Sukses

Pandangan UGM soal Wacana Autopsi Petugas Pemilu yang Meninggal Dunia

Banyaknya petugas pemilu yang meninggal dunia usai penyelenggaraan pemilu serentak mendorong UGM melakukan riset bersama lintas disiplin.

Liputan6.com, Yogyakarta - Banyaknya petugas pemilu yang meninggal dunia usai penyelenggaraan pemilu serentak mendorong UGM melakukan riset bersama lintas disiplin. Data dari KPU per 4 Mei 2019, korban meninggal sebanyak 440 orang dan petugas yang sakit mencapai 3.788 orang.

Fisipol UGM menggandeng Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK)  dan Fakultas Psikologi UGM membentuk Kelompok Kerja Kajian Mortalitas Petugas Pemilu 2019. Salah satu kajiannya, meneliti penyebab kematian petugas pemilu.

"Autopsi perlu atau tidak itu tergantung kasusnya," kata Ova Emilia, Dekan Dekan Kedokteran FKKMK UGM, Kamis (9/5/2019).

Ia menjelaskan autopsi dilakukan lewat dua cara, yakni verbal dan fisik. Autopsi verbal dilakukan dengan mewawancarai orang yang berada di sekitar korban.

Pertanyaan seputar kondisi terakhir korban sebelum meninggal. Hal ini dilakukan untuk melihat kemungkinan penyebab kematian korban.

Apabila autopsi verbal sudah cukup menjelaskan penyebab kematian petugas pemilu, maka autopsi fisik tidak perlu dilanjutkan.

"Tetapi jika ditemukan data-data kontroversial, kami bisa mengusulkan autopsi fisik," ucap Ova.

Sejauh ini dugaan kematian para petugas pemilu karena kelelahan. Lantas, apakah benar kelelahan bisa mengakibatkan kematian?

Ova menjelaskan, kelelahan bisa menjadi pemicu kematian. Kelelahan bisa memicu indikasi penyakit yang sebenarnya sudah ada dalam diri seseorang namun tidak disadari.

Misal, Seseorang tidak sadar punya gejala penyakit jantung atau darah tinggi. Penyakit itu bisa muncul ketika ada pemicunya, salah satunya kelelahan.

"Dokter saja kadang tidak sadar kalau dirinya ada gejala penyakit jantung, apalagi orang awam," tutur Ova.

 

Simak juga video pilihan berikut ini: