Liputan6.com, Blora - Jangan menilai buku dari sampulnya, begitu kira-kira ungkapan yang bisa menggambarkan Perpustakaan PATABA di Blora. Di sana ada cerita tentang Pramoedya Ananta Toer atau akrab dikenal Pram.
Siapa yang sangka, di balik bangunan sederhana di pertigaan Jalan Sumbawa, tepatnya di RT 01 RW 01 Kelurahan Jetis, Blora, tersimpan begitu banyak buku karya sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer.
Advertisement
Baca Juga
Tempat kecil nan sederhana itulah yang kemudian menjadi salah satu magnet wisatawan mancanegara datang ke Blora. Â
Soesilo Toer dan Koesalah Soebagyo Toer, adik kandung dari sang legenda sastra Indonesia Pramoedya Ananta Toer jadi aktor di balik berdirinya Perpustakaan PATABA. Nama PATABA sendiri merupakan akronim dari Pramoedya Ananta Toer Anak Segala Bangsa.
"Awalnya nama PATABA merupakan singkatan dari Pramoedya Ananta Toer Anak Blora Asli, tetapi kemudian saya ubah karena salah satu Tetraloginya Mas Pram ada yang berjudul Anak Segala Bangsa. Maka dari judul buku itulah nama Perpustakaan PATABA saya ambil," kata Soesilo Toer kepada Liputan6.com, Selasa (23/4/2019).
* Ikuti Hitung Cepat atau Quick Count Hasil Pilpres 2019 dan Pemilu 2019 di sini
Dedikasi untuk Sang Kakak
Soesilo Toer mendedikasikan perpustakaan untuk sang kakak bukan sekadar karena ikatan saudara kandung semata, tetapi juga penghormatan pada kualitas sang kakak.
Baik dalam kapasitasnya sebagai penulis maupun sebagai guru, yang terpenting ialah telah membantu dan menginspirasi Soesilo Toer untuk menjadi penulis yang berkualitas dan produktif.
"Saya mulai merintis mendirikan perpustakaan ketika saya masih tinggal di Bekasi. Waktu itu saya menjadi dosen di Universitas Tujuh Belas Agustus Jakarta. Sebagian gaji saya gunakan untuk mentraktir mahasiswa sebagian lainnya saya gunakan untuk membeli buku," kenang dia menceritakan.
Kemudian ia melengkapi koleksinya dengan membeli buku-buku bekas di Pasar Senen, Jatinegara, Semarang, dan beberapa daerah lainnya.
"Tahun 2004 saya pulang ke Blora dengan membawa lebih dari 500 buku. Ketika Mas Pram meninggal tahun 2006 maka perpustakaan PATABA saya dirikan untuk mengenangnya," katanya.
Advertisement
Prinsip Sederhana
Perpustakaan PATABA awalnya diperuntukkan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.
Sayangnya mereka tidak berminat untuk membacanya. Lebih ironis lagi Soesilo Toer menceritakan bahwa perpustakaannya dianggap perpustakaan liar oleh Pemda Blora.
Untuk menjawab tantangan ini maka Soesilo Toer memberikan layanan lebih pada para pengunjungnya.
"Mereka saya layani dengan baik. Untuk menjadi anggota tidak perlu membayar. Bahkan para pengunjung yang nembutuhkan waktu lama saya sediakan minuman dan makanan. Mereka saya persilakan menginap jika memang butuh waktu beberapa hari di sini. Silakan datang jika butuh untuk menyelesaikan skripsi, menyelesaikan S2 maupun S3," ujarnya.
Dengan prinsip sederhana, yaitu 'Indonesia Membangun Melalui Indonesia Membaca Menuju Indonesia Menulis', perpustakaan ini terus menguatkan eksistensinya, bukan hanya menjadi ruang baca, tapi juga menjadi sebuah penerbitan buku sastra.
Â
Simak juga video pilihan berikut ini: