Liputan6.com, Bulukumba - Sejak zaman dulu Desa Ara, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan dikenal sebagai sentra aktivitas pembuatan perahu pinisi yang mendunia. Di Kampung Butta Panritalopi, julukan Desa Ara yang luasnya hanya 13,4 kilometer persegi ini terdapat sosok Muhannis Ara.
Setelah Sulawesi Selatan kehilangan sosok Muhammad Salim, penerjemah sekaligus penafsir Sureq Galigo, Muhannis Ara disebut-sebut sebagai satu-satunya penulis dan pencinta naskah kuno dan pelestari bahasa daerah suku Bugis Makassar. Apalagi Ara telah melahirkan karya novel berjudul Karruq Ri Bantilang Pinisi atau Tangisan di Gubuk Pinisi yang delapan tahun silam sempat menarik perhatian para pencinta sastra Indonesia.
Saat ditemui Liputan6.com, Muhannis Ara mengatakan, keseimbangan alam, bahasa, sastra dan kebudayaan lokal daerah wajib jadi perhatian pemimpin bangsa dan masyarakat luas secara umum di era teknologi dan informasi yang begitu pesat. Baginya, aset kekayaan Nusantara perlu dilestarikan.Â
Advertisement
"Untuk selamatkan aset kultural bangsa dengan bentang kekayaan alam nusantara kita ini dibutuhkan pelestari," kata Muhannis Ara.
Menurut Muhannis, bukan hanya bentang alam seperti gunung, hutan, sungai, laut dan pantai yang dapat rusak dan kondisinya kritis. Jika tidak dilestarikan dengan baik. Tapi bahasa daerah di nusantara juga bisa terancam punah. Termasuk bahasa daerah Bugis Makassar akibat pengaruh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat.
"Terancam dilupakannya budaya bahasa daerah atau etnis karena dipengaruhi oleh bahasa Melayu atau bahasa Indonesia. Kalau pun ada yang menggunakan itu tidak asli lagi karena sudah bercampur dan dipengaruhi oleh bahasa lainnya. Dan hal itu sama dengan pembuatan kapal pinisi yang sebagian perkakasnya sudah menggunakan mesin," kata Muhannis.
Kekhawatiran Muhannis yang juga budayawan Bugis Makassar sangat beralasan dengan kondisi saat ini. Karena bukan hanya menyangkut bahasa dan aksara saja. Namun di balik semua itu terdapat banyaknya kearifan lokal yang terkandung dalam bahasa dan aksara punya nilai peradaban indah dan menakjubkan. Termasuk narasi melestarikan alam.
Muhannis Ara yang juga Ketua Ikatan Guru Bahasa Jerman Indonesia (IGBJI) Cabang Bawakaraeng Sulawesi Selatan ini mengaku masih tetap menulis puisi dalam bahasa daerah dan bahasa Jerman. Termasuk menulis lirik lagu dalam bahasa konjo seperti "Maliang Ri Ara".
"Terakhir saya ke Jerman tahun 2011 ikuti seminar kebahasaan dan metodik serta Landeskunde di Universitas Gottingen. Dan sebelumnya saya memang pernah dapat Stipendium atau beasiswa dari Pemerintah Republik Federal Jerman untuk ikut Deutsefortbildungskurs di Goethe Institut Munchen Jerman," jelas instruktur Bahasa Jerman Goethe Institut Jakarta ini.
Sejumlah prestasi Muhannis Ara oleh ketekunannya dalam menulis dan mendalami kehidupan tradisional, sudah tak terbilang lagi. Ia pernah dianugerahi Celebes Award bidang kebudayaan dari Gubernur Sulawesi Selatan tahun 2005.
Â
Simak juga video pilihan berikut ini: