Sukses

Kebangkitan Permukiman Kumuh Jadi Kampung Warna 3 Dimensi di Purbalingga

Melihat penampakan Kampung Warna ini, siapa pun tak akan menyangka, dahulu kampung ini adalah permukiman kumuh.

Liputan6.com, Purbalingga - Tembok dan jendela warna-warni menyambut di pintu gerbang RW 08, Desa Bobotsari, Purbalingga sebuah permukiman kumuh yang kini telah berubah jadi Kampung Warna. Tembok, kayu hingga pot-pot warga memancarkan kesan ceria.

Kampung warna yang dikenal sebagai Kampung Baru ini unik, tak lazim ditemukan di perkampungan lain. Puluhan lukisan lakon populer menempel di tembok, seperti Doraemon dan Batman. Ada juga gambar Ratu Pantai Selatan. Cocok betul untuk swafoto.

Ada juga gambar tiga dimensi seperti ikan Hiu yang seolah siap menerkam, pintu ajaib, burung kakak tua dan elang yang siap bertengger di lengan pengunjung, payung untuk melindungi dari air hujan, dan aliran air yang seolah-olah tertuang ke tangan pengunjung.

Di sudut lain, aneka bunga dari sampah plastik yang berwarna-warni menghiasi satu sisi gang selebar satu meter dekat selokan. Melihat penampakan Kampung Warna ini, siapa pun tak akan menyangka, dahulu kampung ini adalah permukiman kumuh.

"Di Kampung warna ini ada tiga zona, masing-masing zona pola warna, zona lorong warna, dan zona tiga dimensi," tambah Aris Widianto, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Bobotsari, beberapa waktu lalu.

Kampung Warna dirintis sejak Agustus 2017, atau dua tahun lampau. Menjelang peringatan kemerdekaan RI, warga sepakat membersihkan kampung mengecat rumahnya dengan warna-warni.

"Untuk mengecat rumah warga, kami harus meminjam uang Rp 10 juta dari kas RW. Pinjaman itu akan dibayar selama 1,5 tahun," ucap Sri Utomo, mengenang.

Tak sekedar mengubah wajah Kampung Warna, Purbalingga yang kini lebih sehat, lebih penting lagi, rupanya perubahan perilaku juga terjadi di kampung ini.

2 dari 3 halaman

Perubahan Perilaku Warga Kampung Warna

Selain dikenal sebagai permukiman kumuh, sebagian pemuda di kampung ini pada mulanya juga suka begadang dan mabuk-mabukan. Kini, semuanya berubah total seiring dengan kehadiran Kampung Warna.

"Sekarang, mereka sudah sadar tidak mabuk-mabukan. Mudah-mudahan, juga tidak mabuk di tempat lain, sudah benar-benar berhenti mabuk," kata Sri Utomo, salah satu tokoh warga Kampung Baru.

Menurut Sri Utomo, warga Kampung Warna atau Kampung Baru, Purbalingga kini juga mulai sadar setelah banyaknya kunjungan wisatawan di kampungnya. Mereka tidak lagi menjemur pakaian sembarangan di depan rumah hingga terkesan kumuh.

Halaman rumah warga juga nampak rapi. Warga mulai sadar wisata, mereka merasa malu jika menjemur pakaian di halaman rumah. Mereka juga rutin membersihkan halaman rumah dan gang di sekitarnya.

"Beberapa warga juga bisa berjualan jajanan hasil karyanya," ucap Sri.

Ini lah yang ini tengah diupayakan oleh Pemkab Purbalingga. Di tengah tekad untuk mengurangi kawasan kumuh di Kota Purbalingga, model kampung warna bisa menjadi salah satu instrumen yang diterapkan.

Kepala peningkatan dan Pengembangan Pemukiman Dinrumkim Kabupaten Purbalingga, Teguh Budi Waluyo mengatakan tahun 2019 ini, Pemkab mentarget menurunkan kawasan kumuh seluas 4,67 hektare atau kisaran 14,5 persen dari keseluruhan kawasan kumuh Kota Purbalingga.

3 dari 3 halaman

32,39 Hektare Permukiman Kumuh Purbalingga

Tak sekedar menurunkan luasan kawasan kumuh, Pemkab Purbalingga berharap kawasan kumuh bisa menjadi kampung warna yang indah. Ada pula proyeksi untuk menjadikan kampung warna menjadi kampung wisata, seperti yang sudah ada di Kampung Warna Bobotsari, Purbalingga.

"Jadi dari 32,39 hektare, dengan intervensi APBD dan APBN ditarget menurun 4,76 hektare tahun 2019. Kami mewacanakan, tidak hanya kampung warnanya, tetapi penanganannya lebih secara komprehensif," ucap Teguh.

Wacana kampung warna itu sebenarnya hanya instrumen atau cara untuk upaya mengubah perilaku hidup masyarakat. Menurut dia, terpenting saat memprogram pengentasan kawasan kumuh bukan pada bangunan atau program fisiknya, melainkan pada kebiasaan atau pola hidup masyarakatnya.

"Jadi sebuah kawasan yang layak huni, sehat, ya hijau lah. Kawasan dalam artian ukuran Purbalingga. Ya penginnya ke situ (kampung wisata)," dia menjelaskan.

Teguh mengungkapkan, tiap tahun selalu ada program pengurangan luasan kawasan kumuh di Purbalingga. Bentuk kegiatannya meliputi penyuluhan tentang pencegahan, penanganan langsung di titik-titik yang telah teridentifikasi.

Anggaran tersebut berasal dari APBD maupun APBN. Besaran anggaran untuk pengentasan kawasan kumuh per kelurahan berkisar Rp 200 juta. Dalam pelaksanaannya, program pengentasan kawasan kumuh didampingi oleh fasilitator kelurahan.

Kini, kawasan kumuh di Purbalingga adalah seluas 32,39 hektare. Kawasan kumuh berada di lima kelurahan yaitu di Purbalingga Wetan, Purbalingga Lor, Purbalingga Kidul, Kembaran Kulon dan Kandanggampang.

"Kita juga sudah studi banding ke Surabaya. Kita melihat pengelolaan agar bisa mengentaskan kawasan kumuh," dia menjelaskan.

Saksikan video pilihan berikut ini: