Sukses

5 Cerita Serangan Balik Orangtua Murid kepada Oknum Guru yang Dinilai Ngawur

Ada banyak cerita orangtua murid yang tidak terima anaknya dihukum oleh gurunya di sekolah. ada yang melaporkan guru ke polisi dan ada pula yang langsung melabrak guru hingga menganiaya sang guru.

Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini publik dihebohkan karena orangtua salah seorang siswa SD di Banyuwangi melaporkan guru yang mendidik anaknya lantaran guru tersebut memotong rambut sang anak  hingga tak beraturan. 

Tidak hanya itu, beberapa hari sebelumnya orangtua siswa di NTT bahkan nekat membalas dengan cara memotong rambut sang guru karena tidak terima rambut anaknya dipotong.

Ada banyak tindakan tegas guru yang tidak bisa diterima oleh orangtua siswa, padahal sang guru memberi hukuman kepada siswanya itu agar ia menjadi anak yang disiplin dan mematuhi aturan sekolah.

Banyaknya kasus pelaporan orangtua murid ke Polisi atas tindakan tegas guru ke anak didiknya seolah membuat masyarakat menjadi latah.

Yang akhirnya menjadikan banyak orangtua siswa sedikit-sedikit melaporkan guru yang mendidik anaknya lantaran diberikan hukuman yang tegas. 

Liputan6.com merangkum cerita orangtua siswa yang tidak terima anaknya disanksi oleh guru

2 dari 6 halaman

Rambut Anaknya Dipotong Berantakan, Orangtua Laporkan Guru ke Polisi

Seorang guru di SDN 2 Patoman, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur, dilaporkan ke polisi pada Senin, 11 Maret 2019. Guru mata pelajaran olahraga itu dilaporkan belasan wali murid ke Polsek Rogojampi karena mencukur rambut murid secara tidak beraturan dan terlihat berantakan.

Peristiwa pencukuran murid-murid SDN 2 Patoman ini terjadi pada Jumat, 8 Maret 2019 sore, saat para murid sedang mengikuti ekstrakurikuler pencak silat. Tiba-tiba, rambut mereka dipotong tidak beraturan oleh guru silat atas perintah Arya, selaku penanggung jawab ekstrakurikuler tersebut.

"Kepala anak saya mengalami luka dan berdarah," kata Mustono, ayah NS, siswa yang rambutnya ikut dicukur.

Sekitar 20 murid yang mengikuti pencak silat saat itu langsung pulang. Malah ada yang pulang sambil menangis dan menutupi rambutnya. Mustono mengaku tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu. Dia menyebut rambut anaknya sudah sangat pendek sebelum dipotong seperti itu.

"Saya tidak terima, makanya saya ke sini untuk laporan," tegas Mustono.

Terpisah, Kepala Sekolah SDN 2 Patoman, M. Badir, mengaku tidak pernah memerintahkan Arya untuk memotong rambut siswa yang ikut ekstrakurikuler.

M. Badir menyebut bahwa dirinya memang sempat membicarakan persoalan rambut siswa yang modelnya kurang rapi kepada salah satu wali kelas pada Jumat pagi. Namun saat dia hanya meminta meminta wali kelas agar mengingatkan muridnya untuk merapikan potongan rambut.

Mengenai pemotongan rambut siswa yang mengikuti ekstrakurikuler pencak silat, menurut dia, yang memotong bukanlah Arya, karena saat itu Arya sedang kuliah.

Badir menyerahkan sanksi untuk Arya kepada pihak Dinas Pendidikan. Sebab, dirinya sudah melaporkan permasalahan ini ke Dinas pendidikan. Saat ini, Arya untuk sementara tidak lagi melakukan aktivitas mengajar.

Arya pun hingga saat ini hanya bisa bungkam dan memilih menghindar saat sejumlah wartawan berusaha mewawancarainya.

Kapolsek Rogojampi AKP Agung Setya Budi membenarkan adanya laporan dari wali murid yang anaknya dicukur. Wali murid yang datang melapor ada 15 sampai 20 orang. "Kami akan melakukan penyelidikan untuk laporan ini," ujarnya.

3 dari 6 halaman

Orangtua Siswa Potong Rambut Guru

Beberapa hari sebelum kasus orang tua murid melaporkan guru olahraga ke polisi di Banyuwangi heboh, ada orangtua siswa di Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur nekat mencukur rambut guru yang mendidik anaknya, kejadian itu terjadi pada Rabu, 27 Februari 2019 lalu. 

Orangtua murid itu adalah Arnoldus Raga (39), sementara guru yang rambutnya dipotong oleh orangtua siswa itu adalah Theresia Pramusrita Rolle (37).

"Kejadiannya pada hari Rabu (27/2/2019). Karena guru kelas 4B tidak mengajar sehingga saya menggantikan. Saya melihat beberapa anak laki-laki rambutnya panjang sehingga saya mengambil gunting dan memotong rambut mereka sedikit di bagian depan," tutur Pramurista Rolle kepada Liputan6.com, Jumat, 1 Maret 2019.

Pramusrita tidak mengira jika apa yang dilakukan terhadap siswanya itu ternyata ditentang oleh orangtua siswa. Saat sedang mengajar di ruangan kelas 3B, Jumat, 1 Maret 2019, tiba-tiba ia didatangi Arnoldus Raga, orangtua dari Armando salah seorang murid yang rambutnya dipotong beberapa hari sebelumnya.

Tanpa aba-aba, Arnoldus menarik rambut Pramusrita dan memotongnya menggunakan gunting yang dia bawa. “Saat ia datang posisi saya sedang duduk sambil mengajar. Dia menarik rambut saya ke belakang dan langsung mengambil gunting dan potong rambut saya," ujarnya.

Saat itu Pramusrita tak bisa berbiat banyak. Ia hanya bisa pasrah melihat rambutnya dipotong oleh Arnoldus, ia khawatir jika melawan akan semakin memperburuk keadaan 

"Saya hanya gunting sedikit saja  rambutnya di bagian depan. Anak ini sampai sekarang pun rambutnya masih sama belum dipangkas. Kami memangkas rambut anak murid untuk mengingatkan atau memberi tanda saja," terangnya.

Setelah kejadian itu, pihak sekolah langsung membawa Pramusrita ke Polres Sikka. Pihak sekolah melaporkan tindakan Arnoldus Raga sebagai sebuah tindakan kriminal yang harus dipidana.

"Ini untuk memberikan efek jera bagi setiap orang tua agar tidak melakukan hal-hal seperti ini. Sejak dulu semua anak murid yang dipotong rambutnya orang tua tidak marah karena memang ada peraturannya," ujar Erlin, guru yang mendampingi korban ke polisi. 

Kapolres Sikka, AKBP Rickson PM Situmorang membenarkan kejadian itu. Ia mengatakan, guru tersebut sudah membuat laporan polisi pada Jumat 1 Maret 2019.

"Guru itu melaporkan kasus dugaan tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan dan penghinaan," katanya.

Arnoldus mengaku khilaf dan meminta maaf atas perlakuannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Ia berharap agar kasus ini bisa diselesaikan secara adat dan kekeluargaan.

"Rambut anak saya kan baru saya gunting hari Selasa lalu, tetapi kata gurunya masih panjang. Makanya saya marah setelah diberitahu oleh anak saya. Saya  siap menerima konsekuensi dari perbuatan saya," Arnoldus memungkasi.

4 dari 6 halaman

Anaknya Dinasihati, Orangtua Siswa Tendang Guru

Sementara itu pada bulan Oktober 2018 lalu, puluhan guru SMA Negeri IV Penfui, Kota Kupang mendatangi Kantor Polsek Kelapa Lima untuk melaporkan kasus pemukulan yang dilakukan oleh orangtua murid bernama Matheos Tuflasa kepada guru bahasa Inggris, Makrina Bikan, di sekolah. 

Kepala SMA Negeri IV Kota Kupang, Agustinus Bire Logo, mengatakan kedatangan mereka ke kantor polisi  karena salah satu tenaga pengajarnya  ditendang oleh orang tua murid.

"Jadi salah satu staf guru saya ditendang di perutnya karena dinilai melakukan tindakan kekerasan terhadap anaknya. Padahal, sebenarnya adalah hanya menegur," kata dia kepada wartawan di Polsek Kelapa Lima, Kota Kupang, Kamis 18 Oktober 2018, dilansir Antara. 

Kejadiannya bermula ketika MT (17), anak dari pelaku menabrak guru Makrina, dan langsung pergi begitu saja tanpa meminta maaf. Korban kemudian mengejar anak itu dan bertanya alasan kenapa tidak meminta maaf. Namun, anak itu malah bersikap acuh tak acuh.

MT malah kemudian mengeluarkan kata makian kepada gurunya. Makrina pun memarahi MT. Siswa tersebut kemudian menelepon orangtuanya, dan tak lama pelaku datang dan langsung menyerobot masuk kelas serta menendang perut korban.

Melihat hal itu, para pelajar SMA tersebut langsung menyerbu pelaku, tetapi diselamatkan guru-guru lain dan dibawa masuk ke ruangan kepala sekolah.

Menurut Agustinus, perbuatan itu seharusnya tidak perlu terjadi di sekolah, karena sekolah adalah tempat belajar, dan kawasan sekolah adalah kawasan yang jauh dari hal-hal yang bersifat kekerasan.

Agustinus juga  mengatakan, nasib salah satu anak didiknya itu belum bisa ditentukan saat ini, karena masih dilakukan rapat bersama. "Mungkin besok baru kami tentukan. Dikeluarkan dari sekolah atau dipindahkan," ujar dia. 

Kapolsek Kelapa Lima AKP Didik Kurnianto mengatakan, untuk sementara pelaku diamankan oleh anggotanya di mapolsek setempat.

"Kami amankan dulu. Untuk proses penahanan belum kami lakukan, karena masih menunggu surat pengaduan dari pihak keluarga korban dari guru. Saat ini, suami korban masih berada di Belu jadi kami masih menunggu," kata dia lagi.

5 dari 6 halaman

Pukul Betis Siswanya Pakai Mistar, Guru SD Dilaporkan ke Polisi

Untuk kesekian kalinya, orang tua murid melaporkan guru yang mendidik anaknya ke kantor polisi karena dugaan penganiayaan. Kejadian ini terjadi beberapa waktu lalu di SD Negeri 1 Dua Pitue, Kelurahan Tanru Tedong, Kecamatan Dua Pitue, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. 

Guru  itu bernama Sahrati, sementara orang tua murid yang melaporkan guru tersebut ke kantor polisi adalah Niar. Niar tidak terima karena betis anaknya, UL, dipukul menggunakan kayu oleh Sahrati.

"Kejadiannya hari Selasa, 27 Februari 2108 lalu," kata Kasat Reskrim Polres Sidrap, AKP Anita Taherong, kepada Liputan6.com, Rabu, 14 Maret 2018.

Anita menceritakan, kala itu putri semata wayang Niar itu sedang bermain dengan teman-temannya, tapi tiba-tiba dua anak menangis karena terjatuh lantaran didorong UL.

"Ada dua anak menangis, gurunya (Sahrati) tanya kenapa menangis, anak itu mengaku kalau didorong oleh anaknya pelapor (Niar)," ucap Anita.

Sahrati kemudian memanggil UL. Anita mengatakan Sahrati lalu menanyakan pengakuan dua teman UL yang mengaku didorong hingga terjatuh. Sahrati kemudian mengangkat rok UL dan memukul betis anak didiknya itu menggunakan mistar kayu.

"Sempat ditanya kenapa melakukan hal tersebut dan akhirnya dipukul pakai kayu betisnya," ucap Anita.

Sepulang dari sekolah, UL kemudian melaporkan kepada ibunya bahwa betisnya telah dipukul gurunya. Tak terima, Niar kemudian melaporkan kejadian yang dialami anaknya ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sidrap.

"Iya melapor ke Unit PPA, ini sementara kita carikan solusi," ucap Anita.

Berbagai macam upaya agar persoalan ini tidak semakin berlarut-larut telah dilakukan oleh pihak kepolisian. Namun, upaya mediasi itu juga selalu saja menemui jalan buntu. "Kita sudah berusaha mediasi, tapi orangtua murid tidak mau terima," kata Anita.

Niar, orangtua UL, bahkan mengajukan berbagai macam persyaratan untuk dirinya mencabut laporannya di pihak kepolisian. Salah satunya adalah meminta agar Sahrati dimutasi dari tempatnya mengajar.

"Ya, salah satunya itu, dia mau cabut laporan kalau terlapor (Sahrati) dimutasi dari tempatnya mengajar. Terus terang itu di luar wewenang kita, pihak kepolisian. Yang bisa mutasi kan Dinas Pendidikan," ucap Anita.

Yang jelas saat ini, ucap Anita, pihaknya tengah berkomunikasi dengan Ikatan Guru Indonesai (IGI) Kabupaten Sidrap untuk mencarikan solusi agar persoalan ini dapat cepat terselesaikan. "Besok (Kamis, 15 Maret 2018) kita akan kembali bertemu dengan IGI Sidrap untuk mencari solusi," dia memungkasi.

6 dari 6 halaman

Cubit Siswinya Dua Kali, Guru SMA Wajo Dilaporkan ke Polisi

Seorang guru di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, dilaporkan ke Polres Wajo oleh orangtua dari salah seorang siswinya lantaran mencubit siswi tersebut. Bukan tanpa sebab sang guru mencubit siswi itu, karena sang siswi kedapatan asyik bermain telepon genggam saat kegiatan belajar berlangsung. 

Guru tersebut bernama Malayanti. Dia adalah guru mata pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 3 Kabupaten Wajo.

Malayanti mengungkapkan kejadian itu terjadi saat pihak sekolah melaksanakan seminar kewirausahaan pada Senin, 6 November 2017. Kegiatan tersebut diikuti siswa-siswi SMAN 3 Wajo, termasuk DAB, siswi yang melaporkan gurunya itu ke Polres Wajo. 

"Saya dapati dia di pojokan main handphone sama temannya saat kegiatan berlangsung," kata Malayanti, Kamis, 30 November 2017.

Tak hanya sekali, Malayanti telah menegur DAB berkali-kali, tapi dia tetap saja kembali bermain telepon genggam dan tidak memperhatikan pemateri saat seminar kewirausahaan berlangsung.

Tak tahan dengan kelakuan DAB, akhirnya sang guru menghampiri siswinya itu lalu mencubitnya sebanyak dua kali pada bagian lengan. DAB pun memberitahuna kepada orangtuanya bahwa ia dicubit oleh gurunya.

Alhasil orangtua DAB tidak terima dan melaporkan Malayanti ke Polres Wajo. Malayanti tidak menyangka dirinya dilaporkan ke polisi lantaran mencubit anak didiknya, padahal cibitan itu diniatkan untuk mendidik. 

"Saya sebagai guru mencubitnya untuk mendidik. Apalagi, siswi bersangkutan menggunakan handphone pada saat kegiatan sekolah berlangsung. Dan memang sekolah melarang murid membawa telepon genggam," terang Malayanti.

Usai menerima laporan tersebut, pihak Polres Wajo pun langsung memeriksa saksi-saksi, termasuk Nurmalayanti sebagai saksi terlapor. Kapolres Wajo, AKBP Noviana Tursanurrohmad pun mengaku bahwa selama proses penyelidikan pihaknya berupaya mendamaikan kedua belah pihak.

"Laporannya kita terima, masih proses lidik. Kita sedang berupaya mendamaikan kedua belah pihak," Kata Noviana kepada Liputan6.com, Kamis, 30 November 2017.

Sementara itu pihak sekolah langsung mengambil tindakan tegas usiai salah seorang tenaga pengajarnya dilapokan ke Polisi. DAB langsung dikeluarkan dari sekolah.

Kepala SMAN 3 Wajo mengatakan keputusan untuk mengeluarkan DAB yang merupakan siswi kelas X di SMAN 3 diambil setelah sekolah melakukan rapat tertutup.

"Keputusan itu diambil setelah rapat dengan pihak komite dan PGRI Wajo, dia kita kembalikan ke orangtuanya," kara Syarifuddin saat dikonfirmasi, Jumat, 1 Desember 2017 malam.

Usai dikeluarkan dari sekolah, DAB dan orangtuanya pun kembali ke Polres Wajo untuk mencabut laporan. Mereka menghindari masalah ini menjadi semakin runyam karena berhasil menjadi sorotan publik kala itu.

Saksikan video pilihan berikut ini: