Sukses

'Makmeugang', Tradisi Makan Daging Menjelang Puasa di Aceh

Tradisi yang berlaku pada zaman Kesultanan Aceh Darussalam ini kemudian dikenal dengan sebutan 'Meugang' atau 'Makmeugang'. Sebuah tradisi yang dilakukan dua atau sehari menjelang Ramadan atau hari raya.

Liputan6.com, Aceh - Pada waktu tertentu, Sultan menitahkan Tandi Siasat (ajudan kerajaan) untuk menyembelih sapi atau kerbau. Dagingnya akan dibagikan kepada fakir miskin, janda, anak yatim, dan orang sakit yang ada di dalam negeri.

Tradisi yang berlaku pada zaman Kesultanan Aceh Darussalam ini kemudian dikenal dengan sebutan 'Meugang' atau 'Makmeugang'. Sebuah tradisi yang dilakukan dua atau sehari menjelang Ramadan atau hari raya.

Makmeugang juga dapat dikatakan sebagai hari menyambut bulan suci atau hari raya di Aceh. Daging sapi atau kerbau menjadi menu wajib yang harus ada di setiap rumah pada hari itu.

"Orang secara umum menganggap daging itu barang mahal. Sekali-kali menjelang puasa, ada makanan yang enak sedikit dihidangkanlah," kata filolog, TA Sakti, kepada Liputan6.com, Minggu pagi (5/4/2019).

Menurut Sakti, pelaksanaan Makmeugang pada masa kerajaan diatur dalam qanun. Selain membagi-bagikan daging sapi atau kerbau, kerajaan pada saat itu juga membagi-bagikan uang dan sandang kepada rakyatnya.

Qanun tersebut disyarahkan Tgk Di Mulek, dalam Bab II Pasal 5 Qanun Meukuta Alam. Di dalam qanun dijelaskan bahwa keuchik (kepala desa) akan mendata jumlah fakir miskin, janda, anak yatim, dan orang sakit yang ada di kampungnya beberapa hari sebelum Makmeugang.

Keuchik lalu menyampaikannya kepada imam mukim. Dari imam mukim, dilanjutkan kepada kadi-kadi dan hulubalang hingga ke kadi XXII. Dari kadi XXII berlanjut kepada kadi muazzam lalu kepada Syakh al-Islam hingga sampai ke Sultan.

Setelah mendapat titah dari Sultan, Tandi Siasat akan mengambil dirham dan kain dari Balai Silaturahmi atau gudang logistik kerajaan kemudian memotong sapi atau kerbau. Semua perbekalan itu selanjutnya diserahkan kepada keuchik untuk dibagikan kepada yang membutuhkan.

 

2 dari 2 halaman

Makna Makmeugang

Astari Mulyana Putri dan Amsal Amri dalam jurnal mereka menjelaskan Makmeugang berasal dari kata 'gang' berarti pasar. Adapun Makmeugang adalah ungkapan takjub 'Makmu that gang nyan!' (makmur sekali pasar itu!), karena pada hari tertentu situasi pasar ramai pembeli daging sapi atau kerbau yang jarang ditemukan pada hari biasa.

Ali Hasjmy (1983:151), menyebut, pada masa jayanya, Kerajaan Aceh Darussalam memusatkan perayaan Makmeugang di Keraton Darud Dunia, dihadiri sultan, para menteri, pembesar kerajaan, serta alim ulama. Hari Makmeugang biasanya jatuh pada 29 atau 30 Syakban.

Tradisi Makmeugang masih terus dilakukan kendati penerapannya tidak sama persis. Spirit tersebut masih terasa pada ramadan kali ini, tampak dari ramainya warga yang membeli daging sapi atau kerbau.

Pada hari Makmeugang banyak ditemukan para pedagang berjejer menjajalkan daging jualannya. Baik di pasar maupun di tempat-tempat pemotongan yang sudah disediakan.

Harga daging sapi atau kerbau di Aceh biasanya merangkak naik menjelang bulan puasa. Kondisi ini dipandang lumrah, mengingat permintaan daging meningkat saat itu.

Harga daging sapi di Kota Banda Aceh pada Sabtu, 4 Mei 2019 berada di kisaran harga Rp150-170 ribu per kilogram. Harga ini cenderung tidak jauh berbeda dengan harga pada tahun sebelumnya yang berkisar Rp140-160 ribu per kilogram.

Namun, bukan berarti harga ini relatif sama dengan kabupaten/kota lainnya. Di Kabupaten Aceh Barat Daya harga daging sapi digadang-gadang mencapai Rp200 per kilogram.

"Kalau dulu, bayarnya daging Makmeugang itu sesudah panen padi. Jauh dari hari Makmeugang. Walaupun tidak ada uang waktu itu mesti ada daging. Bahkan, kalau laki-laki tidak bawa daging Meugang ke rumah dianggap bukan laki-laki," kata Sakti.

 

Simak video pilihan berikut ini: