Sukses

Warga Kaltim Gugat Negara soal Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan

Lima orang di Kalimantan Timur (Kaltim) melayangkan gugatan warga atau citizen law suit soal pencemaran tumpahan minyak di Teluk Balikpapan.

Liputan6.com, Balikpapan - Lima orang di Kalimantan Timur (Kaltim) melayangkan gugatan warga atau citizen law suit soal pencemaran tumpahan minyak di Teluk Balikpapan, setahun silam. Negara dianggap lalai memenuhi hak warga atas keberlangsungan Teluk Balikpapan sebagai akses publik masyarakat.

"Gugatan warga sudah kami daftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan,” kata kuasa hukum Jaringan Advokasi Lingkungan (JAL), Fathul Huda Wiyashadi kepada Liputan6.com, Kamis (16/5/2019).

Fathul mengatakan, kliennya keberatan atas kerusakan perairan usai tumpahan 5.000 kilo liter minyak mentah. Permasalahannya selama setahun terakhir ini, menurutnya, negara enggan melaksanakan rekomendasi penanggulangan bencana dari lembaga lingkungan.

Lima orang inisiator gugatan warga ini seluruhnya adalah aktivis lingkungan Kaltim. Mereka terdiri Pradharma Rupang (Jaringan Advokasi Tambang Kaltim), Carolus Tuah (Pokja 30), Jufriansyah (Stabil), Husein (Forum Perduli Teluk Balikpapan), dan Fathur Roziqin Fen (Wahana Lingkungan Hidup).

"Setiap warga negara Indonesia berhak melayangkan gugatan warga. Mempertanyakan fungsi negara dalam menjalankan tugasnya," papar Fathul yang didukung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Universitas Balikpapan.

Gugatan warga ini secara spesifik ditujukan kepada enam aparatur negara, yakni Gubernur Kaltim, Bupati Penajam Paser Utara, Wali Kota Balikpapan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perhubungan serta Menteri Kelautan dan Perikanan. Sebelumnya, penggiat lingkungan sudah melayangkan somasi tertulis mengenai teknis penanggulangan bencana tumpahan minyak di Teluk Balikpapan.

Lewat jalur pengadilan ini, Fathul meminta Gubernur Kaltim segera merumuskan peraturan daerah rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau pulau kecil. Di sisi lain, gubernur dan dua kepala daerah terkait, wajib merumuskan sistem peringatan dini serta inventarisasi kesehatan masyarakat terdampak limbah.

"Bupati Penajam, Wali Kota Balikpapan dan Menteri Perhubungan juga diminta membentuk SOP Tier 2," paparnya.

Adapun Kementerian LHK secepatnya diminta melakukan pemulihan dan audit lingkungan perairan Teluk Balikpapan. Pengawasan sanksi administrasi terhadap Pertamina juga dilaksanakan transparan dan terbuka bagi publik.

Sedangkan Kementerian Kelautan Perikanan harus melaksanakan uji pangan segar di sekitar perairan teluk. Hal tersebut guna mengantipasi dampak pencemaran limbah yang dikhawatirkan dikonsumsi warga Balikpapan. 

Proses persidangan nanti, Fathul pun mendesak Komisi Yudisial agar memantau jalannya persidangan berlangsung adil dan transparan. Sejak awal, ia sudah meragukan indepensi PN Balikpapan menyusul penangkapan Hakim Kayat atas tuduhan suap putusan kasusnya.

"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Hakim Kayat. Dia yang memimpin persidangan nahkoda MV Ever Judger sebagai pelaku utama tumpahan minyak di perairan teluk," paparnya seraya menambahkan permintaannya disampaikan langsung ke Kantor Perwakilan KY di Samarinda.

Salah seorang penggugat, Pradharma Rupang menyebutkan, pemerintah terkesan sekadarnya dalam menyikapi peristiwa tumpahan minyak di teluk. Menurutnya, tumpahan minyak di Teluk Balikpapan merupakan bencana luar biasa yang berdampak hingga puluhan tahun ke depan.

"Pemerintah sepertinya menganggap ini bencana biasa saja, tidak ada satu penanganan luar biasa," katanya.

 

2 dari 3 halaman

Menggugat Negara

Sehubungan itu, timbulnya inisiatif menggugat pemerintah khususnya soal tumpahan minyak di Teluk Balikpapan. Pradharma berharap ada perubahan tata kelola eksploitasi migas agar peristiwa serupa tidak terulang lagi.

"Agar ada perubahan sistem saja dilaksanakan mereka di lapangan," tegasnya.

Seperti diketahui, pencemaran akibat patahnya pipa minyak dasar air Pertamina Balikpapan sudah setahun berlalu. Sekarang warga area teluk mulai menuai dampak negatif tumpahan limbah.

Matinya 9 hektare tanaman bakau di RT 29 Kelurahan Margasari Balikpapan. Kawasan perumahan atas air nelayan setempat yang persis dibelakang kilang pengolahan minyak Pertamina Balikpapan.

"Seminggu setelah terkena minyak sudah langsung menguning dan sekarang mati," keluh Ketua RT 29 Kelurahan Margasari, Warsito.

Kawasan ini dulunya terkenal kerimbunan hutan bakaunya. Namun kini, kerusakan terlihat parah dimana ribuan pohon bakau mengering seluruhnya tanpa daun.

"Tanaman dewasa berumur 10 tahun saja mati, apalagi yang baru ditancapkan. Totalnya mungkin ribuan, di antaranya mati," ungkap Warsito.

Hewan kepiting dan cacing laut lazim ditemui pun kini langka. Nelayan terpaksa melaut lebih dalam memasuki perairan Selat Makassar.

"Kami berlayar lebih dalam ke perairan laut. Anak-anak bahkan dilarang lagi berenang di sini akibat pencemaran," tukas Warsito.

 

3 dari 3 halaman

Kerusakan Lainnya

Kondisi sama terjadi pula di Mangrove Centre Balikpapan yang merupakan lokasi ekowisata bakau Kaltim. Kerusakan hutan bakau diperkirakan mencapai 25 persen dari total keseluruhan kawasan seluas 150 hektare itu.

"Tanaman di tempat kami juga banyak yang mati," kata Pengelola Mangrove Centre Balikpapan, Agus Bei.

Agus mengatakan, pohon bakau yang mati adalah jenis tanaman yang tumbuh alami di Mangrove Centre Balikpapan. Menurutnya, jenis tanaman bakau ini memang cenderung kurang mampu bertahan menghadapi pencemaran limbah.

"Akar pohonnya tidak dalam menghujam ke tanah. Sehingga saat ada limbah minyak akan mati," ungkapnya.

Sebaliknya, tanaman bakau yang sengaja ditanam hingga kini mampu bertahan di Mangrove Centre Balikpapan. Jenis tanaman ini dipilih dari bibit dan perawatan terbaik sehingga menghasilkan pohon bakau yang kuat.

"Bakau yang baik punya kelengkapan struktur akar alami yakni tunjang, napas, serabut, udara, lutut, dan papan. Akar ini benteng pertahanan terhadap limbah lingkungan," ujarnya.

"Bakau alami hanya memiliki akar serabut untuk bernapas dan menyerap mineral. Saat akar serabutnya tergenang minyak, ia akan mati," imbuhnya.

Tumpahan minyak diperkirakan berdampak negatif terhadap 300 hektare hutan bakau di sekitar Teluk Balikpapan. Dosen Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda, Deddy Hadriyanto mengatakan, dampak kerusakan akan terlihat dalam kurun waktu 5 tahun mendatang di wilayah Balikpapam dan Penaham Paser Utara.

 

Simak juga video pilihan berikut ini: