Sukses

Makan Sahur Dengan Masakan Berbumbu Duka di Tambakrejo

Solekah tetap memasak meski parasnya selalu cemberut dan mulutnya mengomel serta matanya berkaca-kaca karena duka. Masakannya sangat banyak untuk buka dan sahur bersama warga Tambakrejo yang digusur Pemkot Semarang untuk dijadikan lokasi pembuangan lumpur.

Liputan6.com, Semarang - Sri Solekah hanya warga biasa di kampung [Tambakrejo] (3962110 ""), Kelurahan Tanjungmas, Semarang Utara. Namun ia tetap menyediakan hidangan lezat puasa Ramadhan sambil makan sahur warga yang digusur.

Jumat, 10 Mei 2019, Sri Solekah seharian berkutat di depan kompor. Wajan yang memaksa kecil memasak berulang untuk mendapatkan jumlah yang mencukupi. Aktivitasnya dilakukan di reruntuhan dinding rumah entah siapa. Reruntuhan itu adalah sisa rumah kampung Tambakrejo yang digempur buldozer kompilasi perkampungan itu digusur.

[bacajuga: Baca Juga] (3962110 3332289 2530441)

"Jarene mengentaskan kemiskinan, iki wis warga miskin malah dipetek-petek (Katanya mengentaskan kemiskinan, ini warga miskin malah diinjak-injak)," gerutu Mbah Solekah sambil tangannya terus mengaduk sayur di wajan.

Tanpa ada senyum sedikitpun. Ada yang mendekat atau tidak, Mbah Solekah konsisten dengan gerutuan. Sungguh masakan yang berbumbu rasa duka.

"Tegel banget. Sasi pasa kok omah diambrukke. Wingi kampanye janjine kesejahteraan, mbelgedhes (Sungguh tega. Bulan puasa kok merobohkan rumah warga. Kemarin saat kampanye menjanjikan kesejahteraan. Mbelgedhes)," gerutunya di sebuah tenda kampung Tambakrejo.

 

2 dari 2 halaman

Mengapa Buru-Buru

Ia tak peduli ada cucunya yang masih kecil. Mulutnya terus menggerutu. Tatapan mata penuh duka. Zigam, sang cucu yang masih selamat 2,5 tahun pernah hilang dan berhasil dihantam buldozer karena petugas tak mau menghentikan buldozer itu.

"Bejamu ya nang, dan seorang siswa bernyanyi nylametke  (Beruntunglah kamu nak, ada pelajar yang menyelamatkan," katanya kepada Zigam.

Sang cucu diam dan terus minum susu dari botol. Zigam seperti tak tahu apa yang terjadi di rumah orang tua dan neneknya. Zigam tak tahu tempat tinggal mereka dirobohkan.

Sementara itu, warga tak lagi memiliki kegiatan yang produktif. Mereka hanya berkumpul, melihat-lihat sisa rumah yang tidak lagi berbentuk. Benar-benar menjadi saksi pilu, meski tak seperti pilunya lagu Dessy Ratnasari. Tenda kecil yang melindungi warga dari terpaan angin laut yang kencang.

"Nggak nyangka. Bulan Ramadan Pemkot Semarang tega merusak rumah kami tanpa rembugan. Kenapa tidak menunggu usai lebaran?" tutur Samsul, seorang nelayan warga Tambakrejo.

Keluhan Samsul seakan menunjukkan banyak anak-anak kecil yang tidur kedinginan tanpa perlindungan karena rumah sudah roboh. Anak-anak tetap anak-anak. Jika malam, tidak ada listrik, penerangan dari mesin perahu tempel hanya kuat beberapa saat karena keterbatasan bahan bakar.

Kampung Tambakrejo diratakan tanah karena akan digunakan untuk penampungan lumpur normalisasi Banjir Kanal Timur. Ada 97 bangunan yang diratakan tanah. Ada tawaran agar warga bersedia pindah ke rumah susun Kudu. Namun warga belajar dari penggusuran di kampung Kebonharjo yang akhirnya malah dibawa dari rumah susun. Tentang pengusiran warga Kebonharjo, bisa disimak di tautan ini .

Hingga Sabtu (11/5/2019) dinihari tak ada solusi konkrit untuk mendapat bantuan warga terlunta-lunta tak jelas nasibnya.

Normalisasi Banjir Kanal 

Sebelumnya petugas Satpol PP datang untuk merobohkan 97 hunian yang terletak di jalur sungai Banjir Kanal Timur, di Kelurahan Tambakrejo, Kamis 9 Mei 2019.

Camat Semarang Utara, Aniceto Magno Dan Silva mengatakan, penertiban 97 bangunan di Kalimati dilakukan sebagai tindak lanjut normalisasi Banjir Kanal Timur. Aniceto mengaku menyesal harus melakukan eksekusi, namun demikian, ini merupakan proyek yang disetujui.

"Tiap keluarga mendapatkan bantuan Rp 1,5 juta, 30 KK sudah mengambil. Kita sudah melakukan mediasi selama satu tahun, tapi tidak hasil," tandasnya.

Simak video penggusuran warga Tambakrejo berikut: