Liputan6.com, Surabaya - Fenomena air laut terbelah menjadi dua warna terjadi di Selat Madura atau lebih tepatnya di bawah Jembatan Nasional Surabaya-Madura (Suramadu). Sontak fenomena alam ini membuat ramai warganet di jagad maya.
Humas Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) Faisal Yasir Arifin kepada Liputan6.com menuturkan, fenomena alam yang dikenal dengan nama halocline itu merupakan peristiwa biasa yang umum terjadi. Air laut terbelah lantaran pertemuan dua jenis massa air dari sisi timur dan barat Pulau Madura yang densitasnya berbeda suhu, kadar garam, dan kerapatan airnya sehingga tidak bisa menyatu.
"Itu fenomena biasa. Terjadi sejak hari Selasa kemarin. Seperti di Selat Gibraltar terjadi pertemuan air dari Laut Atlantik dan air dari Mediterania. Lama terjadinya bisa berhari-hari, bisa semalam saja. Tidak pasti. Tergantung arus lautnya," tutur Faisal, Rabu (20/3/2019).
Advertisement
Hal senada juga dijelaskan Kepala Bidang Informasi Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo. "Fenomena itu terjadi karena perbedaan densitas air laut yang ekstrem antara air laut di dekat garis pantai dengan air laut di daerah yang lebih dalam," kata Eko.
Sementara itu, Prakirawan BMKG Maritim, Arif Wiyono mengatakan, di lokasi terjadinya fenomena itu, di Jembatan Suramadu sisi Surabaya, memang ada muara sungai yang mengarah langsung ke laut.
"Saat air laut surut, air dari muara sungai dipompa menuju ke laut. Pertemuan arus keduanya membentuk buih-buih batas," ucap Arif.
Sedangkan pengajar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Eddy Setiadi Soedjono berpendapat bahwa fenomena air laut terbelah menjadi dua warna terjadi karena ada air tawar dan air asin (laut) yang tidak bisa tercampur.
"Jadi, karena saat ini curah hujan di Jawa Timur sedang tinggi, maka air tawar yang berasal dari curah hujan maupun dari air sungai ikut jadi tinggi. Air tawar ini lalu lalu mengalir ke laut," tutur Eddy.
Namun, saat air tawar mengalir ke laut ini, dua jenis air ini tak bisa tercampur. Padahal berat jenis kedua jenis air ini sebenarnya bedanya hanya tipis-tipis saja.
"Berat jenis air hanya 1 sedangkan air laut hanya satu koma sekian. Berbeda dengan besi yang berat jenisnya sekitar 7, atau air raksa sekitar  13. Saya tak tahu, rahasia Tuhan itu apa. Kok beda tipis saja susah tercampur," kata Eddy.
Eddy juga menjelaskan, fenomena semacam ini biasanya terjadi di pagi hari, saat temperatur air paling dingin. Sedangkan kalau sore hari, temperaturnya panas perbedaan warnanya tak terlalu tegas. Ditambah lagi, kondisi ombaknya yang kecil sehingga air tak tercampur.
"Yang biru itu air tawar, yang hitam itu air laut," ucap Eddy.
Menurut Eddy, fenomena semacam ini sebenarnya bukan terjadi di Selat Madura saja. Fenomena semacam ini juga pernah terjadi di tempat lain. Bahkan terjadi di tengah lautan sehingga dianggap lebih ajaib.
"Peristiwa ini di Selat Madura ini fenomena dunia juga sebenarnya, tapi lebih bisa dijelaskan dibandingkan yang di tengah laut," ujar Eddy.
Â
Simak juga video pilihan berikut ini: