Sukses

Kebakaran Lahan di Riau Berulang Tiap Tahun, Kenapa?

Kebakaran lagi dan kabut asap lagi. Begitulah kondisi Provinsi Riau dengan 10 kabupaten dan dua kota setiap tahun.

Liputan6.com, Dumai- Kebakaran lahan lagi, kabut asap lagi. Begitulah kondisi Provinsi Riau dengan 10 kabupaten dan dua kota setiap tahun, meski kabut asap tak separah tahun 2015 yang membuat pendidikan, penerbangan hingga perekonomian lumpuh.

Tahun ini, kebakaran lahan mulai terdeteksi di Kabupaten Rokan Hilir. Ratusan hektar terbakar mewarnai pekan-pekan awal tahun 2019 dan menyebar ke kabupaten lain, lalu sempat mereda hingga pergantian bulan.

Memasuki tengah pekan Februari, perhatian terpusat di Kota Dumai karena wilayah pelabuhan itu diselimuti kabut asap sehingga sampai pada level berbahaya. Asap itu bukan diproduksi Dumai, melainkan kiriman dari Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis. Dumai dan Rupat hanya berjarak 30 menit memakai kapal.

Rupat belum teratasi maksimal, kini mulai terjadi kebakaran lahan lagi di Pulau Meranti. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mendeteksi puluhan titik api di sana. Badan ahli cuaca itu menyebut kemarau segera datang sehingga potensi berpotensi memicu kebakaran lahan.

Namun apakah cuaca menjadi faktor utama atau peran manusia yang lebih besar?

Menurut Komandan Distrik Militer 0320 Dumai Letnal Kolonel Horas Sitinjak, peran terbesar terjadinya kebakaran lahan berada pada manusia. Cuaca juga berperan, tapi hanya satu persen saja karena dimanfaatkan membakar untuk membersihkan kebun.

"Hasil analisa kami di Satgas Karhutla, 99 persen itu ulah manusia, baik itu ada niat ataupun tidak," tegas Horas ditemui wartawan di Kota Dumai, Kamis 28 Februari 2019.

Horas menjelaskan, Dumai memang sempat diselimuti kabut asap dengan level pencemaran berbahaya. Asapnya disebut merupakan kiriman dari Pulau Rupat, meski tak ditampiknya ada kebakaran lahan juga di Dumai.

"Hasil monitoring kami bersama BPBD dan Polres, sejauh ini sudah 80 hektar terbakar. Kemungkinan bertambah karena masih ada titik api terpantau," katanya.

2 dari 3 halaman

Modus Pembakar

Selama ini, ada beberapa modus penyebab kebakaran terjadi. Di antaranya pemilik lahan menyuruh orang atau membakarnya sendiri, lalu meninggalkan bara api sehingga meluas ke lahan lainnya.

Sebagian besar tanah di Riau, terutama di daerah pesisir berstruktur gambut. Di Kota Dumai sendiri, sebagian besarnya gambut dan selalu kering ketika kemarau karena tidak adanya manajemen kanal yang baik.

"Gambut itu kering di permukaan, mudah terbakat. Cara mengatasinya adalah dipadamkan ketika pagi hari karena lebih dingin, kalau siang hingga petang itu sudah kering, ditambah lagi hembusan angin," sebut Horas.

Untuk mengatasi kebakaran di Dumai, ada 180 personel gabungan, baik itu dari Polri, TNI, Manggala Agni, ataupun dari BPBD setempat. Sebagian TNI di Dumai bahkan pernah dikirimkan ke Rupat untuk mengatasi kebakaran, lalu ditarik ke Dumai karena titik api juga tersebar di sana.

Pantauan Liputan6.com di beberapa lokasi kebakaran, pemadaman hanya dilakukan petugas gabungan meski lahan yang dipadamkan itu milik masyarakat. Beberapa warga hanya memantau dari pinggir jalan, sementara lainnya ada di rumah seolah tidak tahu ada lahan membara di lingkungannya.

Informasi digali, ada kecenderungan masyarakat takut melaporkan terjadinya kebakaran lahan di sekitarnya. Masyarakat takut dicurigai sebagai pembakar ataupun berurusan dengan polisi karena bakal dimintai keterangannya.

Tak ayal, kebakaran yang terjadi meluas sebelum informasi diterima petugas. Apalagi personel Babinsa TNI ataupun Bhabinkamtibmas yang selalu diperintahkan memonitor titik api terbatas jumlahnya.

3 dari 3 halaman

Para Pembakar Ditangkap

Terpisah, Kapolres Kota Dumai Ajun Komisaris Besar Restika Pardamean Nainggolan SIK menyebut kesadaran masyarakat menjaga lahan masih kurang. Hal ini dilihat dari dua kasus kebakaran yang ditangani pihaknya.

Meski demikian, Restika menyatakan tidak bosan-bosannya mensosialisasikan kepada masyarakat agar tidak membuka kebun dengan cara membakar, meski kebakaran lahan berulang tiap tahunnya.

"Polisi mengutamakan langkah preemtif dan preventif, kalau tertangkap tangan di lokasi ataupun setelah melakukan penyelidikan, dilakukan langkah refresif atau penegakan hukum," tegas mantan Kapolres Siak ini.

Terkait dua kasus yang ditangani saat ini, Restika menyebut ada empat tersangka ditangkap. Satu merupakan pemilik kebun berinisial S dan tukang kebun inisial MS, DB dan SE.

"Total lahan terbakar 14,5 hektar. Untuk tukang kebun, pemilik lahannya masih dalam penyelidikan," sebut Restika.

Menurut Restika, tersangka ditangkap dengan barang bukti berupa mancis, bekas kayu terbakar dan kotak tempat telur sebagai penyuluh api. Sebelum membakar, para tetangga membersihkan kebun lalu membuat gundukan.

"Sampah itu lalu dibakar kemudian menyebar ke lahan lainnya. Niat atau tidak niat membakar, penyidik menemukan bukti di lapangan," sebutnya.