Sukses

Menyusuri Kalimas Surabaya, Menyusuri Keindahan dan Kenangan

Rute perjalanan wisata perahu Kalimas dimulai dari Taman Prestasi Jalan Ketabangkali Surabaya, menuju ke arah barat ke Monumen Kapal Selam (Monkasel) yang berlokasi di Jalan Pemuda.

Liputan6.com, Surabaya - Kali Mas (Sungai Mas), atau yang sering dikenal dengan Kalimas, merupakan pecahan sungai Brantas yang berhulu di Kota Mojokerto, mengalir ke arah timur laut dan bermuara di Surabaya, menuju Selat Madura). Di beberapa tempat Kalimas menjadi batas alam Kabupaten Sidoarjo dengan Kabupaten Gresik.

Menyusuri Kalimas mirip dengan menyusuri peradaban Kota Surabaya, mulai dari zaman kerajaan, kolonial hingga milenial. Kalimas adalah salah satu sungai tertua sekaligus terbesar yang membelah Kota Surabaya.

Muara Kalimas merupakan pelabuhan tradisional Surabaya, yang telah digunakan sejak berabad-abad yang lalu. Pada masa lalu ia menjadi pintu gerbang menuju ibu kota Kerajaan Majapahit di Trowulan Mojokerto. Di sekitar sungai ini pernah terjadi pertempuran antara Raden Wijaya (Pendiri Majapahit) melawan pasukan Tartar (di bawah dinasti Mongol) pada abad ke-13.

"Surabaya adalah kota tua, kota histori," tutur Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya, Antiek Sugiharti, di Taman Prestasi di Jalan Ketabangkali Surabaya, beberapa waktu lalu.

Pada mulanya sungai disebut Kali Surabaya (Soerabaia Rivier dalam bahasa Belanda) yang kemudian berubah menjadi Kalimas (Maas Rivier dalam bahasa Belanda) setelah diadakan perubahan bentuk alur sungai oleh Belanda pada tahun 1743 menjadi lurus hingga menuju laut. Sebelum tahun 1743, alur sungai berkelok-kelok khas sungai alami.

Semenjak penguasaan oleh VOC, Kalimas menjadi salah satu sarana transportasi air yang yang sangat ramai. Hilir mudik sampan dan perahu kecil mengangkut barang komoditas dan ikan-ikan hasil tangkapan nelayan dari pelabuhan Tanjung Perak diantarkan menuju daerah pedalaman kota, mulai dari Kembang Jepun (Daerah Pecinan di Surabaya) hingga ke daerah Kayun (sekarang menjadi lokasi Plaza Surabaya).

"Wisata Kalimas ini yang ingin kami kembangkan bersaman dengan teman-teman Asita (Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies) Jawa Timur," kata Antiek.

Wisata perahu Kalimas Surabaya sudah digagas oleh Pemkot Surabaya. Tiket masuk di wisata perahu Kalimas ini dipatok harga 4 ribu per orang. Destinasi ini mulai dibuka pada hari Senin sampai Jumat, pada jam 8 pagi sampai jam 3 sore.

Pada hari Sabtu dimulai dari jam 8 pagi sampai jam 1 siang, jam 6 malam sampai jam 9 malam. Sedangkan untuk hari Minggu, jam 7 pagi sampai jam 12 siang dan jam 6 malam sampai jam 9 malam.

 

2 dari 2 halaman

Rute Perahu Kalimas

Rute perjalanan wisata perahu Kalimas dimulai dari Taman Prestasi Jalan Ketabangkali Surabaya, menuju ke arah barat ke Monumen Kapal Selam (Monkasel) yang berlokasi di Jalan Pemuda. Selanjutnya perahu akan berputar balik melewati Taman Prestasi, menuju ke Siola yang berlokasi di Jalan Tunjungan. Dari Siola, perahu akan kembali menepi, kembali menuju Taman Prestasi.

Jarak tempuh keliling rute tersebut membutuhkan waktu kurang lebih sampai 20 menit. Pengunjung akan disuguhi pemandangan lampu lampion, bunga-bunga di taman, gedung-gedung besar yang memancarkan warna di malam hari serta Gedung Negara Grahadi tampak bagian belakang dengan struktur bangunan zaman era kolonial.

"Dulu di Kalimas memang kelihatan kotor, tapi sekarang buktinya di sekitar Kalimas sudah bersih, banyak bunganya, banyak lampu lampion. Surabaya dulu yang dianggap panas sekarang menjadi kota yang berbunga, indah, bersih, cantik," ucap Antiek.

Antiek menyampaikan bahwa rute wisata perahu Kalimas ini akan dikembangkan lagi hingga menuju ke Jembatan Merah Jalan Kembang Jepun Surabaya. Sekian itu, Pemkot Surabaya juga akan melakukan revitalisasi kota lama di daerah Surabaya Utara serta penataan daerah Kenjeran.

"Ini sebagai langkah-langkah berikutnya yang saat ini kita awali dengan teman-teman di mitra industri pariwisata," ujar Antiek.

Antiek menegaskan bahwa masing-masing wisatawan memiliki karakter yang berbeda-beda, kalau yang domestik ada yang wisata kuliner dan belanja. Kalau wisatawan mancanegara ada yang suka wisata belanja, kuliner tapi ada juga yang suka wisata histori seperti museum dan kota tua.

"Jadi masing-masing mempunyai karakter yang berbeda-beda. Salah satu yang kita tonjolkan sesuai dengan daerah yang diminati masyarakatnya dan akan kita kemas dalam paket-paket wisata bersama teman-teman Asita dan yang lain," ujarnya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini: