Sukses

Menimbang Bibit, Bobot, dan Bebet Para Calon Pemimpin Negeri

Memilih pemimpin harus mengetahui bibitnya karena akan terlihat pendidikan di masa kecilnya, bobotnya karena akan terlihat karakter dan tabiatnya, serta bebetnya untuk melihat potensi penyalahgunaan wewenang.

Liputan6.com, Semarang - Mengulik bobot, bibit, dan bebet pasangan capres-cawapres untuk menjadi rujukan pemilih sangatlah mengasyikkan. Setidaknya tiga hal itu adalah pelajaran warisan dari tradisi Jawa. Pemilihan presiden tentu juga termasuk di dalamnya.

Selain kriteria bibit, bobot dan bebet yang sulit terpenuhi, ada pula sifat fleksibel, yaitu mulur dan mungkret. Mulur berarti meningkat kriterianya kalau sudah terpenuhi kriteria minimal. Sedangkan mungkret dimaknai kriteria yang disusutkan atau lebih rendah dari ekspektasi jika standar yang diterapkan sulit dipenuhi.

Dengan prinsip itu, maka diharapkan masyarakat bisa memilih yang terbaik dari yang terbaik atau bahkan yang terbaik dari yang terburuk.

Budayawan Semarang Djawahir Muhammad yang saat ini masih dalam tahap penyembuhan dari stroke menjelaskan bahwa makna bibit, bobot, dan bebet sering menentukan masa depan pasangan keluarga atau bahkan negeri. Menentukan negeri jika digunakan sebagai bahan monitoring dan evaluasi capres cawapres.

"Bibit berarti benih,biji, asal atau keturunan. Misalnya benih padi unggul varietas tahan hama akan menghasilkan butir-butir padi yang unggul kualitas dan kuantitasnya," kata Djawahir.

Seseorang yang lahir dari keluarga yang unggul karakternya, akan membawa genetik unggul dalam dirinya. Modal dasar yang dapat dilihat, adalah kebaikan karakter keluarganya. DNA dalam diri seseorang diwarisi dari genetik leluhurnya. Leluhur yang unggul karakternya menurunkan sifat genetik bawaan unggul kepada generasi penerusnya.

"Sebenarnya ini adalah pembiasaan yang dilakukan saat kecil saja. Pendidikan dalam keluarga," kata Djawahir.

Capres dan cawapres tentu saja akan ditelisik soal ini. Karena bagaimanapun para pemilih sangat ingin tak salah pilih pemimpin.

Simak video pilihan berikut:

 

2 dari 3 halaman

Apa Saja Bibit Unggul Itu?

Ibarat pepatah, air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Seseorang akan menuruni karakter dan kebiasaan orang tuanya. Bagi mereka yang mempercayai adanya penitisan, maka anak yang lahir dalam suatu keluarga, kemungkinan besar merupakan penitisan dari leluhurnya, apakah kakek atau nenek buyutnya ataupun yang lainnya.

"Seseorang yang ingin menyelesaikan hutang-hutang perbuatannya di masa lalu akan lahir di dalam lingkungan keluarganya untuk melunasi hutang-hutangnya dan menyelesaikan obsesinya yang belum kesampaian," kata Djawahir.

Dicontohkan bahwa puteri keturunan seorang brahmana yang arif menjadi pilihan utama. Sedangkan pria keturunan Raja yang adil dan bijaksana mempunyai peringkat bibit yang tinggi.

Bagi yang mempercayai hukum alam, berlaku pepatah siapa yang menanam akan menuai. Segala sesuatu yang dialami adalah akibat dari perbuatan masa lalu, sehingga dia meyakini memilih pemimpin yang keliru adalah hasil akibat dari tindakan masa lalu.

"Seseorang harus pandai menerapkan nasehat mulur mungkret ini dan menyikapi sebagai anugerah Tuhan," kata Djawahir.

DNA dalam diri seseorang adalah potensi, tergantung semangat seseorang untuk meningkatkan dan mengubah hidup ke arah lebih baik. Buktinya tidak selalu putera Mozart menjadi musisi atau putera Einstein menjadi Scientist, walaupun dalam diri sang putera mempunyai DNA dari leluhurnya. Yang jelas seorang Guru, seorang Resi, seorang Nabi mempunyai kedua orang tua yang terbukti unggul karakternya.

Yang kedua adalah bobot. Bobot adalah nilai, kekuatan, kualitas, harkat, derajat dan martabat seseorang. Seseorang sarjana yang memiliki pekerjaan terhormat memiliki peringkat bobot yang tinggi. Seorang pengangguran mempunyai peringkat bobot yang rendah.

"Itu penilaian masa lalu. Tapi dengan prinsip mulur mungkret sekarang perilaku juga menjadi sebuah bobot tersendiri," katanya.

 

3 dari 3 halaman

Menilai Dari Luar

Bobot seseorang merupakan faktor yang penting, karena perjalanan hidup seorang pemimpin membutuhkan dukungan materi. Seseorang yang memiliki penghasilan tetap diharapkan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan tak tergantung pada para bandar.

"Perjalanan hidup seorang manusia merupakan sebuah evolusi. Diawali seorang bayi 100 % tergantung dari pihak luar," katanya.

Seiring dengan perkembangannya, sang anak mulai berjalan sendiri dan mengambil benda yang diingininya dengan tangannya sendiri. Walaupun demikian kehidupannya masih ditopang oleh orang tuanya. Setelah dewasa seorang anak mandiri, bahkan pada suatu saat ekonominya pun sudah mandiri.

Setelah lebih dewasa lagi, bukan hanya mandiri tetapi sudah senang berbagi dengan yang lain. Bobot yang baik akan lebih menjamin keluarga yang mandiri dan bahkan suka berbagi dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Berikutnya adalah bebet. Secara harfiah berarti kain, pakaian. Seseorang dinilai dari bebetnya yang merupakan penilaian luar dari seseorang. Pakaian mengungkapkan dirinya. Pakaian raja berbeda dengan pakaian orang awam.

"Apabila nilai bibit dan bobot dua orang yang dipilih hampir sama maka kriteria bebet memegang peranan menentukan," katanya.

Kali ini tim Liputan6.com di berbagai daerah akan mengulik seputar bibit, bebet, dan bobot para calon presiden dan wakilnya. Tentu saja laporan yang berimbang kali ini diharapkan bisa menjadi rujukan bagi siapapun yang belum memiliki pilihan sebagai bahan pertimbangan.

Bagaimanapun masih ada manusia Indonesia, yang sudah jernih tindakan dan pikirannya namun menyerah terhadap sulitnya memperbaiki keadaan negara. Air yang jernih pun kalau dibiarkan tergenang akan berbau, tumbuh lumut, menjadi sarang nyamuk dan sumber penyakit.

Demikian pula ketika orang bijak diam, tidak bertindak, dan pura-pura tidak tahu keadaan negerinya, kejernihan pikirannya tidak akan berusia lama dan menjadi keruh kembali. Semoga semakin banyak orang yang bijak yang tetap antusias dalam memperbaiki keadaan negeri kita.