Sukses

Pagi Semangat di Kampung Terapung Torosiaje, Pohuwato

Untuk datang ke pemukiman Desa Torosiaje ini, pelancong membutuhkan waktu kurang lebih 5 jam dari bandara Djalaludin Gorontalo dengan menempuh jalur darat.

Liputan6.com, Gorontalo - Selalu ada ucapan selamat pagi, juga semangat pagi. Tapi bagi warga Torosiaje, selamat pagi dan semangat pagi adalah menyatunya semangat dan kerukunan. Bagi masyarakat Provinsi Gorontalo mungkin tidak asing lagi dengan kampung yang satu ini. Pemukiman warga yang berada di atas laut ini memberikan warna tersendiri pada keragaman budaya Gorontalo. 

Kampung tersebut bernama Desa Torosiaje. Kampung yang berdiri di atas permukaan laut Teluk Tomini tepatnya di Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. Desa ini terdiri atas 2 dusun. Di desa ini terdapat perkampungan suku Bajo yang dibangun di atas air.

Selain itu di Torosiaje kita bisa menjumpai rumah panggung yang semuanya berbahan kayu. Setiap rumah terhubung dengan koridor yang menjadi jalan utama selebar 2 meter dan panjangnya 2,2 kilometer berpola huruf ”U”.

Namun uniknya, menyambangi dan berkeliling di sela-sela rumah di Torosiaje ibarat berpetualang dengan masuk ke gang-gang sempit permukiman di Jakarta dengan perahu. Untuk datang ke pemukiman Desa Torosiaje ini, pelancong bisa membutuhkan waktu kurang lebih 5 jam dari badara Djalaludin Gorontalo dengan menempuh jalur darat.

Selain trasportasi darat, untuk menyebrang ke Desa ini, pengunjung melanjutkan perjalaan dengan mengunakan perahu sewa harganya yang cukup terjangkau atau dengan 5 ribu rupiah untuk sekali jalan.

Sebagai suku yang tinggal diatas laut, mata pencaharian mereka pun melalui hasil laut atau sebagian besar mereka berfrofesi sebagai nelayan. Selain itu, untuk konsumsi setiap hari, mereka mulai dari perempuan, anak-anak hingga orang dewasa mencari hewan laut disekitar tempat mereka tinggal.

"Kami sebagian besar merupakan nelayan, karena hanya ini sumber peghidupan kami karena tidak mungkin kami bertani di lautan. Untuk wanita bisanya mencari ikan untuk di konsusmsi itu di sekitar rumah kami, sedangkan untuk laki-laki itu kami mencari ikan dilautan lepas dan hasilnya kami jual ke pasar," kata Canras.

Dari sumber sejarah yang diceritakan, kampung ini ditemukan oleh seorang yang bergelar haji yang artinya toro dalam bahasa Bajo adalah ’tanjung’ dan siaje merupakan julukan kepada seseorang yang bergelar haji (Si Haji).

"Jadi artinya Torosiaje adalah tanjung yang ditemukan oleh seorang pria bergelar haji dan dipanggil siaje, saat itu. Awal berdirinya Kampung Torosiaje hanya terdapat puluhan jiwa. Saat itu, hanya ada sekitar 34 jiwa di awal ditemukannya kampung ini. Lambat laun, jumlahnya makin banyak, bahkan hingga sebagian ada yang pindah ke daratan," kata Umar Pasandre, tokoh masyarakat setempat.

Pagi hari adalah saat bersemangat bagi warga kampung terapung Torosiaje.

Saksikan video pilihan berikut ini: