Sukses

Kasus Perusakan Rumah di Makassar Terkatung-Katung, Begini Keterangan Polisi dan Jaksa

Hingga saat ini penanganan kasus perusakan rumah warga di Makassar belum menemui titik terang akan dinyatakan rampung (P 21). Polda Sulsel dan Kejati Sulsel saling bantah.

Liputan6.com, Makassar Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) saling membantah terkait kasus dugaan pidana perusakan rumah secara bersama-sama yang dikabarkan terkatung-katung nyaris dua tahun.

Polda Sulsel pun angkat bicara membantah tudingan jika selama ini pihaknya dianggap sebagai biang penyebab terkatung-katungnya penanganan kasus perusakan rumah yang telah dilaporkan korbannya, Irawati Lauw, warga Jalan Buru, Kecamatan Wajo, Makassar sejak tahun 2017.

Salah satunya diduga tidak melampirkan bukti putusan praperadilan, sehingga berkas perkara para tersangka dalam kasus tersebut tidak dapat dinyatakan lengkap (P.21) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Semua bukti kita lampirkan dalam berkas perkara termasuk putusan praperadilan yang dimaksud," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Sulsel, Kombes Pol Indra Jaya via pesan singkat, Kamis (21/2/2019).

Terpisah, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fitriani melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Salahuddin mengatakan ada dua putusan praperadilan yang terkait dengan kasus perusakan rumah tersebut. Yakni putusan praperadilan yang menyatakan para buruh tak bisa dibebankan pidana dan putusan praperadilan yang menyatakan sahnya penetapan tersangka terhadap pemberi pekerjaan dan pemborong pekerjaan.

"Hanya satu bukti putusan praperadilan yang dilampirkan dalam berkas yakni putusan praperadilan yang menyatakan tidak dapat membebankan pidana pada buruh. Kalau putusan praperadilan satunya tak ada," kata Salahuddin saat ditemui di ruangan kerjanya, Kamis (21/2/2019).

Ia mengatakan hingga saat ini berkas perkara kedua tersangka masing-masing pemberi pekerjaan, Jemis Kontaria dan Edy Wardus sebagai pemborong pekerjaan belum dikembalikan penyidik Polda Sulsel setelah dipulangkan oleh JPU. Sebab belum terpenuhinya petunjuk yang diberikan oleh JPU untuk kelengkapan berkas perkara kedua tersangka.

"Sekarang berkas perkara tersangka perusakan rumah kan masih di Polda dan belum dikembalikan ke jaksa untuk kembali diteliti," jelas Salahuddin.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Kronologi Panjang Kasus Perusakan Rumah

Perkara dugaan perusakan rumah secara bersama-sama di Jalan Buruh Makassar, awalnya ditangani Polsek Wajo dengan menetapkan beberapa orang buruh yang dipekerjakan oleh Jemis Kontaria menjadi tersangka.

Usai ditetapkan tersangka, Jemis pun mencoba membela para buruhnya dengan melakukan upaya hukum praperadilan ke Pengadilan Negeri Makassar. Alhasil Hakim Tunggal, Cenning Budiana yang memimpin sidang praperadilan kala itu menerima upaya praperadilan. Perkara dugaan perusakan yang ditangani Polsek Wajo pun akhirnya berhenti.

Kemudian perkara kembali dilaporkan ke Polda Sulsel dan akhirnya menetapkan Jemis Kontaria selaku pemberi pekerjaan dan Edi Wardus Philander selaku pemborong pekerjaan sebagai tersangka. Namun belakangan dia tak terima status tersangkanya itu, sehingga kembali lagi melakukan praperadilan ke PN Makassar.

Alhasil sidang praperadilan yang dipimpin Hakim tunggal Basuki Wiyono menolak gugatan praperadilan yang diajukan Jemis dan Edi dan menyatakan status tersangkanya sah secara hukum dan memerintahkan agar proses penyidikannya segera dilanjutkan.

Meski demikian, penanganan kasus ini tak kunjung tuntas dan dinyatakan P 21. Korban dalam hal ini pelapor, Irawati Lauw melalui penasehat hukumnya, Jermias Rarsina mengaku tak tahu harus berbuat apa lagi, agar kasus perusakan terhadap rumah yang ia laporkan ke Polda Susel sejak tahun 2017 lalu, bisa segera mendapatkan kepastian hukum. Sekaligus agar para tersangka dapat segera diseret hingga meja hijau untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

"Kasus ini sangat jelas dan seluruh alat bukti sangat mendukung. Tapi sangat aneh hingga 2 tahun tak juga dapat dinyatakan rampung," kata Jermias di kediamannya di Jalan Buru, Kecamatan Wajo, Makassar.

Beberapa alat bukti yang dimaksud, beber Jermias, di antaranya bukti putusan praperadilan yang menyatakan keabsahan proses penyelidikan hingga penyidikan kemudian mengenai penetapan tersangka.

"Seluruh proses hingga prosedur penetapan tersangka telah sesuai dan dinyatakan sah oleh sidang praperadilan yang bernomor 32/Pid.Pra/2017/PN.Makassar tertanggal 4 Desember 2017. Jadi jelas kan alat buktinya," beber Jermias.

Tak hanya itu, bukti pembebanan pidana pada kedua tersangka dalam kasus perusakan rumah yang dilaporkan korban, juga telah didukung oleh putusan praperadilan lainnya. Yakni putusan praperadilan bernomor 15/pid.Pra/2016/PN.Makassar tertanggal 16 Agustus 2016.

Di mana dalam putusan tersebut menyatakan tegas jika para buruh yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polsek Wajo, tidak dapat dibebankan pidana karena mereka hanya menjalankan pekerjaan untuk memperoleh upah.

Sehingga berdasarkan putusan praperadilan tersebut, penyidik Polsek Wajo menghentikan proses penyidikan terhadap para buruh yang dimaksud.

"Putusan praperadilan ini juga kami lampirkan sebagai bukti dalam pelaporan awal dugaan perusakan rumah milik korban di tingkat Polda Sulsel," terang Jermias.

Sehingga d itangan penyidik Polda Sulsel, kasus dugaan perusakan rumah tersebut telah menjerat pemberi pekerjaan dan pemborong pekerjaan sebagai tersangka. Keduanya masing-masing Jemis Kontaria dan Edy Wardus Philander.

"Jadi semua alat bukti sangat kuat. Utamanya kedua putusan praperadilan yang kami lampirkan. Yang kami takut jangan sampai alat bukti ini tidak dilampirkan dalam berkas perkara sehingga berdampak pada kejelasan perkara atau berkas sulit untuk dinyatakan P.21," tutur Jermias.

Prasangka itu, diakui Jermias, bukannya tidak mendasar. Melainkan dengan melihat pertimbangan petunjuk jaksa yang menekankan kepada penyidik Polda Sulsel agar mendalami unsur 'vicariuos Liability' atau pertanggung jawaban pidana pengganti dalam perkara tersebut sebagai kelengkapan berkas perkara.

"Inilah yang menjadi petunjuk jaksa yang harus dipenuhi penyidik Polda Sulsel dan hingga saat ini belum dipenuhi. Padahal jika merujuk pada putusan praperadilan No.15/Pid.Pra/2016/PN.Makassar, tanggal 16 Agustus 2016, petunjuk yang dimaksud tidak perlu ada," ungkap Jermias.

Sejak korban melapor di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel sesuai Nomor Laporan Polisi :LPB/343/VIII/2017/SPKT tertanggal 8 Agustus 2017 tentang perusakan rumah secara bersama-sama, korban telah melengkapi barang bukti berupa surat putusan praperadilan No.15/Pid.Pra/2016/PN.Makassar, tanggal 16 Agustus 2016 dalam rangka pendukung proses penyelidikan.

Di mana inti dalam putusan praperadilan tersebut menghentikan penyidikan perkara terhadap buruh bangunan dengan alasan mereka menjalankan pekerjaan untuk mendapatkan upah, olehnya itu tidak dàpat dimintai pertanggung jawaban pidana kepada mereka sebagaimana tertuang dalam putusan praperadilan terdahulu.

Sehingga sejak awal penyelidikan perkara, penyidik Polda Sulsel telah mengantongi alat bukti putusan praperadilan tersebut yang dijadikan dasar bagi korban untuk kembali melapor ulang di Polda Sulsel terhadap pemberi pekerjaan, Jemis Kontaria dan pemborong pekerjaan Edy Wardus Philander, bukan lagi buruh bangunan.

"Di sinilah peran ahli hukum pidana untuk mendudukkan pertanggung jawaban pidana pemberi pekerjaan dan pemborong sebagai 'vicarous liability' dalam hubungannya dengan para buruh yang sudah nyata merusak rumah/bangunan, namun mereka tidak dapat dipidana," Jermias menandaskan.