Sukses

Balada Maryatun Mengais Keadilan Untuk Suami dan Anaknya

Sudah beberapa tahun penganiayaan yang dialami keluarga Maryatun dan bocah Arazaqul tak dituntaskan Polda Riau, bahkan ada surat telegram untuk menunda pengusutan kasus ini.

Liputan6.com, Pekanbaru- Maryatun terisak sebelum menutup pembicaraannya. Tak lama kemudian, sembari menyeka air mata di pipinya, perempuan paruh baya ini turun dari mobil pick up tempatnya berdiri kurang lebih 10 menit.

Kendaraan itu terparkir di depan gerbang Mapolda Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, Jum'at petang, 3 Mei 2019. Benda berbahan bakar solar ini dijadikan tempat orasi aktivis serta advokat pembela Maryatun.

Maryatun datang ke gedung yang dijaga super ketat itu menuntut keadilan yang tak kunjung didapatinya. Mungkin sudah sepuluh kali istri Rajiman ini datang ke lokasi sama.

Permohonannya selalu sama, tuntaskan kasus penganiayaan terhadap keluarganya pada tahun 2013. Kala itu, Arazaqul anaknya dan sang suami jadi bulan-bulanan beberapa pria diduga suruhan oknum anggota DPRD Labuhan Batu.

Kasus ini pertama kali ditangani Polsek Panipahan lalu diambil alih Polres Rokan Hilir. Di Polres, penanganan kasus ini tak membuahkan hasil memuaskan meski pria inisial MK dan JS ditetapkan tersangka.

Keduanya tak kunjung ditahan meski bertahun menyandang status tersangka. Belakangan, kedua pria tersebut bak hilang ditelan bumi karena penyidik tak mampu melacak jejaknya.

Akibat penganiayaan itu, Arazaqul tidak bisa makan dan minum secara normal. Ada selang sebagai alat bantu menembus kulit di bagian perut. Selang tersambung hingga ke lambung agar asupan makanan dan minuman bisa masuk.

Alat bantu dipasang karena tenggorakan anak berusia 12 tahun itu sudah berlobang akibat penganiayaan 6 tahun lalu. Sementara suaminya tidak bisa kemana-mana lagi karena bekas luka penganiayaan membuatnya tak mampu beraktivitas banyak.

"Tolong pak Kapolda, tegakkan keadilan, bantu masyarakat kecil. Jangan hanya ambil dan makan gaji saja, pikirkan rakyat kecil," sebut Maryatun memakai pengeras suara.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 3 halaman

Perjuangan Sampai Mati

Proses hukum yang diminta Maryatun membuat dirinya tak merasakan adanya keadilan bagi orang kecil di Indonesia. Namun, secercah harapan masih digantungkannya kepada penyidik di Polda Riau.

"Kalau memang ada proses hukum, tunjukkan keadilan itu. Kalau memang ada hukum, lakukan secara adil," imbuh Maryatun.

Kepada Kapolda Riau, Maryatun berharap penganiaya anak, suami dan dirinya segera ditangkap. Apalagi selama ini korban tak hanya dari keluarganya, melainkan tetangga dan masyarakat Labuhan Batu yang berbatasan dengan Rokan Hilir.

"Di Rokan Hulu juga ada kejadian serupa, pelakunya sama, yang menyuruh juga sama," ucap wanita 46 tahun ini.

Selama memperjuangkan kasus ini, Maryatun pernah menginap tiga hari di depan Istana Negara. Hanya saja harapannya berjumpa Presiden Joko Widodo pupus setelah dia didatangi pria berbadan tegap.

Pria ini menyebut Joko Widodo segera menemuinya. Sebagai syarat, Maryatun harus pulang terlebih dahulu ke Riau dan nantinya dijemput untuk menemui sangat Presiden, tapi tak ada kabar sampai sekarang.

"Sampai kapanpun akan saya perjuangkan, kasihan anak saya entah bagaimana masa depannya nanti. Saya tidak takut walaupun saya ditembak, saya ini hanya masyarakat kecil," teriak Maryatun.

Usai Maryatun menyampaikan tuntutannya, secara bergantian praktisi hukum, mahasiswa dan lembaga pemerhati hukum berorasi. Bahkan beberapa di antaranya meminta Kapolda Riau melepas jabatan kalau tak mampu menyelesaikan kasus ini.

3 dari 3 halaman

Kasus Kian Kabur

Terpisah, kuasa hukum keluarga Maryatun, Suroto SH, menyatakan penanganan kasus ini kian tak jelas. Apalagi setelah Kapolda Riau mengeluarkan telegram rahasia agar kasus ini dihentikan sementara karena ada pemilihan umum.

Alasannya, terang Suroto, kasus ini melibatkan oknum DPRD yang kembali mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Oknum berinisial AB ini merupakan ketua partai tingkat kabupaten.

"Ahmad Dhani juga mencalonkan diri, Grace Natali juga, toh keduanya diproses, bahkan Ahmad Dhani dipenjara. Kenapa oknum ini tidak, terkait partainya tidak etis disebutkan karena ditakutkan kasus ini dipolitisir," jelas Suroto.

Selain itu, penanganan kasus ini terkesan tak ada niat dari penegak hukum. Pasalnya Polda Riau meminta Polres Rokan Hilir turun ke lokasi penganiayaan hanya untuk bertanya nomor telepon dua tersangka.

"Orang terlibat penamparan saja, kalau tahu dirinya jadi tersangka pasti ganti nomor HP. Apalagi ini kasus percobaan pembunuhan, lagian masyarakat di lokasi tidak mungkin tahu di mana kedua tersangka tinggal," terang Suroto.

Menurut Suroto, mencari kedua tersangka sangat mudah jika penyidik berniat memeriksa oknum DPRD tadi. Dari oknum tadi akan ketahuan dari mana mendapatkan kedua tersangka dan tempat tinggalnya.

"Tanya oknum dewan yang mempekerjakan keduanya, dari mana dia ambil pekerja, asalnya dari mana," kata Suroto.

Kasus kian kabur ketika penyidik mencari tahu sepadan tanah atau batasan lahan dengan yang lain. Hal ini dinilai Suroto malah melenceng dari kasus penganiayaan yang dialami keluarga Maryatun.

"Padahal ketika gelar perkara, Wakil Kapolda sempat nangis mendengar cerita Maryatun, terbata-bata dia ngomong. Buktinya sampai sekarang, setiap diminta kejelasan kasus ini, katanya sibuk rapat," ucap Suroto.

Hingga unjuk rasa ini berakhir karena hujan mulai turun, tidak ada pejabat berwenang di Polda Riau yang menemui Maryatun dan pendemo. Beberapa polisi di sana menyebut Kapolda dan wakilnya sedang tidak berada di tempat.