Liputan6.com, Yogyakarta Sekolah model di Yogyakarta menerapkan metode pembelajaran yang tidak biasa. Bukan sekadar tampil dan berlenggak-lenggok di atas catwalk, Arby Vembria membangun sekolah model yang menerapkan metode pengajaran anti-bullying.
Arby Vembria Modeling School (AVMS) membuka sekolah model dengan pesan khusus yang menjadi kampanye dalam pengajarannya. Melalui #FashionStopBullying, sekolah model ini menjadi pelopor kampanye positif fashion pertama.
Arby berkolaborasi dengan founder Rumah Kasih Sekartaji bernama Sekartaji Ayuwangi ketika merumuskan konsep pengajaran di sekolah modelnya. Mereka sama-sama merasa prihatin dengan maraknya bullying di generasi muda.
Advertisement
Baca Juga
Rumah Kasih Sekartaji menjadi wadah untuk memberikan proses penyembuhan, sedangkan AVMS menjadi tempat untuk berkegiatan pasca bullying atau menjadi support system bagi siswa-siswinya.
"Masuk ke sekolah model bukan berarti harus berkarier di bidang modeling, karena yang terpenting dan menjadi dasar adalah membangun kepercayaan diri," ujar Arby, Jumat (24/5/2019).
Untuk membangun kepercayaan diri berarti seseorang harus menjadi diri sendiri. Bullying membuat seseorang jatuh secara mental.
Menurut Arby, metode pembelajaran di awal bukan teknis, melainkan membangun konsep diri. Hal ini juga termasuk menyembuhkan seseorang dari trauma bullying dan menerima diri apa adanya.
Pengajaran di sekolah model ini terdiri dari sembilan kali sesi pertemuan. Sesi pertama dan kedua menggali karakter siswa dan siswi serta menyembuhkan trauma akibat bullying. Setelah itu, baru diajarkan soal teknis modeling, termasuk grooming dan gesture ketika berada di panggung.
Â
Pernah Jadi Korban Bullying
Arby bercerita keinginannya untuk mengatasi bullying di kalangan generasi muda tidak lepas dari pengalaman pribadi. Sejak duduk di bangku sekolah dasar sampai atas, ia selalu hidup dalam bullying di lingkungan pertemanan.
"Secara mental, saya orang yang introvert dan sensitif, jadi kalau ada kata-kata yang kurang berkenan langsung kena di hati," ucapnya.
Ia pun mengubah dirinya menjadi orang lain supaya diterima di pergaulan. Ia juga berusaha melupakan teman-temannya.
Misal, saat Arby masuk SMP, maka ia memilih untuk memutuskan hubungan dengan teman-teman semasa SD, begitu seterusnya.
Lambat laun ia mulai menyadari, sikapnya salah. Ia membangun ulang konsep dirinya dan memaafkan masa lalunya. Ia tidak lagi menghindari teman-teman semasa sekolah karena sudah percaya diri dan menerima diri apa adanya.
"Saya menemukan jalan yang saya cintai, fokus ke masa depan saya, melupakan yang tidak enak di masa lalu," kata Arby.
Ia berupaya meraih mimpinya untuk terjun di dunia fashion internasional. Ia meninggalkan Yogyakarta, kota kelahirannya, dan pindah ke Jakarta dan Singapura.
Ia bergabung dengan agensi model Singapura bernama Upfront Models Singapore. Lewat agensinya, Arby berhasil melakukan perjalanan karier ke beberapa kota fashion dunia, seperti, Seoul, Singapura, Kuala Lumpur, hingga London.
Â
Advertisement
Tinggi Badan Bukan Syarat Utama
Arby membuka AVMS pada 24 Januari 2019 di Jalan Kaliurang Km 9,2 Tempel, Gantalan, Ngaglik, Sleman. Sekolah model ini tidak mengharuskan siswa-siswinya memiliki tinggi badan proporsional layaknya seorang model.
"Kami membantu memfasilitasi arah karier mereka, ada yang komedian, model, akting, tergantung siswa-siswinya, model menjadi pondasi gesture dan akting mereka," tutur Arby.
Selepas mengikuti pendidikan, Arby juga merekomendasikan siswa-siswinya ke sejumlah agensi internasional yang menjadi jaringannya. Ia sengaja tidak menerapkan banyak sesi latihan karena menjadi model bukan berarti harus selalu disuapi dengan diberi latihan terus menerus.
Ia berencana membuka sekolah model yang sama di Semarang pada Juli mendatang. Sekolah model keduanya itu bekerja sama dengan perancang kenamaan tanah air, Anne Avantie.
"Kami ingin memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kegiatan informal yang adaptif di ranah fashion global dengan tidak meninggalkan etimologi budaya Indonesia," kata Arby.
Â