Sukses

Cuk, Misuh-Misuh Dapat Cuan

Pemilihan kata Cak Cuk ini didasari oleh kekhasan bahasa orang Surabaya, sehingga ketika orang melihat kaus Cak Cuk bisa langsung mengerti kalau oleh-oleh itu dari Surabaya.

Liputan6.com, Surabaya - Cak Cuk Kata Kata Kota Kita, begitu moto dari outlet Cak Cuk yang diprakarsai oleh Dwita Rusmika selaku pemilik outlet Cak Cuk Surabaya, yang berdiri sejak 10 November 2005.

Pria yang karib disapa Dwita ini menceritakan bahwa awal terbentuknya Cak Cuk ini didasari oleh hobinya yang suka jalan-jalan dan melihat kebiasaan orang Indonesia kalau berpergian, dan pulangnya selalu membawa oleh-oleh.

"Jadi pada tahun 2005 itu masih belum ada oleh-oleh alternatif berupa kaus, adanya cuma kuliner makanan saja. Jadi saya mempunyai ide untuk membuat sesuatu yang baru buat orang yang datang ke Surabaya, bisa membawa oleh-oleh alternatif berupa kaus dan merchandise," tuturnya saat berbincang santai dengan Liputan6.com di salah satu outlet Cak Cuk di Jalan Ahmad Yani Surabaya, Rabu, 20 Februari 2019.

Dia melanjutkan ceritanya bahwa pemilihan kata Cak Cuk ini didasari oleh kekhasan bahasa orang Surabaya, sehingga ketika orang melihat kaus Cak Cuk bisa langsung mengerti kalau oleh-oleh itu dari Surabaya.

"Cak Cuk atau Jancuk itu kalau istilah Suroboyoan itu sego jangan (nasi sayur) sudah biasa sehari-hari, kalau ngomong tidak ada Cuk itu serasa kurang, mirip sayur tanpa garam. Jadi kalimat Cak Cuk itu saya capture dan saya curahkan atau tuangkan ke desain kaus sebagai bentuk oleh-oleh yang khas Suroboyoan," kata Dwita.

Dia mengatakan, dari sesuatu yang khas Suroboyoan itu, saat masuk ke proses produksi kaus, Dwita ingin desain kausnya bisa selaras dengan ikon Surabaya, seperti misalnya yang pertama adalah Surabaya Kota Pahlawan, yang dijabarkan di dalam desain kaus itu berupa gambar Bung Karno, gambar Bung Tomo Bukan Che Guevara, dan gambar Tugu Pahlawan City of Heroes.

"Yang kedua, Surabaya kota makanan, jadi desain kausnya bergambar makanan atau tempat-tempat makan di Surabaya," ucapnya.

Dan yang ketiga adalah Surabaya kota Meso atau Misuh (memaki), misalnya seperti Misuhvolution (Dari bayi sampai tua sudah bisa meso, au - auk - antuk - ancuk - jancuk - mbokne ancuk). Jadi desain kaosnya bertuliskan kalimat meso-meso khas Suroboyoan, seperti Jancuk, Matamu Picek (Matamu Buta), Mak mu Kiper (Ibu mu penjaga gawang) dan lain sebagainya.

"Jadi kita ada real-nya, kita ada panduannya seperti itu, dan macam- macam desainnya disimpulkan sendiri-sendiri," ujar Dwita.

2 dari 2 halaman

Perjalanan Bisnis

Dwita menyampaikan bahwa bisnis kaus yang digelutinya ini sudah berjalan 14 tahun. Dwita mengisahkan, dulu waktu awal memulai bisnisnya, dia masih belum punya toko. "Dulu jualannya di pameran-pameran gitu, dan jualan di dalam mobil seperti toko berjalan dan Alhamdulillah sekarang sudah punya toko," tuturnya.

Dwita mengaku konsistensinya menjual kaus Cak Cuk ini walaupun di dalamnya juga ada cerita suka-duka, naik-turunnya bisnis kaus Cak Cuk. Beberapa bulan setelah berdirinya kaus Cak Cuk ini, bermunculan juga 10 kompetitor yang menjual produk yang hampir sama khas Suroboyoan.

"Namun mungkin karena kita yang lebih dulu dan yang paling awal membuat produk kaus khas Suroboyoan seperti ini, maka sekarang hanya tinggal dua kompetitor saja yang masih bertahan," katanya.

Dwita menjelaskan, produksi kaus Cak Cuk ini dibuat oleh industri rumahan. Awalnya, dia hanya beli kaus dan menyablonkan ke orang lain. Namun, setelah dua atau tiga tahun Cak Cuk berdiri, dia berpikir jika masih menggunakan sistem yang sama maka tidak bisa menekan ongkos produksi kaus.

"Akhirnya saya beli mesin jahit, beli macam-macam peralatan sablon dan saya mempekerjakan karyawan untuk bagian menjahit dan bagian menyablon. Sehingga kita sekarang sudah punya konveksi sendiri dan punya workshop sendiri," ucapnya.

Dwita menuturkan, outlet Cak Cuk saat ini sudah ada tujuh, tetapi hanya lima outlet milik sendiri, sedangkan dua outlet lainnya, di Bandara Juanda dan pusat oleh-oleh Pasar Genteng Surabaya, merupakan hasil kerja sama.

"Lima outlet Cak Cuk di Surabaya berada di Jalan Meyjen Sungkono, Jalan Golf seputar Gunung Sari, Jalan Ahmad Yani, Jalan Kedung Cowek dan Jalan Darmawangsa," katanya.

Selain menjual merchandise dan kaus yang harganya berkisar Rp 79 ribu serta jaket Rp 160 ribu, Cak Cuk juga mengembangkan bisnisnya dengan membuka sebuah cafe Cak Cuk yang lokasinya bersebelahan dengan outlet Cak Cuk di Jalan Ahmad Yani Surabaya.

"Harapannya, dengan adanya alternatif oleh-oleh berupa kaus Cak Cuk ini akan semakin diterima oleh warga, terutama oleh warga Surabaya. Dan juga bisa diterima oleh seluruh warga Indonesia, karena yang beli bukan hanya orang Surabaya, melainkan orang dari seluruh Indonesia yang datang ke Surabaya," Dwita menandaskan.