Liputan6.com, Banyumas - Dua petugas Panitia Pemunguta Suara (PPS) Desa Sidaboa, Kecamatan Patikraja, terbukti secara sengaja membobol kotak suara Pilpres 2019. Dua orang ini juga terbukti membawa berlembar-lembar berkas dari 21 kotak suara tersebut.
Belakangan, berkas C1, C2, dan C5 yang sempat dibawa kedua orang ini dikembalikan ke Sekretariat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Patikraja.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun memulai penyelidikannya. Melalui Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), dua orang ini dimintai keterangan secara maraton sejak malam pertama peristiwa, Jumat malam, 19 April 2019.
Advertisement
Baca Juga
Dalam penyelidikan, mereka membongkar kotak suara berdasar perintah dari Ketua PPK Kecamatan Patikraja di grup WhatsApp "PPS Pemilu 2019 Patikraja" yang membolehkan keduanya membuka kotak suara untuk sinkronisasi data.
"Sehingga berdasarkan hal tersebut perbuatan kedua pelaku didasarkan perintah atasan," kata Ketua Bawaslu Banyumas, Miftahudin, Senin, 22 April 2019.
Kedua pelaku, yakni Ketua Panitia PPS Desa Sidaboa, Trio Sujatmiko dan anggota PPS Edi Latif diketahui membuka dan membawa berkas dari 21 kotak suara Pilpres pada Jumat malam (19/4/2019), sekitar pukul 20.00 WIB. Keduanya beralasan berkas C1, plano, C2, dan C5 yang dibawa itu untuk memperbaiki data administratif pemungutan suara Pemilu di Desa Sidaboa.
"Pada saat ditelepon oleh Bu Dewi dan terduga ternyata kembali ke PPK Patikraja, apabila dilihat dari unsur niat terduga tidak ada niat untuk melakukan suatu kejahatan," ujarnya.
Saat hendak membongkar kotak suara Pilpres itu, Keduanya juga sudah memberi tahu kepada PPK, dalam hal ini Sukirman dengan dasar perintah Ketua PPK Patikraja. Miftah mengemukakan, kotak suara tersebut merupakan kewenangan PPK Patikraja.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Akhir Cerita Pembobolan Surat Suara Pilpres
Berdasarkan keseluruhan hasil uraian, kajian, dan analisis terhadap keterangan saksi, analisis barang bukti, dan analisis hukum tentang unsur Pasal 534 Jo 535 Jo Pasal 551 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Jo Pasal 363 Ayat (1) ke 4e dan 5e KUHP dan mens rea, sehingga dugaan pidana tidak dapat diregister atau ditindaklanjuti.
Karenanya, secara resmi Bawaslu menghentikan pengusutan kasus pembobolan 21 kotak suara Pilpres 2019 ini. Sentra Gakkumdu tak menemukan niat jahat dalam mens rea kasus ini.
Tak ditemukan pula unsur motif tindakan melawan hukum yang bisa mengarahkan kepada tindak pidana. Gakkumdu hanya menemukan terjadinya pelanggaran administratif pemilu.
"Unsur niat jahat dalam perkara ini tidak ada, ditinjau dari unsur materil peristiwa," jelasnya.
Koordinator Divisi Pengawasan Humas dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Banyumas, Yon Daryono mengatakan tidak adanya niat jahat itu juga diperkuat dengan utuhnya berkas yang dibawa.
"Intinya kami tidak menemukan unsur kesengajaan pidana pemilu. Karena yang bersangkutan, kedua pelaku itu, melakukan kegiatan itu atas perintah Ketua PPK Patikraja. Intinya itu," katanya.
Keterangan kedua pelaku ini juga diperkuat oleh Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Patikraja yang memerintahkan perbaikan data. Dalam perintah itu, Ketua PPK secara tegas menyatakan boleh membuka kotak suara. Akan tetapi, yang dimaksud membuka kotak suara, yakni dengan didampingi oleh PPK dan Panwas.
Sentra Gakkumdu telah memeriksa lima saksi dalam kasus ini. Sejumlah barang bukti, seperti berkas dan gunting yang digunakan untuk memotong segel kotak suara juga telah disita. Namun, dengan penghentian kasus ini, barang bukti itu sudah dikembalikan ke PPK Patikraja untuk keperluan rekapitulasi suara.
"Ya kalau unsur pidana pemilunya tidak ada, tidak ditemukan oleh Sentra Gakumdu. Hanya unsur pelanggaran administratifnya itu penanganannya di Bawaslu. Itu sedang kita dalami," dia menjelaskan.
Advertisement