Sukses

Merekam Politik Uang Pemilu yang Menyelinap dalam Senyap

Bowo dan timnya menelusuri langsung ke tim kampanye dan berusaha menemui sang caleg pengirim amplop politik uang

Liputan6.com, Purbalingga - Suap, derma, tali asih, politik uang, apa pun namanya masih marak dalam pelaksanaan Pemilu 2019 di Purbalingga, Jawa Tengah. Semarak gerakan anti-money politics nampaknya hanya sekedar pemanis wajah demokrasi yang begitu carut marut.

Ingar bingarnya memang terlihat dengan beragam seremonialnya. Tetapi, gerakan anti-politik uang itu tak lantas mengubah perilaku pemilik suara maupun kontestan pemilu.

Penolakan politik uang menggema dari mimbar ke mimbar, dari tanda tangan petisi satu ke lainnya, hingga dari sosialisasi yang diselenggarakan berbagai institusi. Namun, kenyataannya tak seusai dengan apa yang nampak di permukaan. Politik uang tetap masif terjadi di Purbalingga.

Realita ini disadari betul oleh para pegiat sosial kemasyarakatan. Salah satunya, Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga. Komunitas film yang yang digawangi Bowo Leksono ini berupaya merekam realita tersebut.

Uniknya, Bowo adalah salah satu ‘target’ politik uang tersebut. Keluarganya di Bukateja, Purbalingga dikirimi dua amplop masing-masing berisi uang Rp 20 ribu dan “Kartu Pintar” yang juga menampilkan wajah seorang calon anggota legislatif (caleg) DPR RI.

Berbekal fakta ini, Bowo dan timnya menelusuri langsung ke tim kampanye dan berusaha menemui sang caleg pengirim amplop politik uang. Aksinya pun direkam dan lantas dibalut menjadi film dokumenter.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Pemantik Keberanian Masyarakat

Dia mendatangi rumah sang caleg yang kebetulan memang di Purbalingga. Sayangnya, ia tak bertemu dengan si caleg dan hanya ditemui anggota keluarga. Sementara, saat bertemu tim kampanye, mereka enggan difilmkan.

“Mungkin memang film tidak sempurna karena kasusnya Pak R saya enggak ketemu orangnya, tapi saya sudah bilang ke timnya, keluarganya, saya tunggu sampai tengah malam. Kalau enggak, videonya apa yang saya dapat saya posting,” ucapnya, Rabu, 17 April 2019.

Lantas, Bowo pun dengan berani mengunggah foto dan film dokumenter pendeknya di halaman Facebook-nya. Tujuannya adalah memancing keberanian masyarakat untuk melakukan hal yang sama.

Upayanya rupanya berhasil. Begitu Bowo mengunggah foto amplop berisi “Kartu Pintar” dan video dokumenter tabayyun-nya kepada caleg bersangkutan, warga lain ikut membeberkan fakta serupa.

Tak berapa lama, ada pengguna jaringan pertemanan ini kiriman dua foto lain berupa amplop yang masing-masing berisi “Kartu Pintar” dan uang Rp 50 ribu dari caleg tertentu yang memperebutkan kursi DPRD Kabupaten. Selanjutnya, banyak yang mengaku menerima amplop, tetapi tidak berani menyebutkan nama caleg dan menunjukan fotonya.

“Biar masyarakat ngerti, biar ada keberanian, bahwa ada pelanggaran harus dikabarkan ke banyak orang. Sesimple itu tujuan kami, ngga ada maksud apa-apa,” dia menerangkan.

Tak hanya itu, unggahan ini dianggap berani dan tak berapa lama viral di masyarakat Purbalingga dan sekitarnya. Unggahan ini juga dibanjiri komentar warganet yang juga gerah dengan fenomena politik uang

Lantas, Kenapa Bowo lebih memilih mengunggah di media sosial daripada melaporkan kasus politik uang tersebut ke instisusi yang berwenang?

 

3 dari 3 halaman

Tipisnya Kepercayaan Terhadap Penyelenggara Pemilu

Bowo terang-terangan mengaku tak percaya kepada lembaga penyelenggara Pemilu 2019, baik KPU maupun Bawaslu. Sebab itu, dia memilih gerakan lewat media. Film juga memiliki peran sebagai media massa yang bisa diakses publik.

“Dari awal, saya dan teman-teman tidak percaya lembaga-lembaga itu. Karena mereka tidak pernah punya kekuatan besar untuk bisa mengatasi pelanggaran pemilu,” dia menuturkan.

Makanya, Bowo pun tak ambil pusing apakah kasus politik uang yang diunggahnya akan ditindaklanjuti oleh Bawaslu. Namun, ia menegaskan siap memberikan data jika Bawaslu menyelidiki kasus ini.

Di sisi lain, Bowo pun tidak sependapat jika setiap temuan pelanggaran harus terlebih dahulu menunggu laporan dari masyarakat. Sebabnya, Bawaslu memiliki fungsi penindakan.

“Dari awal tujuan kami memang tidak untuk diselesaikan oleh Bawaslu atau siapa pun. Kami ingin menggambarkan bahwa inilah realita yang terjadi,” Bowo mengungkapkan.

Ketua Bawaslu Purbalingga, Imam Nurhakim mengatakan jajarannya telah bergerilya memerangi politik uang selama masa tenang. Seluruh jajaran Bawaslu mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan, hingga desa, berjibaku mencegah amplop berkeliaran.

Tetapi, nampaknya para kontestan lebih cerdik. Tidak ada aksi operasi tangkap tangan, amplop-amplop beredar bisu dalam kesunyian. Amplop beredar dalam senyap.

Tetapi, setelah ada unggahan di media sosial soal praktek politik uang, barulah terkuak bukti-bukti dan pengakuan masyarakat. Tetaoi, menelusuri politik uang bukan lah soal mudah. Sering kali, kontestan pemilu lempar batu sembunyi tangan.

"Kami sudah mendapat informasi unggahan tersebut, sebagai tindak lanjut, kami menelusuri informasi awal dugaan money politics yang melibatkan beberapa caleg DPR RI dan DPRD Purbalingga," ucap Imam.