Liputan6.com, Garut - Belasan orang emak-emak kader binaan program CSR Pertamina Geothermal Energi (PGE) Unit Karaha Garut, Jawa Barat, nampak antusias mengikuti kelas motivasi dan penyuluhan keterampilan, yang diberikan Ketua Program PKBM An-Nur Ibun, Kabupaten Bandung, siang tadi.
Menggunakan pakain blezer warna hijau berbahan limbah kain sarung, Yanti Lidiati, peraih penghargaan bergengsi Pertamina untuk Local Hero kategori Berdikari itu.
Salah satu warga binaan sukses CSR PGE Kamojang ini, nampak telaten memberikan motivasi sekaligus keterampilan bagi peserta yang berasal dari desa di ring satu perusahaan PGE Karaha di daerah perbatasan Garut-Tasik tersebut.
Advertisement
“Kenapa ibu-ibu dari unit (PGE) Karaha yang dibawa ke sini, pasti ibu-ibu semua banyak kelebihan, ibu itu adalah orang terpilih dari unit binaan Karaha, berbahagialah, dan lakukan terbaik dengan karya,” ujarnya menyemangati peserta, di Ubun, Bandung, Rabu (27/2/2019).
Baca Juga
Dipimpin langsung Asmaul Husna atau Una, juru bicara PGE unit Karaha, para emak-emak produktif binaan CSR PGE unit Karaha ini, berasal dari perwakilan lima desa sekitar PGE unit Karaha seperti Desa Cinta, Cintamanik, Sukahurip, Kadipaten dan Dirgahayu.
Mereka akan mendapatkan pengalaman sekaligus ilmu baru, mengenai kuliner, fashion dan keterampilan tangan lainnya, terutama dari bahan bekas yang masih memiliki nilai tambah.
Menurut Yanti, kesuksesan dan kegagalan seseorang, tidak lepas dari pola fikir yang bersangkutan, sehingga dengan adanya pelatihan, diharapkan mampu membuat keputusan penting dalam hidupnya.
“Yang pertama adalah niatnya dulu mau gak berubah, itu kunci utama,” ujar dia bertanya kepada seluruh peserta, yang iikuti sejurus kemudian dengan ungkapan "Mauuu," dari seluruh peserta.
Dengan semangat itu, mereka diharapkan mampu membuat sebuah terobosan, untuk meningkatkan taraf hidupnya, termasuk para anggota kelompok. “Kedua jika sudah sukses jangan pelit sama ilmu yang kita miliki, semakin banyak ilmu kita yang transferkan, semakin banyak jaringan kita yang bisa digunakan,” ujarnya.
Yanti kemudian mencontohkan kesuksesan dirinya merintis pembuatan baju blezer, dari bahan limbah kain sarung yang masih memiliki nilai tambah. “Saya gak mau menjual di Ibun sebab gak bakal laku, tapi saya jual ke luar kota bahkan luar negeri, tapi tentu kualitasnya saya perbaiki dulu,” ujar dia bangga.
Walhasil, seluruh barang blezer hasil desain Yanti, nampak laris manis di pasaran, sehingga mampu mengubah taraf kesejahteraan para anggota PKBM An-NUR Ibun yang sebagian besar menggantungkan hidupnya dari berdagang tersebut.
“Ini kalau sudah bergerak dari (CSR PGE) Karaha, tapi masyarakatnya tetap tidak bergerak, nanti kalau gagal jangan salahkan Karaha, makanya apa persoannya kita bedah di sini,” ujar dia menerangkan.
Tak ayal, suntikan dana CSR yang sebelumnya disuntikan PGE Kamojang mampu mengubah dan meningkatkan taraf kesejahteraan dia, dan para anggotanya. "Saya gak bisa tiba-tiba minta ke Pertamina, tapi saya buktikan dulu kualitasnya," kata dia.
Ubah Paradigma
Menggunakan blezer salur hijau, fashion berbahan limbah yang Yanti kenakan, memang terlihat menawan, bahkan beberapa pengajar di Yayasan Pendidikan An-Nur Ibun, tempat selama ini ia menyalurkan ilmunya, mayoritas menggunakan setelan baju dari bahan limbah kain sarung yang masih memiliki nilai tambah itu.
"Saya kalau ke pameran-pameran pasti saya gunakan, agar pegunjung tertarik membeli produk saya," ujar dia berbagi tips agar percaya diri dengan produk yang dihasilkan peserta.
Yanti berharap, dengan adanya transfer ilmu, pengalaman dan motivasi yang ia berikan selama pelatihan, mampu menggerakan seluruh peserta dari Garut dan Tasik tersebut untuk mandiri. “Jangan banyak mikir, intinya mereka belum berani untuk up (muncul) saja,” kata dia.
Bahkan melimpahnya potensi alam seperti kerajinan makanan ringan khas daerah, kemudian sumber lainnya yang dimiliki para anggota kelompok peserta, bisa menjadi sumber utama dalam meningkatkan kesejahteraan mereka.
“Kendala utama mereka itu marketing, sulit jual, padahal potensinya besar,” ujar dia kembali mengingatkan.
Dengan kondisi itu, ia berharap pengalamannya selama ini, mampu memberikan semangat baru bagi mereka untuk berusaha. “Misal seperti yang di Subang (Binaan) nempel dulu kepada yang sudah sukses, nanti jika barangnya sudah laku kita lepaskan mereka agar mandiri,” ujarnya.
Juru Bicara PGE unit Karaha Asmaul Husna mengakui, salah satu kendala utama belum optimalnya potensi lokal warga binaan perusahaan, akibat masih terkuncinya pola fikir lama warga masyarakat setempat. “Paradigmanya harus diubah dulu, tanamkan sikap dan jiwa optimisme,” kata dia.
Saat ini potensi limbah lokal, termasuk sumber daya manusia warga sekitar area kerja termasuk melimpah. Hal itu, bisa menjadi syarat meningkatnya kesejahteraan masyarakat binaan sekitar perusahaan.
“Minimal apa-apa jangan beli, apalagi potensi alamnya melimpah, diolah, dikemas menarik nanti mereka bakal memiliki nilai tambah yang baik, ujarnya.
Advertisement
Potensi Melimpah Minim Inovasi
Pelaksanaan pelatihan pengolahan barang daur ulang, kemudian pengolahan kuliner dan keterampilan lainnya, cukup bermanfaat bagi peserta. Selama ini potensi yang dimiliki daerah sekitar unit kerja Karaha cukup melipah, namun kurang diapresiasi pasar akibat lemahnya inovasi.
“Buat kami jelas motivasi, seperti ada tenaga tambahan,” ujar Iis, salah satu peserta pelatihan dari desa Dirgahayu, Kabupaten Tasikmalaya.
Menurutnya, selama ini usaha kripik yang ia jalankan hanya bermodalkan keberanian, tanpa sentuhan inovasi terutama soal pengemasan dan rasa yang dihasilkan. “Paling selama ini kami hanya menyanggupi kebutuhan orang saat hajat saja,” ujar dia.
Iis mengklaim rasa kripik singkong yang ia hasilkan tidak beda jauh dari kripik yang beredar di pasaran saat ini, namun akibat tidak adanya sentuhan inovasi, produknya hanya dinikmati sekup masyarakat sekitar. “Apalagi nanti ada contoh pelatihan bagaimana cara pengemasan yang menarik,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Dinar. Emak-emak kader Desa Sukahurip, Kabupaten Garut ini, mengaku produk makanan lokal seperti Rangginang, opak, wajit cukup melimpah, namun ketiadaan sentuhan inovasi kemasan, menyebabkan produknya sulit diakses pasar. “Padahal soal rasa boleh diadu,” ujar dia bangga.
Ia mengaku senang menjadi salah satu bagian dari ibu kader yang mendapatkan pelatihan kali ini. Menurutnya, banyak informasi baru yang berhasil ia peroleh. “Saya akhirnya jadi punya gambaran, oh ternyata produk saya hanya kalah di soal kemasan,” ujar dia.
Ia berharap, setelah mengikuti pelatihan, pihak perusahaan bisa segera merealisasikan pelatihan lanjutan, untuk meningkatkan kualitas pengemasan produk. “Saya siap ajak anggota kelompok yang lainnya,” ujarnya menambahkan.
Fokus Pemberdayaan Ekonomi
Untuk tahap awal, pelatihan yang ditujukan bagi emak-emak binaan Karaha itu, difokuskan kepada pemberdayaan peningkatan ekonomi masyarakat. “Potensi di wilayah masing-masing kader itu sangat melimpah, tinggal kita berikan pemahanan untuk mengubah pola fikir,” ujar Asmaul Husna.
Dalam prakteknya, perusahaan sengaja mengambil dua orang peserta dari tiap desa, agar kemampuan mereka menjadi terasah dan terampil. “Karakter ibu-ibu desa itu, biasanya kalau sendiri takut, malu, makanya kami ambil tandem agar saling mengingatkan dan memotivasi,” papar dia.
Beberapa materi yang akan diberikan antara lain pengetahun kuliner, kemudian pengolahan limbah perca kain yang bisa diubah menjadi produk fashion, termasuk cara mengoptimalkan potensi lokal asal dari peserta yang hadir.
“Misal ada bambu bisa dibuat apa, limbah pinus, termasuk potensi sampah, baik organik maupun non organik,” ujarnya.
Una biasana dipanggil kalangan media di wilayah kerja unit Karaha, mengaku bangga dengan semangat yang ditujukan peserta, namun hal itu dianggap pepesan kosong jika setelahnya, tidak menunjukan perubahan.
“Makanya pulang dari sini saya ingin lihat komitmen tertulis dari mereka,” kata dia.
Dengan upaya itu, ia berharap para kader menjadi mandiri secara ekonomi, sekaligus mampu mentransfer dan mengamalkan pengalaman yang telah diperoleh dari pelatihan seharian tersebut.
“Jika seandainya nanti gagal bahkan tidak ada kegiatan sama sekali, saya akan laporkan juga ke para kadesnya,” ujarnya.
Menurutnya, pemberian dana CSR perusahaan memang terbatas, sehingga ia sengaja mengarahkan warga binaan untuk memiliki keterampilan terlebih dahulu, sebelum perusahaan memberikan suntikan modal bagi mereka.
“Kalau tidak bisa dioptimalkan desa itu, mohon maaf saya akan mencari desa lain, intinya yang kami berikan ingin ada kemajuan bagi mereka (peserta) dan masyarakatnya,” papar dia.
Advertisement
Tekad Perusahaan Ramah Lingkungan
Salah satu poin yan selalu dipegang Pertamina bagi masyarakat sekitar area kerja mereka adalah, komitmennya untuk menjaga kelestarian lingkungan alam sekitar atau ramah lingkungan (Acceptability).
Poin ini melengkapi empat poin lainnya yang menjadi perhatian perusahaan energi milik negera tersebut, yakni ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility), daya beli (affordibility), dan keberlanjutan (sustainability).
“Pertamina sebagai BUMN migas, telah move on dalam menjalankan bisnisnya baik di sektor hulu, pengolahan maupun hilir,” ujar Media Communication Manager, Arya Dwi Paramita, dalam rilis yang diterima Liputan6.com.
Untuk sektor Hulu, Pertamina telah ‘move on’ dengan metode dan teknologi pengeboran Enhanced Oil Recovery (EOR) yang tidak biasa, sehingga mampu meningkatkan produksi migas, meskipun lapangan migas sudah mature.
“Pada 2018 produksi minyak dan gas Pertamina dalam negeri tercatat mencapai 768 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD) atau 42 persen lebih tinggi dibandingkan realisasi produksi migas pada 2017 sebesar 542 MBOEPD,” ujarnya.
Di sektor pengolahan, Pertamina juga telah move on memulai sejarah baru dengan mengurangi ketergantungan energi fosil menuju green energy, dengan pengembangan green refinery.
“Di kilang Plaju, Sumatera Selatan Pertamina telah berhasil melakukan co processing RBDPO (minyak sawit) dengan Crude Oil,” ujarnya.
Bahkan dengan metode pengembangan program Refinery Development Master Plan (RDMP) dan Grass Root Refinery (GRR), perusahaan tengah konsep merealisasikan pembangunan kilang minyak dengan kapasitas hingga 2 juta barel per hari atau dua kali lipat dari kapasitas saat ini pada 2026 mendatang.
“Pertamina akan terus mengalirkan energi ke seluruh pelosok negeri, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote. Inilah perjuangan Pertamina untuk keadilan energi,” ujarnya.