Liputan6.com, Cirebon - Umumnya peran tim sukses sangat penting dalam upaya memenangkan momentum pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu), baik pemilihan presiden, pemilihan anggota legislatif, bahkan hanya setaraf pemilihan kepala desa atau pilkades.
Namun, di beberapa daerah, peran dukun juga dianggap penting dalam upaya memenangkan kontestasi pemilu. Seperti yang terjadi di Cirebon, para dukun berperan dalam memenangkan kontestasi Pilkades.
Advertisement
Baca Juga
Seperti umumnya proses Pilkada, calon kepala desa atau kuwu melakukan kampanye dan manuver politik untuk mengambil simpati warga.
"Itu sudah biasa dan dukun biasanya ada pada H-1 sebelum masa pencoblosan calon kepala desa," kata warga Desa Suranenggala Kabupaten Cirebon, Sadidin kepada Liputan6.com, Kamis (4/4/2019).
Dia mengatakan, momen Pilkades tersebut sudah mengakar bahkan menjadi tradisi. Para dukun dari masing-masing calon duduk di depan sesaji, dupa, dan api di kantor desa.
Di desanya, ritual tersebut oleh masyarakat setempat diberi nama Kiat Damar. Dalam ritual Damar, semua calon kuwu membakar kemenyan lengkap dengan sesajen yang disediakan di suatu ruangan.
Calon kuwu juga biasanya memiliki dukun pilihan sendiri untuk menggelar ritual tersebut. Ritual tersebut dilakukan tiap malam sebelum pemilihan.
"Hal itu juga bisa menjadi media gaib. Kuwu yang akan menang biasanya ditandai dengan nyala api yang lebih besar dibanding yang lain," ujar Sadidin.
Sejarah Pemilihan Kades di Cirebon
Pemilihan kepala desa di Cirebon tersebut bukan hanya sekadar proses pesta demokrasi di tingkat desa. Dari catatan yang didapat, pilkades diketahui berusia lebih tua dibandingkan pilpres yang ada di Amerika Serikat.
Sejarawan Cirebon Nurdin M Noor menyebutkan, Kuwu, asal kata dari bahasa Sansekerta dengan padanan kata dari Cakradara, berarti 'penguasa setingkat adipati'. Seperti Akuwu Tunggul Ametung di Singosari.
Nurdin menjelaskan, pemilihan kepala desa pertama di Cirebon dilakukan sejak tahun 1604 dengan model pemilihan One Man One Vote. Sementara pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 1774 dengan dipilih langsung oleh lembaga pemilihan umum.
"Jadi kalau ada yang bilang demokrasi kita meniru gaya Barat, saya kira keliru. Dari model pemilihan pemimpinnya saja lebih dulu kita di Indonesia, tepatnya Cirebon," ujar Nurdin.
Rata-rata para kuwu berkuasa selama belasan tahun, dipilih berdasarkan ilmu, akhlak, dan tanggung jawab. Pemilihan kuwu sebelum Belanda berkuasa diserahkan kepada masyarakat dan mendapat restu Sultan.
Kotak suara pada masa pemilihan kuwu berupa bumbung bambu. Setiap pemilih mendapat sebuah koin atau biting kayu yang dimasukkan ke dalam bumbung kuwu yang mengikuti pemilihan.
Calon kuwu dibungkus dengan kain berwarna tertentu sebagai lambang kuwu pilihannya. Saat Belanda berkuasa penuh, harus mendapat restu Belanda.
"Pada akhir abad 19 atau awal abad 20 kemungkinan kuwu mulai dipilih secara langsung, bebas, dan rahasia oleh masyarakat di kotak suara. Untuk kuwu yang sudah tidak menjabat disebut kuwu manten, berdasarkan kaidah bahasa Sunda," kata dia.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:Â
Advertisement