Sukses

LRT Palembang Masih Sepi Peminat

Moda transportasi LRT Palembang ternyata masih sedikit peminat dan belum mampu mengurai kemacetan di Kota Palembang.

Liputan6.com, Palembang - Pembangunan Light Rail Transit atau LRT Palembang, di Sumatera Selatan (Sumsel) untuk mengurai kemacetan ternyata belum terlalu berdampak banyak. Bahkan fasilitas kereta api cepat ini masih belum diminati masyarakat Palembang.

Saat kepemimpinan Gubernur Sumsel Alex Noerdin, pembangunan LRT Palembang ini juga difungsikan untuk moda transportasi saat perhelatan Asian Games 2018.

Sayangnya, LRT pertama di Indonesia dengan jalur sepanjang 24 kilometer belum mengurangi kemacetan di Palembang. Ruas jalan protokol di Kota Palembang bahkan harus berkurang karena pembangunan tiang-tiang LRT.

Menurut Wijaya, salah satu warga Kelurahan Ilir Timur (IT) 2 Palembang, pembangunan LRT Palembang bahkan semakin memperparah kemacetan di Palembang. Bahkan dari kawasan Ilir ke Hulu membutuhkan waktu yang lebih lama dari sebelumnya.

Jarak tempuh dari 0 Kilometer di Bundaran Air Mancur (BAM) Masjid Agung menuju ke Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II palembang atau terminal transisi, masih bisa ditempuh jarak maksimal 2 jam dengan kendaraan.

“Keberadaan LRT Palembang juga diperparah dengan jam keberangkatan yang masih belum optimal. Jadi memang LRT Palembang belum terlalu dibutuhkan, apalagi tidak bisa mengurai kemacetan” katanya kepada Liputan6.com, Sabtu (23/2/2019).

Kurangnya minat moda transportasi berteknologi canggih ini juga diakui Alex Noerdin. Menurutnya, LRT Palembang memang sepi peminat, terlebih hanya ada satu rute.

Mantan Bupati Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) ini juga sudah turun ke masyarakat dan menanyakan tentang kepuasan adanya LRT Palembang.

“Ternyata banyak masyarakat yang belum menggunakannya, bahkan banyak yang belum tahu. Harus sosialisasi, rugi itu pasti. Kita sudah prediksi (LRT Palembang) pasti merugi,” ujarnya.

 

2 dari 2 halaman

LRT Merugi

Pemerintah daerah (Pemda) mempunyai kewajiban untuk mensubsidi transportasi ini, untuk memperkecil kerugian. Beberapa strategi yang ia sarankan yaitu 13 stasiun yang sudah beroperasional harus lebih dikomersilkan.

Lalu sebanyak 866 tiang LRT Palembang juga bisa jadi lahan iklan, serta target oriented development (TOD) di stasiun yang memungkinkan.

“Ini bisa memperkecil subsidi dan itu peran pemerintah. Sekarang bukan bagasi berbayar dan tiket pesawat mahal saja. Dampaknya juga even pasti berkurang, banyak hotel-hotel yang kurang (pelanggan),” katanya.

Farida, wisatawan asal Jakarta yang sering ke Palembang mengatakan, moda transportasi LRT Palembang memang sangat membantunya ke berbagai kawasan di Palembang. Namun jadwal keberangkatan sering tidak sesuai dengan jadwal kedatangan pesawatnya.

“Jadi harus menunggu dulu agar bisa naik LRT Palembang. Semoga saja jadwalnya bisa sesuai dengan jadwal operasional pesawat di Bandara SMB II Palembang,” ungkapnya.