Liputan6.com, Pekanbaru - Pengobatan Inung Rio, harimau terjerat kawat baja di kawasan restorasi ekosistem Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau, terus dilakukan lima dokter hewan dan tiga paramedis. Luka cukup parah di kaki kiri depannya terus dibersihkan dan diberi obat agar tak membusuk.
Selain luka, petugas juga menemukan kelainan pada mulut harimau sumatera itu karena adanya biopsi jaringan atau hyperlasia mukosa. Dugaan sementara, itu merupakan jaringan tumor tapi belum bisa dipastikan ganas atau jinak.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Suharyono, perlu uji laboratorium dan sampel darah untuk memastikan jenis tumor di rahang itu.
"Sampel sudah dibawa ke laboratorium, masih menunggu hasilnya," kata Suharyono di Pekanbaru, Selasa (2/4/2019).
Suharyono menjelaskan, dilakukan ultrasonography atau dikenal USG serta diagnosa sementara pada tubuh si datuk belang. Hasilnya, petugas menemukan infeksi pada organ hepatika atau hati.
"Nanti dilakukan diagnosis lanjutan untuk memperkuat diagnosa sementara, dari sana akan diketahui penyebab serta cara pengobatannya," terang Suharyono.
Suharyono menyebutkan, perawatan Inung Rio sudah berjalan sepekan lebih sejak berada di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya, Sumatera Barat. Harimau itu sudah bisa berdiri mengelilingi kandang meski berjalan pincang.
"Kendala gerakan ada di kaki kiri depannya itu, memang sudah liar dan agresif," kata Suharyono.
Berharap Tidak Cacat
Suharyono menyebutkan, ada tiga luka laserasi atau robek mengitari kaki di atas tapak satwa bernama latin Panthera tigris sumatrae itu. Luka itu sudah memasuki stadium tiga dan telah membentuk nekrotik atau jaringan membusuk.
Luka harimau ini berdiameter sekitar empat sentimeter dengan kedalaman tiga sentimeter. Luka itu sebelumnya juga terdapat belatung dan dikerubungi lalat tapi sudah dibersihkan ketika Inung Rio dievakuasi pada Minggu, 25 Maret 2019 lalu.
"Harapannya bisa disembuhkan dan tak diamputasi karena tidak mengenai tulang. Harapannya tidak menimbulkan cacat karena akan berpengaruh kemampuan nantinya jika dilepasliarkan," imbuh Suharyono.
Selama masa karantina, harimau berbobot 90 kilogram lebih itu cukup lahap makan daging babi. Setiap hari ada beberapa kilogram daging diberikan dan selalu habis. Selain itu, dia juga minum air di kolam.
Hanya saja, Inung Rio pemilih dalam hal konsumsi air. Kebiasaan hidup di rawa gambut Pelalawan membuatnya tak begitu suka meminum air pegunungan dari Sumatera Barat.
"Sukanya air gambut, tak hanya minum tapi juga berendam dengan air itu. Makanya tim BBKSDA rutin mengambil air gambut dari Pelalawan" kata Suharyono.
Menurut Suharyono, harimau dari Riau biasanya hidup di daerah gambut. Sebut saja Bonita dan Atan Bintang yang terlebih dahulu dievakuasi ke Dharmasraya karena konflik dengan manusia.
"Selain suka air gambut, bentuk belang dan ukurannya harimau dari Riau juga lebih besar dibanding harimau yang hidup di pegunungan," Suharyono menandaskan.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement