Sukses

Manis Gurih Kecap Kuntji Garut yang Legendaris

Bagi masyarakat Garut, kecap Kuntji adalah pengecualian, meskipun serbuan kecap luar tak terbantahkan, namun kualitas rasa tak tergantikan.

Liputan6.com, Garut Bagi masyarakat Garut, Jawa Barat, kehadiran kecap cap Kuntji sejak 1960-an memang seakan menjadi bagian tak terpisahkan dari ragam kuliner yang dihasilkan masyarakat Kota Intan sejak lama.

Di rumah makan, gerobak roda mi baso, kupat tahu, mi ayam dan ragam kuliner lainnya, dengan mudah pasti ditemukan kecap cap Kuntji yang sudah melegenda di tanah Garut.

Entah bagaimana cerita selanjutnya, ada pameo bahwa dalam setiap penganan kuliner khas masyarakat Garut yang terkenal gurih, asam dan manis tersebut mesti menggunakan campuran kecap yang satu ini.

“Kalau yang saya tahu dari pelanggan, memang rasanya pas saja buat lidahnya orang Sunda, khususnya Garut,” ujar Said (74), salah seorang pegawai yang telah menemani perusahaan sejak pertama kali berdiri, saat ditemui di kediamannya, Kamis (28/3/2019) petang.

Said memang tahu betul bagaimana perusahaan yang dirintis di Jalan Guntur Nomor 107 Garut tersebut, mulai berdiri.

Bahkan, Said paham bagaimana akhirnya kecap Kuntji menjadi pemegang pasar kecap terbesar di wilayah Jawa Barat bagian selatan, khususnya Garut. “Kalau secara pasar (market) mungkin iya terbesar saat ini,” ujar dia bangga. 

Said mengatakan, cikal bakal perusahaan Tin-Tin berdiri memang berawal dari keuletan dan tangan dingin pasangan suami istri Lie Ma Pan dan Tan Soe Ing. Saat itu, sekitar tahun 1960, kedua pasangan itu mulai meracik kecap cap Kuntji secara tradisional.

“Tin-tin itu nama perusahaannya. Kalau produknya banyak, salah satunya paling terkenal ya Kuntji,” ujar dia.

Ramuan komposisi yang tepat menyebabkan campuran penyedap rasa dari bahan dasar kacang kedelai, gula, dan air ini langsung diterima masyarakat Garut saat itu.

“Sebenarnya tidak hanya dalam botol. Dulu ada yang curahnya juga, mereknya cap Angsa,” kata dia.

Saat itu, pembeli utama sekaligus pengecer tingkat bawah didominasi pedagang dari Banyuresmi yang sengaja membawa jeriken hanya untuk membeli kecap cap angsa keluaran Tin-Tin tersebut.

“Mungkin dikemas lagi (untuk dijual), tetapi dalam ukuran lebih kecil,” ujarnya.

Namun, seiring berjalannya waktu, pola penjualan kecap dalam bentuk curah mulai dikurangi perusahaan, hingga akhirnya fokus dalam kemasan botol berbagai ukuran hingga kini.

“Memang pangsa pasarnya (kecap keluaran Tin-tin) juga berbeda,” kata dia.

Jika kecap unggulan cap Kuntji lebih banyak melayani restoran, pedagang makanan atau kuliner dan rumahan. Lain halnya dengan tiga merek lainnya dikeluarkan Tin-Tin tersebut.  “Memang secara harga lebih murah,” kata dia menjelaskan.

Berkat keuletannya, kini pabrik Tin-Tin tidak hanya menghasilkan kecap unggulan cap Kuntji, tapi menelurkan kecap lain dengan merek dagang yang berbeda, sebut saja kecap cap Angsa, Hade, Selera, Sarasa, kecap Asin cap Haremis, hingga produk cuka makan dengan merek Cabe

 

 

2 dari 3 halaman

Penggemar Fanatik

Sejak pertama kali diproduksi tahun 1960, kecap Kuntji memang ditakdirkan seakan langsung berjodoh dengan lidah masyarakat Garut. Berbagai masakan yang dihasilkan tak afdal rasanya jika tanpa dibarengi kecap Kuntji.

Engkin, salah satu pedagang makanan olahan di wilayah Kecamatan Tarogong, Garut, mengaku jika ditambah kecap Kuntji, maka ada pengaruh rasa bagi makanan yang diolah.

“Rasanya pas saja, kalau pun ditambah tidak menjadi pahit bagi makanan, berbeda dengan kecap lain,” kata dia.

Meskipun produk kecap Tin-Tin cukup beragam, bagi dia penggunaan kecap Kuntji seolah memberikan jawaban atas rasa makanan olahan yang dihasilkan.

“Saya pakai kecap Kuntji sejak 1970-an dan masih pakai sampai sekarang,” ujar dia bangga atas kecap hasil olahan tangan terampil masyarakat Garut tersebut.

Hal senada disampaikan Parmin, pedagang mi ayam di bilangan jalan KH Mustofa Kamil, Jayaraga. Menurut dia, penggunaan kecap keluaran Tin-tin memberikan banyak pilihan bagi pembeli.

“Sebenarnya paling enak ya Kuntji, tetapi Selera juga juga enak,” ujar dia, sambil menujukan merek lain kecap keluaran Tin-tin tersebut.

Sejak memulai berjualan mi ayam pada 1994 silam, pedagang mi ayam asal Solo, Jawa Tengah itu, tampak setia menggunakan penyedap rasa kecap Selera.

“Buat pedagang seperti kami yang penting murah meriah, tetapi rasa tetap sama,” ujarnya sambil tersenyum.

Parmin mengakui harga satu botol kecap cap Kuntji terbilang mahal jika dibandingkan dengan kecap merek lainnya, meskipun dihasilkan dalam satu pabrikan.

“Saya dengar harga kecap kuntji sekarang Rp 16 sampai 17 ribu, kalau (kecap) Selera kan hanya Rp 9 ribu,” ujar dia menerangkan.

Namun meskipun demikian, kecap Selera yang ia gunakan, dijamin tidak mengurangi kenikmatan kudapan kuliner mi ayam asal Solo tersebut. “Saya pernah mencoba kecap lain, tetapi kurang diminati pembeli,” ujar dia.

Ia berharap, dengan semakin berkembangnya perusahaan Tin-Tin, kualitas produk kecap yang dihasilkan tidak berkurang. “Kalau masyarakat atau pembeli, asal kualitas tidak dikurangi pasti membeli terus,” ujarnya berharap.

3 dari 3 halaman

Ekspansi Perusahaan

Seiring berjalannya waktu, ragam produk kecap yang dihasilkan pabrik Tin-Tin pun tidak hanya dinikmati kalangan lokal Garut, tapi mulai merambah pangsa pasar domestik dalam negeri.

“Mungkin anak-anaknya (pemilik perusahaan) mulai dilibatkan dalam perusahaan, jadi pasarnya lebih luas,” kata Said.

Sebut saja beberapa kota di wilayah Jawa Tengah, mulai Wonosobo, Blitar, Jogjakarta sudah mulai merasakan manisnya kecap asal Kota Intan tersebut. “Ke wilayah Kalimantan, Bali, Banten juga sudah mulai masuk,” ujar Said.

Selain rasanya yang terbilang pas di lidah, harga kecap Kuntji pun terbilang terjangkau isi kantong para konsumen. “Tetapi memang permintaan dari luar kota juga terus meningkat dan banyak,” kata dia.

Kini pabrik kecap Tin-tin yang awalnya hanya sebuah usaha rumahan di bilangan Jalan Guntur, telah banyak berubah dengan berdirinya pabrik kecap Tin-Tin di wilayah Jalan Banyuresmi. “Mungkin pegawainya sudah ratusan,” kata dia.

Bahkan untuk menjawab dan melayani semakin meningkatnya permintaan, pihak perusahaan Tin-tin mulai menerapkan kerja berbasis teknologi dengan mengandalkan jasa mesin modern.

“Tetapi memang kalau soal mengolah kecap secara tradisonal tetap tidak akan ditinggalkan,” ujar Said.

Ia berharap dengan semakin besarnya perusahaan, kualitas seluruh produk merek kecap yang dihasilkan pabrik Tin-Tin, tetap terjaga untuk melayani konsumen setia selamanya. “Semoga bisa menjadi kebanggaan masyarakat Garut,” kata dia berharap.

Video Terkini