Sukses

Akhir Penantian Panjang 51 Keluarga Korban Longsor Banjarnegara

Setahun lalu, longsor meluluhlantakkan permukiman warga Bantar, Banjarnegara. Sebanyak 55 keluarga terdampak

Liputan6.com, Banjarnegara - Setahun lalu, gerakan tanah atau longsor melanda Desa Bantar Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara, Jawa Tengah. Puluhan rumah luluh lantak dan tak lagi layak dihuni.

Longsor memang tak menyebabkan korban jiwa. Akan tetapi, daya rusaknya luar biasa. Sebanyak 55 keluarga terdampak langsung.

Badan Geologi menyatakan permukiman warga yang berada di lereng perbukitan itu tak lagi layak didiami. Warga pun lantas mengungsi, menumpang kepada saudara sedarah yang berada di tempat lebih aman atau satu keluarga baik hati.

Praktis sejak Januari 2018, ratusan jiwa korban longsor hidup seatap dengan keluarga lain. Mereka pun menyebar, sembari menanti kejelasan kapan akan menempati rumah baru.

Menumpang dalam jangka pendek barang kali biasa. Akan tetapi, mondok di rumah orang, hingga berbulan-bulan tentu menimbulkan rasa tak enak hati.

Namun, kesabaran para pengungsi longsor ini berbuah manis. Penantian panjang itu tampaknya bakal segera berakhir. Pemerintah mulai membangun hunian tetap atau rumah di lahan relokasi.

Kepala Desa Bantar, Eko Purwanto mengatakan 51 hunian dibangun di lahan relokasi untuk para korban yang kehilangan tempat tinggal akibat longsor. Pemerintah menggelontorkan total sebanyak Rp 2.04 miliar.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Progres Pembangunan Rumah Relokasi

“Ini untuk yang terdampak Jumlahnya 55 keluarga. Tapi yang tiga keluarga bertahan di tempat lama,” katanya, Senin, 25 Februari 2019.

Pembangunan menggunakan dana bansos Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah dan Pemkab Banjarnegara. Masing-masing, senilai Rp 10 juta per rumah dan Rp 30 juta per rumah.

Sebanyak 51 rumah itu didirikan di lahan seluas 7.200 meter persegi yang merupakan tanah bengkok atau tanah kas desa. Hal itu dilakukan agar pembangunan bisa secepatnya dilaksanakan. Pasalnya, para korban longsor sudah menunggu setahun lebih sejak longsor merusak rumah mereka.

“Sudah ada 14 unit dari 51 rumah yang direncanakan. Sementara yang sekarang digunakan dari Bansos (provinsi) Rp 10 juta masing-masing unit. Ada lagi rencana dari Pemkab, masing-masing Rp 30 juta per unit,” dia menerangkan.

Pekan ini, pelaksana proyek tengah membangun sebanyak 14 pondasi dan konstruksi rumah dan segera dilanjutkan pembangunan rumah lain. Pada Maret ditargetkan konstruksi sudah jadi dan akan dilanjutkan dengan pembangunan rumah permanen.

“Ini sementara ini, menghabiskan anggaran yang dari Bansos yang Rp 10 juta. Begitu itu selesai nanti ketemu sama dinasnya, menjelang selesai satu bulan, baru dimulai lagi,” dia menjelaskan.

3 dari 3 halaman

Target Selesai Rumah Relokasi Korban Longsor

Korban longsor pun, meski telah memperoleh rumah di lahan relokasi, tak berarti kehilangan lahan di permukiman lamanya. Tanah yang dilanda longsor itu menjadi hal milik perorangan korban longsor.

Lahan sekitar dua hektare yang terkena longsor akan digunakan sebagai lahan konservasi. Di tempat ini, akan ditanam tanaman keras.

“Tidak boleh digunakan lagi untuk permukiman atau bangunan lainnya,” ucap Eko.

Eko mengakui, dana pemerintah untuk membangun rumah korban longsor sangat terbatas. Karenanya, masyarakat akan menyempurnakan bangunan rumah itu secara swadaya.

Selanjutnya, pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum, seperti jalan, aliran listrik atau tempat ibadah, akan dikerjakan seiring selesainya pembangunan rumah.

“Menyusul. Nanti setelah pengerjaan rumahnya,” ujarnya.

Dia berharap pembangunan bisa selesai sebelum bulan Ramadan tiba. Dengan begitu, ketika fajar menyingsing di Hari Raya Idul Fitri 2019, keluarga korban longsor sudah tinggal bersama keluarganya masing-masing.