Sukses

Warga Pulau Wawonii Tak Saling Tegur Sapa karena Tambang

Bukan hanya tidak saling tegur sapa satu sama lain, kelompok warga yang mendukung adanya tambang bahkan seolah sedang perang dingin dengan kelompok warga yang menolak adanya tambang di daerah tersebut.

Liputan6.com, Konawe Kepulauan - Sejumlah warga di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara mengaku saat ini bahwa hubungan antarwarga di daerahnya tidak lagi harmonis. Ketidakharmonisan itu terjadi antara warga yang mendukung adanya tambang dengan warga yang menolak adanya tambang di pulau tersebut.

Bukan hanya tidak saling tegur sapa satu sama lain, kelompok warga yang mendukung adanya tambang bahkan seolah sedang perang dingin dengan kelompok warga yang menolak adanya tambang di daerah tersebut. 

"Kalau ada acara keluarga, yang pro-tambang dan yang anti-tambang di Wawonii akan kelihatan," ujar Abaruddin (48), salah seorang warga yang bermukim di Pulau Wawonii, Kamis, 14 Maret 2018.

Dia menjelaskan jika warga yang mendukung adanya tambang di daerah itu mengadakan hajatan, maka kelompok warga yang menolak adanya tambang sudah pasti tidak akan datang ke hajatan tersebut.

"Begitupun sebaliknya, entah itu pesta perkawinan atau hajatan lainnya, mereka kadang tak akan hadir atau saling bantu," tambah Abaruddin.

Senada dengan Abaruddin, Fatria (45), salah seorang ibu rumah tangga yang bermukim di Desa Roko-roko Raya, Kecamatan Wawonii Tenggara, mengaku jika warga yang tinggal di sekitar rumahnya bahkan saling gunjing lantaran berbeda paham persoalan tambang ini.

"Warga menolak masuknya tambang, di sana itu ada sekitar ratusan kepala keluarga petani dan semua menolak hadirnya tambang," ujar Fatria.

2 dari 3 halaman

Merusak Seenaknya

Warga pun semakin resah, bukan hanya karena ketidakharmonisan antarwarga. Mereka juga meresahkan dampak yang ditimbulkan karena tambang di Pulau Wawonii itu. 

Sedikitnya ada 15 izin usaha pertambangan aktif yang ada di Pulau Wawonii. Warga yakin jika nantiya tambang-tambang itu telah beroperasi, maka kondisi alam yang berada di pulau itu akan semakin rusak.

"Suami-suami kami tak bisa melaut lagi di sekitar pulau Wawonii bagian tenggara. Air di sekitar sana sudah kuning, kami harus keluar jauh agar dapat ikan," ujar Suharti, salah seorang ibu rumah tangga asal Wawonii, Kamis, 14 Maret 2019.

Usai menerima izin dari pemerintah, investor pun langsung melakukan eksplorasi di Pulau Wawonii. Warga pun semakin marah karena para pengusaha tambang itu menggunakan alat berat dan merusak kebun pala dan jambu mete milik warga.

"Kami ini petani, kami bisa kasih sekolah anak-anak kami dengan berkebun. Tak butuh tambang, kami punya motor dan mobil bukan karena tambang, tapi karena berkebun," ujar Almia, ibu-ibu lainnya.

Dari keterangan warga, di wilayah Wawonii Tenggara, ada sekitar 200 keluarga yang menggantungkan hidupnya dari bertani. Sebagian besar dari merkea menanam kelapa, jambu mete, pala, dan cengkeh di kebun mereka.

Untuk petani jambu mete saja, mereka sedikitnya bisa memanen 4 sampai 5 ton jambu mete setiap musim panen. Pada tahun 2018, ada sekitar 600 ton jambu mete kualitas terbaik yang dihasilkan di wilayah itu.

"Tahun 2017 ada 400 ton. Itu hanya mete, belum yang lain. Kami benar-benar tak butuh tambang. Sebab, kami sudah berkecukupan dengan bertani dan menjadi nelayan," ujar Rasyid, salah seorang warga Wawonii.

 

3 dari 3 halaman

Jaminkan Lehernya, Wagub Sultra Cabut Izin Tambang

Karena dirundung gelisah akan dampak yang terjadi akibat tambang itu, ribuan warga pun akhirnya kompak menggeruduk Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara pada Kamis, 14 Maret 2019. Mereka menuntut izin lokasi pertambangan di wilayah itu segera dicabut.

Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara, Lukman Abunawas langsung menemui ribuan demonstran yang mendatangi kantornya itu. Di depan warga, Lukman Abunawas menegaskan, akan mencabut sejumlah  izin usaha pertambangan yang beroperasi di wilayah itu.

Lukman memastikan bahwa pihak pemerintah tak mungkin akan menjual Pulau Wawonii kepada investor. Ia pun berjanji bahwa dirinya bersedia lehernya dipotong jika izin usaha pertambangan itu tidak dicabut.

"Saya yang memekarkan Pulau Wawonii menjadi kabupaten, tidak mungkin saya tidak bersama saudara-saudara saya. Kami bersama gubernur, pihak Dinas Pertambangan sudah bersepakat untuk mencabut IUP, jaminannya potong leher saya," ujarnya.

Sebelumnya, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi sudah menyatakan pembekuan sementara 15 izin usaha pertambangan di wilayah Wawonii. Menurutnya, pencabutan izin usaha pertambangan itu akan dilakukan secara permanen, tapi harus melalui proses dengan mengumpulkan semua unsur terkait.

"Kita cabut IUP di sana. Namun, hal ini jelas akan dibicarakan dulu, nah proses ini memakan waktu. Dan kami yakin bisa mencapai keputusan pada tahap itu," ujar Ali Mazi pada 11 Maret lalu.

Saksikan video pilihan menarik berikut: