Liputan6.com, Aceh - Di Kampung Pande, Kecamatan Kutaraja, Kota Banda Aceh, pernah berdiri sebuah istana yang dikelilingi pemandangan alam memesona. Namun, agresi militer Belanda membuat kampung dan seluruh bangunan kerajaan rata dihantam meriam.
Belanda kemudian mengubah kawasan itu menjadi lokasi pembuangan sampah dan penampungan tinja. Belakangan, Kampung Pande masuk dalam kawasan proyek pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Baca Juga
Menurut literasi, pada 1201 Masehi, Kampung Pande didatangi 500 ulama dari Bagdad dipimpin Syeikh Abdurrauf Tuan Di Kandang. Sultan Johan Syah, cucu dari Putra Tuan Di Kandang, anak dari Syeikh Abdurrauf Al Bagdadi, kala itu mendirikan Kesultanan Aceh Darussalam.
Advertisement
Di kawasan Kampung Pande terdapat masjid dan istana pelantikan, dikenal dengan nama Istana Darul Makmur. Istana ini menjadi tempat memantau aktivitas para pedagang yang datang ke Kerajaan Aceh Darussalam.
"Pada agresi Belanda 1873 Istana Darul Makmur Kampung Pande dan seluruh kawasan Kutaraja sekarang dimeriam. Istana terbakar sedangkan ahli pandai besi dan emas di Kampung Pande menghilang," tutur Ketua Peubeudoh Sejarah Adat Budaya Aceh (Peusaba), Mawardi Usman, kepada Liputan6.com, Kamis malam (7/2/2019).
Proyek pembangunan IPAL dan PLTSa di kawasan Kampung Pande tentu saja menuai kecaman. Arkeolog Husaini Ibrahim menyebut proyek pembangunan IPAL di Kampung Pande merusak situs bersejarah.
Kawasan tersebut merupakan pusat awal berdirinya Kerajaan Aceh pada abad 12 silam. Itu dibuktikan dengan ditemukan sejumlah batu nisan tokoh masa lalu dan lainnya di lokasi proyek tahun 2017 yang dananya berasal dari APBN senilai Rp 107 miliar itu.
Nilai sejarah Kampung Pande diperkuat penelitian dan pemindaian georadar oleh Guru Besar ITB, Teuku Abdullah Sanny. Hasilnya, banyak peninggalan Kerajaan Aceh masa lalu di tempat itu.
Berbagai bukti Kampung Pande merupakan situs bersejarah terkubur di kedalaman 28,30 meter. Situs sejarah Kampong Pande diyakini terkubur akibat gempa tektonik berkekuatan besar.
Ada tiga kelompok kedalaman tempat situs Kampong Pande terkubur terdeteksi dengan georadar. Kedalaman 3,5 meter yang diyakini akibat gempa dan tsunami 2004 silam, kedalaman 12,15 meter, dan kedalaman 28,30 meter.
Pada Oktober 2017 lalu, Tim pemantau penggunaan dana alokasi khusus DPR RI sempat digadang-gadang akan mendatangi kawasan proyek IPAL. Di saat yang sama, seorang pewaris Kerajaan Aceh, Putri Mehran, menemui dan meminta Komisi X Bidang Budaya DPR RI mengirim surat ke Kemendikbud untuk menghentikan proyek IPAL.
"Tidak ada, tidak ada hasil. Paling disetop sementara," ketus Mawardi.
Â
Minta Dibangun Replika
Peubeudoh Sejarah Adat Budaya Aceh (Peusaba) mengusulkan, pemerintah membangun replika Istana Darul Makmur di Kampung Pande. Selain mempertegas eksistensi Istana Darul Makmur, juga sebagai obyek pariwisata.
Menurut Ketua Peusaba, Mawardi, replika istana kerajaan lazim ditemukan di luar negeri. Dia mencontohkan replika Istana Malaka di Malaysia.
"Pembangunan ini akan menggenjot pariwisata dan membangkitkan kesadaran sejarah Aceh pada generasi muda sekarang," kata Mawardi.
Para pemerhati sejarah turut merespon usulan pembangunan replika Istana Darul Makmur di Kampung Pande. Salah satunya Sailendra Wangsa mengatakan, wacana tersebut mesti didukung, karena Aceh sudah banyak kehilangan objek sejarah.
"Apabila wisatawan mancagera yang berkunjung ke Aceh menanyakan dimanakah letak dan bagaimana bentuk Istana Aceh terdahulu, maka akan susah untuk kita menjelaskannya. Dengan adanya replika Istana ini setidaknya akan membantu kita dalam mengupas sejarah di masa lalu," ujar Sailendra, dalam keterangan diterima Liputan6.com, Kamis (7/2/2019).
Â
Simak juga video pilihan berikut ini:
Advertisement