Liputan6.com, Aceh - Perolehan suara dalam Pilpres 2019 untuk Jokowi-Ma'ruf di Aceh melingsir jauh dibanding rivalnya. Probowo-Sandi meraup suara di atas 80 persen.
Menurut Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Aceh, Muzakir Manaf, saat konferensi pers, pada Kamis kemarin, 18 April di Banda Aceh, suara yang masuk dari seluruh Aceh sudah mencapai 1.287.946 suara atau sekitar 82 persen. Sementara, untuk pasangan Jokowi-Ma’ruf sebesar 225.356 suara.
Baca Juga
Hasil quick count Saiful Mujani Research & Consulting, menyebut pasangan Prabowo-Sandi meraup 83,11 persen suara, sebaliknya, Jokowi-Ma'ruf hanya memperoleh 16,89 persen suara. Data ini berpatokan suara masuk 89,66 persen.
Advertisement
Di pihak berbeda, Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Aceh, Irwansyah, mengatakan, kekalahan ini disebabkan hoaks mengenai Jokowi yang tersebar luas di tengah masyarakat. Banyak yang memakan mentah-mentah fitnah yang menyerang presiden ke-7 itu.
"Pak Jokowi terus menerus diserang dengan berita penista agama, PKI, tidak boleh azan dan yang lain. Serangan tersebut menjadi ideologinya pemilih. Fitnah yang dilakukan para elit politik terus menerus itu menjadikan satu pilihan keputusannya pemilih yang tanpa dasar," kata Irwansyah, kepada Liputan6.com, Jumat siang (19/4/2019).
Hoaks yang beredar banyak membawa embel-embel atau dikemas dengan isu ideologis. Keadaan ini setali dengan sosiologi masyarakat provinsi paling barat yang kental dengan agama.
Ini kemudian menyebabkan stigma dapat terbentuk dengan mudah, karena mayoritas masyarakat Aceh mengedepankan agama dalam berprilaku. Segala rumor yang disematkan kepada Jokowi bak gayung bersambut.
"Keislaman rakyat Aceh yang memang sangat kental digunakan sebagai isu oleh para elit untuk menyerang pak Jokowi," tukas pria yang akrab disapa Muksalmina.
Namun, apakah hal tersebut menderteminan sikap masyarakat Aceh untuk tidak memilih Jokowi? Mengingat, pada Pilpres sebelumnya suara untuk Jokowi juga kalah dari Prabowo.
Jokowi yang saat itu berpasangan dengan Jusuf Kalla, meraih 45,61 persen suara. Sebaliknya Prabowo-Hatta, unggul dengan 54,39 persen suara.
Sungguhpun Lembaga survei Politicawave menyebut Jokowi telah korban menjadi korban hoaks, bahkan tujuh kali lebih besar pada Pilpres 2014, namun, ada yang berpandangan, reproduksi hoaks saat itu tak sebesar menjelang Pilpres 2019: #2019gantipresiden.
Terdapat 3 hal isu yang sering menyerang Jokowi, yaitu, anti agama, pro komunis, dan pro cina. Isu anti Islam menguat sejak bergulirnya Perppu Ormas, pro cina dikaitkan dengan kabar 10 juta pekerja asing asal cina, lantas merembet pada isu komunis dengan banyak ditemukan gambar palu arit.
Di saat yang sama, semakin banyak pula yang terjerat aturan hukum dalam Undang-Undang Nomor 11 2008 tentang ITE. Pencemar, pencerca, penyebar kebencian, banyak yang berakhir di meja hijau.
Menurut Ketua Komunitas Bintang Hitam, Ali, berbagai fitnah mudah disebar seiring penggunaan media sosial yang kian masif. Menurutnya, penggunaan media sosial belakangan menjadi budaya lintas batas yang digunakan hampir setiap lapisan masyarakat.
"Karena massif atau kian menanjaknya pemakai telepon pintar. 2014 lalu, pengguna sosial media, masih tidak semarak saat ini. Nah, ada kemungkinan, reproduksi hoaks itu melesat, bermanuver, seiring itu," tukas Ali, dalam bincang-bincangnya dengan Liputan6.com, di salah satu warung, di Meulaboh, Jumat pagi (19/4/2019).
Â
Kongsi Partai Lokal
Di sisi lain, faktor Partai Aceh (PA) yang berkoalisi dengan Gerindra sejak Pemilu 2014 tak boleh disampingkan. Partai lokal yang sejak kemunculannya menjadi primadona masih merajai kursi legislatif di Aceh.
Hasil penelusuran Liputan6.com, dari 81 kursi DPRA yang diperebutkan 15 partai politik peserta pemilu legislatif 2014, 29 kursi di antaranya diraih PA. PA tetap di atas angin, kendati berkurang 4 kursi, dibanding Pileg 2009,
Ketua PA, Muzakir, sekaligus sebagai Ketua BPN Aceh, sebelum Pemilu optimis perolehan suara untuk Prabowo-Sandi di Aceh 85 persen. Belakangan, target itu berubah 93 persen, seiring capres-cawapres nomor urut 02 itu menang telak di Serambi Makkah.
"Jadi begini, efek menggaet partai lokal sekelas PA bukan tidak mungkin mendorong perolehan suara, karena, itu otomatis, pendukung PA, yang bisa dikatakan mayoritas, mau tidak mau, harus mendukung koalisi mereka, Gerindra," jelas Ali.
Di samping itu, berdasarkan penelusurannya terdapat pemilih kelas bawah yang beranggapan kehidupan ekonomi kian menjepit beberapa tahun terakhir. Pemimpin baru diharap menjadi sang mesias: penyelamat.
"Ada yang mengeluh ini itu. Ini bisa jadi akibat program yang baik tapi pelaksanaan di lapangan salah sasaran, menyasar kelas yang tak sepatutnya, dan sering disalahgunakan. Ya, para birokrat korup," sebutnya.
Â
Advertisement
Paradoks Kemenangan
Terlepas dari semua itu, Ketua TKD Aceh, Irwansyah mengatakan, seluruh tim dan relawan sudah all out alias berusaha mati-matian agar perolehan suara Jokowi-Ma'ruf menang di Aceh. Kendati hasilnya tak seperti yang diharapkan.
"Saya tidak menyalahkan siapa pun. Sebagai ketua, saya harus bertanggungjawab dari kekalahan itu. Setelah penetapan KPU nanti kami tidak lagi dalam posisi menyalahkan atau mencari sebab kekalahan," ujar Irwansyah.
Sekalipun Jokowi kalah di tanah orang tua angkatnya, namun, berdasarkan hasil quick count sejumlah lembaga survei, juga real count KPU, Jokowi-Ma'ruf unggul dibanding Prabowo-Sandi. Beda perolehan 55.27 dan 44.73 persen.
Sementara itu, perbandingan perolehan suara Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi di Aceh, 5.358 dan 33.586. Total perolehan sementara ini berdasarkan input 15.604 dari 813.350 TPS di seluruh Indonesia pada pukul 13.51 WIB, Jumat.
Seandainya Jokowi menjabat kembali, apakah presiden yang pernah didaulat oleh vokalis Lamb of God, Randy Blythe, sebagai presiden heavy metal pertama di dunia ini akan menganaktirikan Aceh? Tidak, jawab Irwansyah.
"Kita semua saudara. Dan saya yakin pak Jokowi akan tetap sayang kepada Rakyat Aceh," pungkas Irwansyah.
Â
Simak juga video pilihan berikut ini: