Sukses

Ketika Serdadu Tridatu Ubah Gaya Hidup Anak Muda Bali

Jika dulu senang dugem, kini anak muda Bali lebih senang ke stadion.

Liputan6.com, Denpasar - Hari masih sore, jarum jam menunjukkan pukul 16.00 WITA. Anak muda ini sudah nampak begitu rapi. Style-nya mencerminkan gaya anak muda kekinian yang hendak ke kelab malam. Ia nampak gelisah mondar-mandir ke dalam kamar lalu duduk di ruang tamu. Begitu jam menunjukkan pukul 18.00 WITA, ia sambar kunci motor lalu tancap gas menuju kawasan Legian, Kuta.

Ya, dia adalah Gede Abdi, pemuda 28 tahun yang tinggal di kawasan Sesetan, Denpasar. Hampir setiap pekan ia menghabiskan waktu di kelab malam. Biasanya, hingga dinihari ia asyik berjoget mengikuti irama house music yang berdentum keras. Kebiasaan itu ia lakukan bertahun-tahun. Namun mulai 2015, kebiasaannya berubah total.

Ia lebih banyak menghabiskan waktunya di stadion. Ya, Bali United mampu mengubah cara pandangnya tentang menghibur diri. Hampir setiap hari ia berjibaku dengan segala sesuatu yang berbau klub berjuluk Serdadu Tridatu itu. Jika akhir pekan datang, ia sibuk mempersiapkan keperluan yang dibutuhkan selama klub yang bermarkas di Stadion Kapten I Wayan Dipta Gianyar itu bertanding.

Bali United telah 'menyihirnya'. Gaya hidup Abdi berubah total. "Saya memang penggemar sepakbola. Tapi karena Bali tidak punya klub, saat itu saya mencari hiburan lain. Ya, hampir seperti sebagian anak muda di kota, nongkrong di Kuta dari satu kelab malam ke kelab malam lainnya seperti sudah menjadi rutinitas untuk menghibur diri," kata Abdi saat berbincang dengan Liputan6.com, Minggu 7 April 2019.

Tak dipungkirinya, Bali United mampu mengalihkan perhatiannya dari dunia gemerlap malam. Sejak memilih Bali sebagai markasnya, kala itu pula Abdi hampir tak pernah absen mendukung klub kesayangannya.

"Istilah saya, kalau dulu dengar house music, sekarang dengar ritme ketukan snare dan bass drum di stadion," ujar pemuda yang menghuni tribun selatan Stadion Kapten I Wayan Dipta Gianyar itu terkekeh.

Hal senada diungkapkan oleh Semeton Dewata lainnya, Arya Junia. Arya yang menghuni tribun selatan Stadion Kapten I Wayan Dipta Gianyar mengakui perubahan gaya hidup dirinya sebelum dan sesudah Bali United bermarkas di Pulau Dewata. Pria asal Kabupaten Gianyar itu mengaku Bali United mengobati rasa rindunya berjingkrak di stadion, setelah Persegi Gianyar dan Bali Devata vakum dari dunia persepakbolaan Indonesia.

"Yang jelas Bali United mengobati rasa rindu nonton di stadion. Dulu kan saya selalu dukung Persegi Gianyar. Setelah di-banned FIFA, saya sempat dukung Bali Devata. Setelah itu ya, hanya menjalankan aktivitas sehari-hari seperti bekerja, mancing, gitu sih," katanya.

Begitu runner-up Liga 1 2017/2018 bermarkas di Pulau Seribu Pura, Arya senang bukan main. Ia yang tadinya penghobi musik dan style punk mengubah gayanya menjadi ala suporter. "Perubahan gaya sih dari style punk ke suporter," sebut Arya yang tak pernah absen mendukung Irfan Bachdim dan kawan-kawan berlaga itu.

Runner-up Piala Presiden 2018 itu diakuinya membawa dampak positif terhadap ia dan rekan-rekannya. Sejak klub yang dibidani Tanuri bersaudara itu lahir, hampir saban hari waktunya dihabiskan untuk hal-hal positif terkait bola. Mulai berdiskusi dengan rekan sesama suporter hingga bermain futsal hampir setiap minggu.

"Ya, sama usaha juga di bidang penyablonan untuk merchandise Bali United. Lebih berwarna lah hidup sekarang. Ada hiburan, ada kegiatan ekonomi dan ada banyak teman-teman baru sejak ada Bali United," ucapnya.

Kendati begitu, baik Abdi maupun Arya sempat kecewa berat ketika kompetisi dihentikan kala klub kesayangannya baru seumur jagung. Ya, FIFA menjatuhkan sanksi kepada Indonesia. Kompetisi pun berhenti total. "Kalau kata kids zaman now, lagi sayang-sayangnya malah disanksi, sehingga kami gak ada hiburan lagi," kata Arya, diamini Abdi.

 

2 dari 2 halaman

Hiburan Rakyat

Beruntung, pemerintah menggagas turnamen Piala Presiden pada 2015 untuk mengisi kekosongan. Kala itu, Bali United berhasil masuk ke perempat final dan finish di posisi keempat. "Untungnya ada Piala Presiden, kami bisa nonton bola lagi," kata Arya.

Perubahan gaya hidup anak muda Bali dengan hadirnya Bali United disyukuri Chief Executive Officer (CEO) Bali United, Yabes Tanuri. Ia tak menyangka klubnya berhasil mengubah gaya hidup anak muda Bali ke arah yang lebih positif. Sejak awal, Yabes mengaku memang ingin menjadikan sepakbola sebagai salah satu hiburan alternatif masyarakat Bali. Ia bersyukur klubnya diterima dengan baik oleh publik dan membawa dampak positif.

"Kita sih tidak bilang begitu (Bali United mampu mengubah gaya hidup). Tapi kalau itu terjadi, tentu kita bersyukur karena kita mampu memberikan nilai positif kepada masyarakat. Niat kami sejak awal adalah menjadikan Bali United ini hiburan untuk masyarakat Pulau Dewata, karena sebetulnya kecintaan mereka terhadap sepakbola begitu tinggi, tapi tidak ada klub yang didukung," papar dia.

Dalam pengelolaan klub, Yabes tak menampik selalu melibatkan suporter sebagai elemen penting dalam pengambilan kebijakan. Komitmen itu dipegang teguhnya sejak awal klub ini didirikan.

"Kami upayakan kebijakan sekecil apapun selalu melibatkan suporter, karena mereka bagian penting dari klub ini yang tidak bisa dipisahkan begitu saja. Kontribusi positif mereka selalu kami pertimbangkan dalam setiap pengambilan keputusan," tutur Yabes.

Begitulah Bali United. Tak hanya sekadar menjadi hiburan alternatif bagi publik Pulau Seribu Pura, kehadirannya juga mampu mengubah gaya hidup anak muda Bali yang dahulu dekat dengan kehidupan malam menjadi lebih positif. Kini, mereka menyalurkan energinya di dalam stadion. Yel-yel diiringi harmoni ketukan sner dan bass drum mewarnai hidup mereka di setiap pekan.