasi, Sulaeman menyebut pertemuan itu berawal dari permintaan Sekretaris Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bekasi, Hendry Lincoln kepadanya. Hendry datang kepada Sulaeman untuk minta dipertemukan dengan Waras Wasisto yang kebetulan satu partai dengan Sulaiman di PDIP.

Sulaeman lantas menghubungi Waras untuk melakukan pertemuan. Pertemuan antara Sulaeman, Waras, Hendry dan Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi pun terjadi di kilometer 39 tol Cipularang. Pertemuan itu terjadi dua pekan sebelum bertemu dengan Iwa di kilometer 72.

Namun, Sulaeman mengaku tak tahu isi pembicaraan tersebut karena tidak ikut dalam rapat.

Dua pekan kemudian, mereka bertemu dengan Iwa di kilometer 72. Sulaeman lagi-lagi menyatakan tak tahu isi pembicaraan lantaran saat itu dia dan Waras berada di luar dan yang melakukan pertemuan hanya Iwa, Neneng, dan Hendry.

Jaksa lalu menanyakan terkait adanya pemberian. Sulaeman mengaku tak tahu, tapi saat hendak pulang Iwa menyampaikan akan ada titipan dari Neneng Rahmi.

"Pada saat Neneng Rahmi dan Hendry pulang, Pak Iwa mengatakan 'ada titipan tuh nanti buat bikin banner'," ujar Sulaeman dalam keterangannya kepada jaksa.

Pertemuan dengan Iwa lalu berlanjut di Gedung Sate. Sulaeman turut hadir mendampingi Neneng dan Hendry bersama Waras. Namun, Sulamen lagi-lagi tak mengaku tak tahu isi pertemuan lantaran berada di luar ruangan bersama Waras.

Jaksa sempat menanyakan soal maksud pertemuan itu terkait RDTR Bekasi. Sulaeman awalnya berkelit tak tahu dan baru mengetahui setelah pertemuan di Gedung Sate.

"Ketika keluar, disampaikan (oleh Neneng) ini kaitan RDTR yang rekomendasi Gubernur," katanya.

Jaksa lalu menanyakan lagi soal pemberian dari Neneng. Sulaeman menyebut pemberian itu terjadi seminggu setelah pertemuan di Gedung Sate.

"Apakah disampaikan berapa besar permintaan?" tanya jaksa. "Tidak, cuma saat itu ada kode 'tiga' dari Pak Iwa yang didengar saya dan Pak Waras," jawab Sulaeman.

"Bagaimana kodenya?" tanya jaksa. "Itu nanti ada pemberian banner ke kita ya sekitar tiga. Nah, tiga itu enggak paham apa," kata Sulaeman.

Jaksa lantas membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Sulaeman. Dalam BAP tersebut, Sulaeman mengaku tiga yang dimaksud merupakan duit Rp3 miliar.

Usai dibacakan BAP tersebut, Sulaeman justru meralat BAP tersebut. Dia menyebut saat diperiksa penyidik, dia belum mengetahui tiga yang dimaksud itu apa.

"Izin saya ralat. Saat itu di penyidikan itu komunikasi saya dan Neneng. Saya bilang, 'Bu tegaskan lagi dengan Pak Waras betul tidak ada komitmen 3. Nah, sampai sekarang tidak tahu apakah 3 itu apa," ujar Sulaeman.

Jaksa lalu menpertanyakan pernyataan Sulaeman yang berbeda dengan BAP dengan mengaku tidak tahu 3 yang dimaksud ialah uang Rp3 miliar.

"Kenyataannya berapa? Ini di BAP Rp3 miliar? Bagaimana pernyataannya?" tanya jaksa. "Sampai sekarang tiga itu tidak tahu," jawab Sulaeman.

Majelis hakim Judijanto Hadilesmana kemudian memperdalam keterangan Sulaeman.

"Ini betul keterangan saudara? Keterangan saudara benar atau tidak?," tanya hakim. "Benar. Tapi saya tidak tahu tiga ini berapa," kata Sulaeman.

"Ini bagaimana di BAP, keterangan saudara nanti akan dikonfrontasi dengan saksi lain?" tanya hakim kembali. "Perkiraan kami Rp3 miliar. Karena ada pemberian uang sampai 3 kali," kata Sulaeman.