Sukses

Waisak di Candi Muara Takus, Awal Kebangkitan Pariwisata Kampar

Puncak perayaan Waisak di Indonesia tahun ini tidak lagi dilakukan di Candi Borobudur. Riau, khususnya Kecamatan XIII Koto Kampar, ditunjuk sebagai tuan rumah dengan Candi Muara Takus sebagai lokasi hari besarnya umat Budha itu.

Liputan6.com, Jakarta Puncak perayaan Waisak di Indonesia tahun ini tidak lagi dilakukan di Candi Borobudur. Riau, khususnya Kecamatan XIII Koto Kampar, ditunjuk sebagai tuan rumah dengan Candi Muara Takus sebagai lokasi hari besarnya umat Budha itu.

Selama ini, Candi Muara Takus tak terlalu akrab di telinga masyarakat Indonesia, kecuali warga Bumi Lancang Kuning dan kalangan arkeolog ataupun sejarawan. Ditunjuknya candi ini diharap mengangkat gairah pariwisata di daerah itu.

Apalagi saat ini, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Riau serta Kabupaten Kampar berusaha agar Candi Muara Takus diakui sebagai warisan dunia. Gayung bersambut, UNESCO sebagai lembaga dunia sudah memasukkannya dalam daftar.

Kepala Dinas Pariwisata, Budaya dan Pendidikan Kabupaten Kampar, Zulia Darma berharap bangunan yang ada sejak abad ketujuh itu mendapat pengakuan dari dunia internasional. Hal ini menurutnya akan berdampak besar terhadap perkembangan wisata di daerahnya.

Sebagai orang lokal, dirinya berharap kunjungan pariwisata ke Kampar dengan ditunjuknya Candi Muara Takus sebagai lokasi perayaan Waisak. Diapun menyebut sudah berkoordinasi dengan sejumlah pihak agar pelaksanannya lancar.

"Pihak kepolisian dari sisi pengamanan sudah menyatakan siap, begitu juga dengan dinas perhubungan untuk transportasi serta arus lalu lintas, kesehatan juga berpartisipasi," terang Zulia.

Zulia juga berharap Kampar makin dikenal oleh wisawatan regional hingga internasional. Adanya Candi Muara Takus ini juga diharap membawa efek ke lokasi wisata lainnya di Kampar.

"Pemerintah Riau ikut penuh dalam kegiatan ini, Kampar memfasilitasi agar berjalan sukses," kata Zulia.

2 dari 3 halaman

Gubernur Jamin Ada Toleransi

Sebagai gambaran, Zulia menyebut candi yang berjarak 135 kilometer dari Kota Pekanbaru ini diperkirakan ada sejak abad ketujuh. Candi ini dijadikan sebagai pusat ibadah serta peradaban di Sumatra.

Pembangunannya dilakukan pada masa kejayaan Sriwijaya. Keberadaan candi ini juga dibantu beberapa kerajaan di semenanjung Selat Malaka serta kerajaan lainnya di Sumatra Barat.

Sementara itu, Gubernur Riau Syamsuar mengajak masyarakat turut menyukseskan perayaan Waisak pada 25 Mei nanti. Apalagi perayaan ini diperkirakannya bakal dihadiri ribuan orang dari berbagai negara.

Syamsuar menyatakan perayaan di Candi Muara Takus sebagai penghormatan dari pemerintah pusat. Pasalnya selama ini, perayaan Waisak selau dilakukan di Candi Borobudur atau Candi Prambanan.

"Semoga perayaan pertama di Riau ini berjalan sukses, mari sukseskan bersama," sebut Syamsuar.

Mayoritas masyarakat Riau sebagai muslim, terutama di sekitaran Candi Muara Takus tak akan mengganggu perayaan ini. Semuanya sudah disinkronkan antara kegiatan Waisak dengan kegiatan ibadah umat Islam saat Ramadan.

"Saat Waisak berlangsung nanti ada juga buka bersama. Ini nantinya diatur sedemikian rupa sehingga umat Islam berbuka puasa dan salat, tapi acara Waisak tidak terhenti," ucap Syamsuar.

3 dari 3 halaman

Sekilas Tentang Muara Takus

Data dirangkum, candi ini pertama kali ditemukan oleh orang Belanda, Cornets de Groot pada tahun 1860. Akibat publikasi yang dilakukannya banyak peneliti yang menaruh pehatian pada kompleks percandian ini.

Beberapa peneliti dimaksud adalah van Beest Holle yang menulis tentang gambaran Muara Takus dan Schnitger yang menulis tentang suasana Muara Takus dengan kompleks percandiannya.

Sebagai komplek, bangunan bersejarah ini terdiri dari beragam bentuk. Salah satunya adalah Candi Mahligai yang berbentuk bujur sangkar dengan tinggi hingga 14 meter. Di atasnya berbentuk pondamen segi delapan dan teratai berganda.

Ditengahnya menjulang menara, diatas puncaknya diperkirakan ada makarel, namun Cornet de Groot sang penemu Candi Muara Takus tidak menemukan makarel tersebut.

Pada tahun 1860 Cornet de Groot menatakan disetiap sisin Candi Mahligai terdapat patung singa dengan posisi duduk. Selanjutnya di sebelah timur terdapat teras bujur sangkar ukuran 5,10 Meter x 5,10 Meter dan didepannya terdapat sebuah tangga.

Berikutnya adalah Candi Palangka. Bangunan ini terdiri dari Batu Bata merah yang dicetak, letaknya 3,85 meter sebelah timur Candi Mahligai dan candi ini merupakan Candi Terkecil.

Candi ini berbentuk segi delapan, dan memiliki tangga, pada saat ditemukan tahun 1860 Candi ini dalam keadaan rusak dan bagian puncaknyapun sudah tidak ada.

Berikutnya adalah Candi Bungsu. Bangunan ini terletak di sebelah barat Candi Mahligai. Bangunannya terbuat dari dua jenis batu yaitu Batu Pasir (tuff) di bagian depan, dan batu bata di bagian belakang. Dulunya di Candi Bungsu ini terdapat delapan buah stupa kecil yang mengelilingi stupa besar.

Terakhir adalah Candi Tua. Bangunan ini terletak di sebelah utara Candi Bungsu dan candi ini berukuran 32,8M x 21,8M. Pada sisi sebelah timur dan barat terdapat tangga dan dulunya dihiasi oleh stupa dan pada sisi bagian bawah dulunya terdapat patung singa duduk.

Saat ini patung singa duduk, maupun stupa kecil serta bangunan lainnya sudah banyak yang hilang.