Liputan6.com, Palembang - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Sumatera Selatan (Sumsel), turut mengancam lahan gambut. Pemerintah pusat melalui Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel terus menggalakkan restorasi gambut di beberapa kabupaten di Sumsel.
Menurut Staf Ahli Gubernur Sumsel Bidang Perubahan Iklim, Najib Asmani, lahan gambut yang paling parah terbakar saat karhutla yaitu di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).
“Ada seluas 70 ribu hektar kawasan gambut di Kabupaten OKI yang rusak parah. Karena lahan gambut di sana paling banyak dikelola,” ujarnya.
Advertisement
Baca Juga
Lahan gambut yang turut terancam ekosistemnya yaitu di Kabupaten Ogan Ilir (OI), Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Kabupaten Banyuasin, Kabupate Musi Rawas (Mura) dan Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI).
Deputi I Badan Restorasi Gambut (BRG) Budi S Wardhana menyebutkan awalnya lahan gambut yang direstorasi di Sumsel hanya seluas 168.000 hektar.
Namun pemerintah akhirnya memperluas area gambut yang direstorasi, seluas 40.000 hektare di Sumsel. Program restorasi gambut ini dilaksanaka hingga tahun 2020 mendatang.
“Penambahan itu karena masih ada lahan gambut yang terbakar pada 2016-2017, masih ada pembukaan di wilayah gambut utuh serta adanya perubahan data peta gambut,” ungkapnya.
Untuk metode restorasi yang digunakan masih sama seperti tahap awal, yaitu dengan melibatkan daerah tersebut untuk pengelolaannya. Penambahan areal restorasi gambut ini dilakukan di 7 provinsi di Indonesia, salah satunya di Sumsel.
“Total gambut yang direstorasi di 7 provinsi, termasuk Sumsel, yakni seluas 2,67 juta ha dari sebelumnya 2,42 juta hektar. Jadinya totalnya ada penambahan luasan 200 ribu hektar,” katanya.
Menurut Budi, untuk memantau kondisi gambut memang tergolong sulit, karena biasanya berada di remote area. Terlebih mereka tidak punya perangkat, untuk patroli lahan gambut yang tersebar di Indonesia.