Liputan6.com, Denpasar - Jika ada penilaian bahwa pecandu narkoba adalah orang tak berguna, jelas itu tidak benar. Mereka adalah korban dari mata rantai peredaran gelap narkoba yang perlu digugah kembali untuk berkarya. Mereka juga bukan berarti tak memiliki harapan akan masa depan gemilang, meski pernah berkutat dengan barang haram.
Seperti yang dijumpai di kafe ini. Ya Hope Coffee namanya. Kafe dengan menu utama kopi itu terletak di bilangan Tukad Pakerisan, Panjer, Denpasar. Jika Anda berkunjung ke sini, sekilas tampak biasa saja. Tak ada yang menjadi ciri pembeda jika para pegawai di Hope Coffee adalah mantan pecandu narkoba yang telah lepas dari ketergantungannya.
Di Hope Coffee, mereka menata hidup yang lebih baik. Mereka mampu menyisihkan sebagian penghasilan menjadi pegawai di Hope Coffee untuk sekadar berbagi dengan orangtua mereka. Mereka yang tadinya dianggap sebagai beban, kini menjadi pemuda penuh harapan dengan ragam keterampilan.
Advertisement
Bahkan, mereka kini menjadi penyuluh bagi anak-anak yang mendekam di lapas anak di daerah Kabupaten Karangasem. Anak-anak muda yang kini telah berhasil menata hidupnya itu berbagi kisah kelam dengan anak-anak yang mendekam di dalam lapas.
Baca Juga
Tak hanya berbagi kisah, mereka juga siap berbagi ilmu keterampilan yang dimilikinya. Meracik kopi salah satu keterampilan mereka. Ya, bahasa keren yang biasa digunakan saat ini adalah barista.
Soal racikan dan rasa jangan ditanya, sebab mereka dilatih khusus oleh barista ternama yang didatangkan khusus oleh Hope Coffee. Hope Coffee didirikan oleh Andi Prawira. Ia merupakan pendiri Yayasan Generasi Bisa Indonesia (GERASA). Yayasan GERASA Bali merupakan yayasan yang bergerak khusus bagi para pecandu, ODHA, perempuan korban kekerasan dan perdagangan orang.
Andi berkisah, Hope Coffee didirikan pada 7 Juli 2017. Andi berkomitmen memutus mata rantai narkoba bagi mereka yang kecanduan dari hulu hingga hilir. Usai melakukan rehabilitasi di yayasan yang dibentuknya, Andi kemudian menyalurkan mereka ke berbagai lingkup pekerjaan yang dimodalinya sendiri.
Jika pun tak dimodalinya, Andi memberikan jalan kepada mereka untuk memiliki bekal ketrampilan. Seperti halnya keterampilan rias pengantin bagi eks perempuan penghuni rumah bordil di Sanur. Andi datangkan penata rias kenamaan di Jakarta. Mereka kini telah memiliki usaha mandiri lepas dari bayang masa lalunya.
“Jadi waktu itu saya bilang ke anak-anak, mau tidak urus warung kopi, kayaknya bagus kalau di depan yayasan kita buat. Waktu itu mereka setuju untuk mengurusnya. Saya tergerak mencarikan modal,” kata Andi kepada Liputan6.com, Rabu (20/2/2019).
Rumah Pembawa Perdamaian
Soal pemilihan nama, jelas Andi, hope bermakna harapan. Secara akronim, ia menyebut hope kepanjangan dari House of Peacemaker.
“Saya melihat anak muda itu bermasalah, apalagi kecanduan narkoba. Hope Coffee merupakan saluran kreativitas bagi mereka,” paparnya.
Tak hanya pegawainya yang merupakan pecandu, dalam waktu tertentu, Hope Coffee juga menyajikan live music yang diisi oleh narapidana narkoba yang mendekam di LP Kelas IIA Kerobokan Denpasar. Alhasil, Hope Coffee menjelma menjadi wadah atau tempat berkumpul berbagai komunitas anak muda.
Andi yang juga Founder Peacemaker Indonesia Society-Bali melanjutkan, Hope Coffee juga menjadi tempat untuk menyebarkan nilai-nilai perdamaian.
“Ini wadah bagi kami untuk menyirami anak-anak muda dengan nilai-nilai perdamaian. Sesuai dengan moto Peacemaker Indonesia Society-Bali, damai itu dimulai dari diri kita sendiri,” ujarnya.
Soal tindakan ‘gilanya’ yang rela merogoh kocek dalam membuat kafe untuk mempekerjakan mantan pecandu, Andi memiliki alasan luhur. Menurut dia, untuk generasi Indonesia yang lebih baik, tentu saja harus ada pengorbanan.
“Harus berani berkorban. Kadang diejek. Ini bukan bisnis semata. Ini untuk generasi kita yang lebih baik. Saya punya sedikit mimpi generasi kita menyongsong bonus demografi. Ada juga nanti saat itu sekelompok anak muda yang tak pintar dalam perkuliahan, tapi punya jiwa the peacemaker,” harapnya.
Advertisement