Liputan6.com, Jakarta Sepekan setelah pelaksanaan pemilu 2019, tercatat tiga petugas KPPS Pemilu di Garut, Jawa Barat, meninggal dunia. Beratnya beban kerja yang harus dilalui menyebabkan mereka meregang nyawa akibat kelelahan.
Komisioner KPU Garut, Nuni Nurbayani, mengatakan penyelenggara Pemilu yang meninggal yakni anggota KPPS dari Kecamatan Sukawening dan Linmas dari Kecamatan Leles, “Infonya ada juga anggota panwas desa yang meninggal dunia,” ujar dia saat dikonfirmasi, Kamis (25/4/2019).
Menurutnya, beratnya beban kerja dan psikologi petugas di lapangan cukup membuat mereka tersiksa. Rata-rata keluhan para korban yakni kelelahan akibat beban kerja.
Advertisement
“Kalau yang KPPS meninggal tanggal 14 April, setelah membawa kotak suara, sedangkan korban Aja setelah pelaksanaan pencoblosan,” kata dia.
Dalam catatan KPUD Garut, anggota KPPS yang meninggal dunia bernama Mahmudin (57), ia meninggal dunia setelah terkena serangan jantung. Ia berasal dari Kampung Cikancung, Desa Mekarhurip, Kecamatan Sukahurip, yang menjadi petugas KPPS di TPS 5 Desa Mekarhurip.
Baca Juga
Sedangkan Aja (83), anggota Linmas, bertugas di TPS 6 Kampung Cikancung, Desa Ciburial, Kecamatan Leles, tercatat sebagai penyelenggara paling tua. “Untuk yang Linmas juga karena kelelahan. Banyak yang tak tidur berhari-hari untuk mempersiapkan pemilihan,” ujarnya.
Sementara satu orang lainnya, Asep Sumer, merupakan anggota pengawas pemilihan Desa Talagasari, Kecamatan Banjarwangi. “Kalau yang panwas mungkin hubungannya sama Bawaslu Garut,” ujar dia menjelaskan.
Ia menyatakan, selain ketiga korban yang meninggal dunia, beratnya beban akibat pelaksanaan pemilu kali ini, menyebabkan puluhan petugas lainnya jatuh sakit. “Rata-rata mereka kurang beristirahat karena tingginya aktivitas sebelum pemilihan hingga proses penghitungan,” papar Nuni.
Komisioner Bawaslu Garut, Ahmad Nurul Syahid menambahkan, selain penyelenggara yang dikoordinir KPUD Garut, tercatat satu petugas pengawas tingkat desa, meninggal dunia. “Asep meninggal pada 15 April, dua hari sebelum pencoblosan akibat serangan jantung,” ujar dia.
Ia menyatakan awalnya Asep sempat dirawat di puskesmas Banyarwangi, namun nyawanya akhirnya tidak tertolong. “Faktornya mungkin karena kelelahan, banyak aktivitas yang harus dilakukan," ujarnya.
Selain Asep, selama pemilu berlangsung tercatat sebanyak 10 orang petugas pengawas TPS menderita sakit akibat kelelahan. “Kebanyakan yang sakit setelah proses penghitungan selesai di TPS, apalagi banyak baru selesai dini hari proses penghitungan itu,” ujarnya.
Polres Garut Berikan Santunan
Sejak munculnya kabar meninggalnya, Aja (83), salah satu petugas linmas akibat kelelahan setelah pencoblosan. Kepolisian Resort Garut langsung merespon untuk mendatangi korban.
"Meskipun meninggalnya di luar jadwal pelaksanaan (pencoblosan), namun riwayat sakitnya akibat kelelahan sejak persiapan pemilu," ujar Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna di rumah duka.
Budi mengatakan, berdasarkan cerita keluarga korban Aja aktif diberbagai kegiatan kepemiluan, mulai 1992 silam saat masih era Orde Baru. "Luar biasa sekali dedikasinya pak Aja ini," ujar Budi memberikan apresiasi.
Meskipun kelelahan mulai dirasakan pada saat pencoblosan, namun ia tetap melaksanakan seluruh rangkaian tugas hingga tuntas. "Infonya sempat jatuh saat pencoblosan, tetapi beliau tetap melanjutkan," kata dia.
Budi berharap, dengan pengorbanan yang telah diberikan korban untuk menyukseskan salah satu rangkaian kegiatan pemilu, mampu menginspirasi geberasi muda. "Sudah usia uzur begitu semangat tetatp tinggi, kami semua salut," kata dia.
Oca, (41), salah satu keluarga korban mengamini pernyataan kapolres. Menurutnya, mertuanya mulai merasakan sakit setelah melewati serangkaian tugas berat, saat persiapan menjelang pencoblosan pada 17 April lalu.
"Paling beratnya (tugasnya) sejak Selasa sehari sebelum pencoblosan, bapak sempat jatuh, tetapi tetap memaksakan sebab tanggung jawab katanya," ujar dia menirukan penjelasan korban, saat setelah kelelahan mulai dirasakan.
Aja selama ini terlihat energik, meskipun sudah berusia uzur namun dedikasinya tidak pernah diragukan. "Mungkin bapak yang paling senior di antara petugas, jadi selalu diminta masukannya, " kata dia.
Sejak saat itu, mertuanya tidak pernah absen menjadi salah satu bagian petugas pemilu, setiap pesta demokrasi rakyat lima tahunan dilakukan. "Sebenarnya keluarga sudah mengingatkan (berhenti), tetapi mungkin bapak ingin ikut saja," kata dia.
Ia berharap dengan sejumlah pengabdiannya menjadi petugas pemilu, pihak pemerintah bisa memberikan tunjangan seperti korban lainnya. "Memang meninggalnya bukan saat pencoblosan, tetapi mulai kelelahan dirasakan sejak rangkaian persiapan pencoblosan, " kata dia menjelaskan.
Advertisement