Sukses

Tersandung Kasus Meikarta, Bupati Neneng Kapok Jadi Pejabat

Dalam persidangan, Neneng mengaku menerima uang sebesar Rp 10 miliar.

Liputan6.com, Bandung Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin kembali menjalani sidang lanjutan kasus suap perizinan proyek Meikarta di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (10/4/2019). Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar terdakwa soal uang yang diterima.

Dalam persidangan, Neneng mengaku menerima uang sebesar Rp10 miliar. Namun, uang yang dijanjikan pada Neneng tadinya Rp20 miliar untuk pengurusan perizinan proyek Meikarta.

"Meikarta ini adalah brand dari Lippo. Saya tahu saat itu PT Lippo (Cikarang) meminta Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT)," kata Neneng

Menurut Neneng, permintaan IPPT itu datang dari Kepala Bidang Tata Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemkab Bekasi, EY Taufik. Saat itu, Lippo Cikarang meminta IPPT dengan luas 400 hektare. 

"EY Taufik datang dan bilang mau memberikan Rp20 miliar untuk 400 hektare. Saya bilang jalanin saja, Rp20 miliar itu untuk IPPT," ujarnya.

Bupati Neneng mengatakan saat itu EY Taufik juga sekaligus menyampaikan bahwa Kepala Divisi Land Acquisition and Permit PT Lippo Cikarang Edi Dwi Soesianto dan perwakilan Lippo lainnya, Satriadi ingin bertemu dengan Neneng. Ia pun memenuhi pertemuan tersebut.

"Saya bertemu dan Pak Edi Soes memohon IPPT. Saat itu tidak bicara uang. Saya bilang ya silakan saja diurus," ujar Neneng. 

"Ada bicara uang atau tidak? Menawarakan atau bagaimana?," tanya jaksa KPK. 

"Kalau bicara uang hanya dengan EY Taufik, yang menyampaiman Rp20 miliar juga beliau," ujar Neneng. 

Proses pengajuan IPPT pun dilakukan ke Dinas PTMPTSP Kabupaten Bekasi. Neneng mengaku tak tahu teknis permintaan Lippo seluas 400 hektare menjadi 143 hektare. 

"Saya tidak tahu prosesnya, karena itu teknis. Tidak tahunya sudah selesai, itu dilaporkan Carwinda," kata Neneng. 

Setelah IPPT tahap awal terbit, Neneng lantas bertemu kembali dengan EY Taufik. Dalam pertemuan itu Neneng menanyakan terkait janji Rp20 miliar dari Lippo.

"Ya karena memang EY Taufik yang bilang kenapa tidak," kata Neneng. 

Uang tersebut akhirnya terealisasi. Namun Bupati Neneng mengaku hanya Rp10 miliar saja yang diberikan Lippo kepada Neneng. Dia tak mengetahui mengapa realisasi uang tak sesuai dengan janji awal Rp20 miliar.

"Saya sebetulnya tidak tahu. Saya tidak bisa paksa, itu berjalan saja. Saya cuma terima Rp10 miliar itu. Penyerahannya bertahap," kata Neneng.

2 dari 3 halaman

Bertemu Petinggi Lippo

Jaksa lainnya kemudian menanyakan Neneng terkait pertemuan dengan petinggi Lippo, Billy Sindoro di Hotel Axia Cikarang.

"Janji Rp20 miliar dari Billy disampaikan di Hotel Axia?," tanya jaksa.

"Saya sudah terima Rp10 miliar. Pak Billy bilang, Bu saya mau kirim Rp10 miliar lagi dari EY Taufik," kata Neneng.

"Dalam fakta sidang sebelumnya Billy mengatakan melalui melalui jalur seperti sebelumnya, apa maksudnya?," kata jaksa.

"Dari Edi Soes, EY Taufik langsung ke saya," kata Neneng.

Namun uang Rp10 miliar itu menurut Neneng tidak kunjung diberikan. Sedangkan soal Rp10 miliar yang ia terima, Neneng mengaku uang tersebut dari Meikarta dan sudah dikembalikan saat tertangkap OTT KPK.

“Sudah saya kembalikan saat kena OTT. Saya belum pakai uang tersebut,” katanya.

Jaksa lainnya kemudian menanyakan Neneng terkait pertemuan dengan petinggi Lippo, Billy Sindoro di Hotel Axia Cikarang.

"Janji Rp20 miliar dari Billy disampaikan di Hotel Axia?," tanya jaksa.

"Saya sudah terima Rp10 miliar. Pak Billy bilang, Bu saya mau kirim Rp10 miliar lagi dari EY Taufik," kata Neneng.

"Dalam fakta sidang sebelumnya Billy mengatakan melalui melalui jalur seperti sebelumnya, apa maksudnya?," kata jaksa.

"Dari Edi Soes, EY Taufik langsung ke saya," kata Neneng.

Namun uang Rp10 miliar itu menurut Neneng tidak kunjung diberikan. Sedangkan soal Rp10 miliar yang ia terima, Neneng mengaku uang tersebut dari Meikarta dan sudah dikembalikan saat tertangkap OTT KPK.

“Sudah saya kembalikan saat kena OTT. Saya belum pakai uang tersebut,” katanya.

3 dari 3 halaman

Tak Mau Lagi Jadi Bupati

Dalam persidangan, terdakwa Neneng Hasanah Yasin mengakui perbuatannya di hadapan majelis hakim.

Pengakuan Neneng bermula ketika bupati muda dari Partai Golkar itu ditanya kuasa hukumnya dalam persidangan.

"Soal status bupati anda sudah mengundurkan diri?," tanya pengacara terdakwa.

"Saya sudah mengundurkan diri tapi SK (surat keputusan) dari Mendagri belum diterima," ujar Neneng.

Kuasa hukumnya kembali bertanya apakah karena terjerat kasus ini ia berniat kembali jadi bupati Bekasi. 

"Tidak ingin," ucap Neneng sambil meneteskan air mata.

"Jabatan politik?," tanya pengacara lagi.

"Tidak mau," ujar Neneng.

"Lalu, apakah saudara menyesali perbuatan," tanya pengacara pada Neneng.

"Sangat besar (penyesalan)," ucap Neneng.

"Lalu bagaimana saksi menghadapi tuntutan dan vonis?," kembali pengacara terdakwa bertanya.

"Intinya saya merasa bersalah," ujar mantan anggota DPRD Provinsi Jabar itu.

Seperti diketahui, dalam perkara ini Neneng Hasanah Yasin bersama empat anak buahnya duduk sebagai terdakwa. Mereka didakwa menerima suap sejumlah total Rp18 miliar. Penuntut umum KPK merinci, uang suap terdiri atas Rp 16.182.020.000 dan 270 ribu dolar Singapura.

 

Simak juga video pilihan berikut ini: