Liputan6.com, Pekanbaru- Berada di lembaga pemasyarakatan (Lapas) tak menjadi penghalang bagi dua narapidana kasus narkoba, RK dan PD, menjalankan bisnis haramnya. Memakai telepon genggam, keduanya mengendalikan peredaran 16 kilogram lebih sabu dan 17 ribu butir ekstasi dari Malaysia untuk disebar ke sejumlah wilayah.
Menurut Plt Kepala BNN Provinsi Riau Ajun Komisaris Besar Haldun, kedua napi itu berbeda jaringan. Napi RK mengendalikan peredaran empat kilogram sabu di Pekanbaru, sementara PD memantau penjemputan 12 kilogram lebih sabu dari Bengkalis untuk dibawa ke Jakarta.
"RK ini berada di salah satu Lapas di Pekanbaru, kalau PD berada di salah satu Lapas di Jakarta," terang Haldun di kantornya, Jalan Pepaya Pekanbaru, Jum'at (8/2/2019).
Advertisement
Haldun mengatakan, RK punya kaki tangan bernama Firmansyah dan Safri. Pada 25 Januari 2019, Firmansyah diperintahkan menjemput empat kilo sabu di Jalan Parit Indah Pekanbaru.
Baca Juga
Serpihan haram diletakkan oleh seseorang di sebuah tiang serta diberi tanda agar Firman mudah mengambil. Selanjutnya Firman membawanya bersama Syafri ke rumahnya di Perum Griya III, Jalan Pasir Putih, Kabupaten Kampar.
"Peletak sabu di tiang listrik tidak dikenali oleh Firman dan Syafri, keberadaannya masih dicari," ucap Haldun.
Penggerebekan di rumah Firman pada 26 Januari 2019, petugas tak hanya menyita sabu dimaksud tapi juga 263 pil ekstasi dan 380 gram ganja. Semua barang itu ditemukan di sepeda motor dan mobil milik Firman.
"Pengakuan kedua kurir ini mendapat upah Rp 10 juta per kilonya. Keduanya mengaku sudah dua kali menerima perintah dari RK," sebut Haldun.
Sementara untuk napi PD, tambah Haldun, dia punya kaki tangan bernama Siswanto. Pria keturunan Tionghoa ini mendapat perintah mengambil 13 kilo sabu di sebuah klenteng di Duri, Kabupaten Bengkalis, di mana penaruh tak dikenali Siswanto.
Tak hanya sabu, Siswanto juga mengambil tiga bungkus plastik berisi 17 ribu butir pil ekstasi. Dalam perjalanan ke Pekanbaru, Siswanto membuka satu kilogram sabu lalu dijualnya kepada pengedar di Duri.
"Jadi sabu yang terbawa di Pekanbaru 12 kilo, untuk ekstasi masih utuh," ucap Haldun.
Pernah Lolos di Bandara Jambi
Di Pekanbaru, Siswanto menyewa kamar di Hotel Grand Suka, Jalan Soekarno-Hatta Pekanbaru. Di sana, dia menunggu penjemput barang atas perintah PD bernama Firdaus dari Banjarbaru dan Debi dari Banjarmasin.
Petugas BNN yang mengendus akan adanya transaksi langsung menangkap Firman, Firdaus dan Debi, di lantai enam hotel tersebut pada 5 Februari 2018. Selain sabu dan ekstasi, turut disita mobil Avanza yang digunakan Firmansyah.
"Pengakuan Siswanto baru dua kali menerima order, upahnya Rp 40 juta, baik itu mengambil dalam jumlah besar dan kecil," terang Haldun.
Sementara Debi dan Firdaus, juga mengaku baru dua kali menjemput narkoba di Pekanbaru. Pertama kali keduanya membawa narkoba dari Pekanbaru lalu ke Jakarta dengan menaiki pesawat di Jambi.
"Naik pesawat dari Bandara Jambi setelah menempuh jalur darat dari Pekanbaru. Keduanya lolos dari pemeriksaan petugas bandara. Upahnya Rp 15 juta per kilo," terang Haldun.
Untuk para napi pengendali ini, Haldun menyebut sudah dikoordinasikan dengan Lapas di Jakarta dan Pekanbaru. Setelah berkas keduanya lengkap, BNN akan menjemputnya untuk disidangkan di Pekanbaru.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat 2 juncto Pasal 112 ayat 2 juncto pasal 111 ayat 1 dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukuman paling berat adalah pidana mati.
Advertisement