Liputan6.com, Malang - Muhammad Arifin dan beberapa warga Desa Sekarpuro, Kabupaten Malang, Jawa Timur, punya aktivitas terselubung sejak lebih dari empat bulan lalu. Mereka ‘berburu harta karun’ peninggalan zaman keemasan Majapahit yang terpendam di sekitar desa mereka.
Di desa itu juga baru saja ditemukan reruntuhan bangunan berbahan batu bata kuno era Majapahit. Lokasi penemuan masuk area proyek Jalan Tol Malang – Pandaan di kilometer 37. Dibumbui informasi tentang keberadaan berbagai harta benda di sekitarnya.
Alhasil perburuan gelap benda arkeologis itu tidak lagi diam–diam, bahkan semakin meluas sebulan terakhir ini. Tak hanya dilakukan Muhammad Arifin dan penduduk setempat. Warga luar pun mulai berdatangan dengan tujuan serupa, menjarah benda bernilai sejarah tinggi.
Advertisement
Baca Juga
"Kemarin di lokasi penemuan batu bata kuno itu ada orang bilang soal harta. Saya diam saja karena sudah pernah dapat," kata Muhammad Arifin di Malang, Minggu, 10 Maret 2019.
Ia dan beberapa rekannya sudah menemukan berbagai artefak sejak proyek jalan tol yang masuk wilayah desa mulai digarap. Temuan itu berupa perhiasan, koin kuno Tiongkok, pecahan gerabah dan keramik, potongan keris, bokor, kaca benggala dan lain sebagainya.
Karena itu pula, para penadah barang antik dari wilayah Malang maupun luar daerah ikut turun gelanggang ke desa ini. Menawar untuk membeli berbagai benda kuno hasil pencarian penduduk. Perhiasan temuan seseorang pernah dibeli senilai lebih dari Rp 20 juta.
"Ada juga tetangga saya menjual setumpuk koin kuno dan pecahan logam ke tukang loak seharga Rp 450 ribu," tutur Arifin.
Ia sendiri mengaku tak pernah menjual benda peninggalan zaman Majapahit itu. Misalnya temuannya sebutir perhiasan emas pernah dicek ke toko emas. Perhiasan seberat 4 gram berkadar emas 90 persen itu ditawar Rp 4 juta.
"Ke toko hanya ingin tahu, tetap saya simpan untuk koleksi. Selama ini tidak pernah ada yang saya jual," katanya.Â
Paranormal
Arifin dan tetangganya tak menemukan benda zaman Majapahit itu di area reruntuhan batu bata kuno. Melainkan sejauh 500 meter sisi utara dan selatan dari titik temuan puing bangunan bata kuno yang masih masuk area proyek pengerjaan Jalan Tol Malang – Pandaan.
Mereka mencari dengan menggali secara tradisional. Tak sedikit pula yang menggunakan pendekatan supranatural, dengan melibatkan paranormal. Juga berbekal informasi dari orang–orang terdahulu yang pernah menemukan benda di kawasan desa.
"Saya biasa berangkat malam hari dengan lebih dulu memetakan area yang akan digali," tutur Arifin.
Namun, tak jarang ia berangkat ketika hujan lebat telah reda. Beberapa kali ‘harta karun’ itu seolah muncul dengan sendirinya setelah tanah tergerus oleh air. Keberuntungan berpihak padanya, kerap menemukan koin di beberapa tempat terpisah.
"Kalau sesudah hujan biasanya tidak perlu repot menggali, bendanya sering tampak begitu saja," ucapnya.
Sebagian warga Sekarpuro sesungguhnya tak terkejut dengan keberadaan berbagai artefak itu. Para orang tua mereka dahulu sangat sering menemukan pecahan gerabah dan keramik maupun keping uang kuno Tiongkok di sawah, ladang dan tanah desa.
"Saat saya masih kecil, orang tua biasa menemukan koin kuno saat membajak sawah. Mereka biarkan saja, tak diambil," tutur Arifin.
Ia tak keberatan jika harus menyerahkan seluruh hasil buruannya itu ke Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur. Meski begitu tetap ada syaratnya, harus diganti dengan hadiah atau ganti rugi yang setimpal.
Simak video pilihan berikut:
Advertisement
Menggerus Jejak Majapahit
Peradaban di Desa Sekarpuro, Malang, diyakini sudah ada sejak abad 10–15 masehi. Sebuah desa kuno yang berdiri sejak masa Mataram Kuno Periode Jawa Timur hingga masa kejayaan Majapahit. Diperkirakan banyak artefak terpendam di tanah desa.
Pemukiman kuno Sekarpuro ini mendekat ke aliran Sungai Amprong. Desa ada di bawah Nagari Kabalan, vasal istimewa Majapahit dipimpin Kusumawardhani putri dari Hayam Wuruk. Kabalan dikenal sebagai salah satu sentra kerajinan emas.
"Pada masa itu, desa kuno Sekarpuro banyak dihuni oleh kelompok masyarakat kelas menengah ke atas Majapahit," kata Arkeolog Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono.
Ia menyayangkan proyek pembangunan Jalan Tol Malang–Pandaan tidak disertai dengan analisa dampak lingkungan, sosial dan budaya secara menyeluruh. Apalagi proyek ini melewati bekas desa–desa yang berdiri berabad-abad silam.
"Berpotensi menggerus peradaban tua beserta seluruh peninggalannya. Seharusnya sebelum menyiapkan proyek, ada pemetaan sosial budaya," kata Dwi.
Penanggungjawab dan pelaksana proyek jalan tol harus duduk bersama. Berkoordinasi dengan pihak pemerintah desa, BPCB Jawa Timur dan lainnya. Mengevaluasi proyek serta eskavasi pada temuan reruntuhan bangunan batu bata kuno.
"Ini harus segara diselamatkan. Jangan sampai proyek menghapus jejak peradaban masa lalu," kata Dwi.